Bagian 1

1.6K 92 5
                                    

Tidak ada hal yang lebih menjengkelkan selain seorang bos yang harus turun ke lapangan seorang diri. Berjalan menyusuri satu persatu deretan ruko di distrik 7, yang terletak di pinggiran kota. Menagih setoran hutang yang harus pedagang bayar setiap minggunya. Semua harus Soobin lakukan seorang diri karena anak buahnya yang hanya dua orang itu tidak dapat bekerja di waktu bersamaan. Satu anak buahnya sedang pulang kampung dan satunya lagi harus menemani sang istri melahirkan.

Waktu yang baru menunjukkan pukul delapan malam itu terasa menyesakkan bagi para pedagang yang berhutang. Pasalnya Soobin terkenal kasar dan suka berbuat sesukanya. Jika pemilik toko tidak mampu menyediakan setoran sesuai kesepakatan maka Soobin tak segan-segan untuk menghajar mereka. Tidak seperti dua anak buahnya yang masih bisa sedikit berbaik hati ketika menagih hutang, walaupun berakhir dengan dimarahi habis-habisan oleh Soobin setelahnya.

Jauh sebelum ini Soobin awalnya hanya mengelola semacam koperasi swasta, dengan bunga pinjaman tak seberapa. Namun ulah beberapa peminjam yang seakan meremehkan hutang yang mereka punya membuat Soobin jengah. Jiwa berandalan Soobin pun bangkit, menagih hutang dengan sedikit kekerasan. Dua anak buah yang ia pekerjakan pun terlihat bak tukang pukul dengan badan tegap berisi dan berwajah sangar, walau nyatanya hati mereka terkadang selembut kapas.

Suara derap langkah kaki dengan sepatu boot kulitnya terdengar menghampiri sebuah lapak penjual jajanan pinggir jalan. Keringat dingin mulai membasahi dahi penjual jajanan tersebut. Penjualan hari ini sangat sepi, terlihat dengan jumlah jajanan di lapaknya yang masih penuh. Laba yang dikumpulkan selama seminggu ini masih belum cukup untuk membayar setoran kali ini.

Soobin (26 tahun)

Soobin yang memang tidak banyak bicara, hanya duduk di salah satu kursi dengan tatapan tak bersahabat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Soobin yang memang tidak banyak bicara, hanya duduk di salah satu kursi dengan tatapan tak bersahabat. Tidak perlu sepertinya dia berbasa-basi, harusnya penjual jajanan di depannya sudah tahu tujuan Soobin. Tanpa diminta harusnya setoran sudah diberikan.

'Tuk tuk tuk' suara zippo yang Soobin ketuk-ketukkan di meja tempatnya duduk sambil tangan sebelahnya menyesap rokok yang sudah terbakar separuhnya, menandakan Soobin sudah lumayan lama menunggu.

Dengan ragu-ragu pedagang tersebut mendekati Soobin dan menyodorkan uang sebanyak 200 dollar. Soobin yang hanya melihat sekilas sejumlah uang di tangannya itupun tahu jika uang tersebut kurang. Soobin meraih uang itu dengan kasar, lalu menendang tulang kering pedagang tersebut. Pedagang itu terlihat menahan sakit yang amat sangat mengingat betapa kerasnya sepatu yang Soobin kenakan.

"Ya! harusnya kamu tau harus menyiapkan 300 dollar sebelum aku datang. Apa saja yang kamu kerjakan seminggu ini hah? Sampai mengumpulkan 300 dollar saja tidak sanggup" Soobin berkata dengan suara beratnya sambil menendang tulang kering pedagang itu sesuai ritme kalimat yang ia ucapkan.

"Maaf Tuan, tapi beberapa hari ini jualan kami sedang sepi" pedagang itu menjelaskan dengan suara yang dipenuhi ketakutan.

"Aku tidak menerima alasan bodohmu. Kamu saja yang terlalu malas. Lakukan promosi, begitu saja tidak mengerti" Soobin menghirup sesapan terakhir dari rokok di tangannya.

TRAP | Soobtyun (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang