Prolog

5.8K 268 10
                                    

"Lisa ! Apa kau akan pulang sekarang?"

Aku mengambil tas dari gantungan dan memakai hodi hitam bertopiku. Dengan malas aku menatap Chaeyong yang sedang berdiri beberapa langkah dariku. Dia mengedipkan matanya berulang kali karena beberapa tetesan keringat membanjiri dahi dan pipinya. Wajahnya merah, pipinya yang putih berubah jadi merah merona. Dia baru saja melakukan beberapa olahraga yang menurutnya bisa memperbaiki fostur tubuhnya yang sedikit gemuk, tapi percayalah padaku dia sudah terlihat kurus.

"Ya, aku harus tidur dengan baik untuk pertandingan besok."

Chaeng berjalan sambil menyeka pipinya dengan handuk lembut. Dia menatapku dengan curiga. "Tidak ke bar?"

"Tidak...aku butuh tidur."

"Pertandinganmu besok mulai pukul 4 sore. Kita masih punya waktu untuk menghabiskan malam ini dengan segelas Beer."

Aku duduk di tepian kursi kayu yang hampir rapuh untuk memakai sepatu lain yang lebih santai. "Aku butuh istirahat Rose. Aku juga harus latihan lagi besok."

"Baiklah, aku akan mengantarmu." Dia berlari ke arah seberang kursiku untuk mengambil barangnya. "Tunggu Lisa."

Aku menarik tali tasku ke bahu kiriku dan mengenakan topi hodiku. Hampir seluruh wajahku tertutup dan hanya beberapa helaian rambut yang keluar dari balik hodi. Sejujurnya, malam ini terlalu berat untukku. Aku harus kembali memutar otakku untuk mencari pekerjaan paruh waktu agar memenuhi kebutuhan hidupku sehari-hari. Bekerja sebagai pelayan di bar tidak menjamin hidupku baik, itu penghasilan yang sangat rendah untuk hidup di Seoul. Aku butuh pekerjaan yang tetap dan bayaran yang pasti.

"Kau baik-baik saja?"

Chaeyong adalah teman kuliahku di fakultas seni. Kami selalu bersama dari awal semester hingga pertengahan, tapi di semester ke 3 aku harus keluar karena Ibuku tidak mampu melanjutkannya. Ada banyak cerita dalam perjalanan itu, tapi Chaeyoung yang kerap ku panggil Rose tidak pernah melupakanku. Dia baik, dia cantik, dia kaya dan dia sempurna. Dia selalu punya cara untuk mencari tahu tentang kondisiku tapi kali ini aku tidak akan mengatakan apapun soal Ibuku yang baru sama menghubungiku tentang biaya pengobatannya.

"Aku hanya lelah." Aku membuka pintu mobilnya dan masuk. Duduk di sana dengan menjatuhkan kepalaku di sandaran kursi mobilnya yang nyaman. 

Rose masuk dan menyalakan mobilnya. Suara mobilnya yang lembut jauh lebih baik dari suara mobil tua milikku yang sengaja aku parkirkan di parkiran kampus beberapa hari yang lalu. Dia memiliki mobil hyundai keluaran terbaru, dan itu membuatku iri.

"Kau tahu..." Dia menoleh ke arahku cukup lama, dia sengaja melakukan itu hanya agar aku menatapnya kembali. "Aku selalu ada di sini untukmu." Ucapnya setelah aku membalas tatapannya.

"Terima kasih Rose." Balasku tersenyum dengan tulus. "Jika aku siap, aku akan katakan padamu."

Rose mengantarku di ujung jalan gang apartemen kumuh milikku. Karena mobilnya tidak akan pernah bisa masuk. Kami berpisah di gang, dia melambai dan dia memberi senyuman semangat yang selalu dia lakukan.

"Sampai jumpa besok." Dia kembali melambai.

Aku menurunkan bahuku dengan lemas. Pikiranku kembali ke masa sulit yang ada dalam otakku, bagaimana aku harus mencari uang untuk biaya Ibuku. Membayar sewa apartemenku dan menghidupin diriku sendiri. Rasanya begitu sulit menjalani kehidupan sebagai orang miskin yang menyedihkan.

Aku menarik handphoneku, berusaha mencari informasi pekerjaan paruh waktu lainnya. Dengan tenang, dan diam aku terus berjalan menuju apartemen. Malam ini tidak banyak orang yang lewat, karena hujan baru saja berhenti. Hanya ada beberapa orang yang memanfaatkan gang gelap untuk bermesraan.

The secret relationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang