STH || 33

458 64 14
                                    

"Eh, eh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Eh, eh. Lihat deh! Pak Jayden ngapain ngintip-ngintip ruangan terbengkalai itu?" Herlan berseru heboh pada Randika yang sedang bersama dengannya, sedangkan ketiga temannya yang lain sudah berada di kelas masing-masing.

Randika lantas menoleh pada arah yang ditunjukkan teman sekamarnya itu. Memang benar, disana ada kepala sekolah mereka sedang mengintip salah satu ruangan yang sudah lama tidak digunakan.

"Samperin aja lah," usul Randika yang disetujui Herlan.

Keduanya lantas segera bergegas mendekati kepala sekolah SMA Kebangsaan itu yang terkenal dengan sikap baik hatinya itu.

"Heran, kenapa kebanyakan orang disini suka ngintip-ngintip. Jangan-jangan pas kecilnya suka diajarin ngintip-ngintip orang sembarangan," ucap Herlan dengan asumsi tak masuk akalnya.

"Goblok," umpat Randika setelah berhasil menoyor kening pemuda di sebelahnya itu.

"Permisi, Pak!" sapa Randika dan Herlan bebarengan. Dapat keduanya lihat, tubuh pria paruh baya itu sedikit menegang.

Pak Jayden buru-buru merubah ekspresi wajahnya, kemudian membalikkan tubuh, menghadap siswanya itu. Ada sebuah senyum ramah yang biasa dirinya tampilkan kepada murid-muridnya. "Iya, ada apa Nak?" tanyanya dengan nada amat sangat lembut.

"Kami berdua lihat, Bapak seperti sedang mencari sesuatu. Mau kita bantu cari tidak Pak?" tanya Randika, mengganti kata mengintip menjadi mencari. Supaya lebih sopan, pikirnya.

Pak Jayden sempat mengernyitkan keningnya, ada yang salah disini. Lalu kemudian dirinya menjawab, "Ah, sebenarnya, saya sedang tidak cari apa-apa. Hanya melihat-lihat saja ke dalam ruangan, apakah masih bagus atau tidak," jelasnya yang diberi anggukan paham oleh Herlan dan Randika.

"Kenapa nggak masuk saja ke dalam, Pak?"

"Kuncinya saya lupa nyimpen, jadi tidak bisa masuk kesana," jawab pak Jayden. "Kalau begitu, Bapak pamit duluan, ya. Ada keperluan yang harus Bapak urusi," lanjutnya berpamitan.

"Silahkan, Pak!"

Selepas mendapatkan jawaban, pak Jayden melangkahkan kakinya meninggalkan dua pemuda itu dengan langkah sedikit cepat. Hingga menimbulkan bunyi dari sepatu pantofel yang dikenakannya dengan lantai koridor.

"Mencurigakan," bisik Herlan tepat di telinga Randika.

Plak

"Nggak usah nempel-nempel juga, setan!" protes Randika saat Herlan semakin menempel pada punggungnya.

Bukannya menjauh, Herlan malah semakin mendekati tubuh Randika, bahkan kedua tangan pemuda gemini itu sudah bertengger pada bahu lebar roomate-nya itu. "Gendong gue, ya Ran? Gue capek," pintanya kemudian, seraya mengeluarkan jurus andalannya, tatapan mata berbinar yang sering dirinya gunakan jika sedang ingin sesuatu.

"Enak aja, nggak mau. Lo berat," balas Randika mencoba melepaskan diri dari jeratan manusia bertubuh sedikit gempal milik Herlan di belakangnya. "Lepasin! Jurus lo itu nggak mempan di gue. Lagian lo kan punya kaki, bisa jalan sendiri."

Tidak mau melepaskan, Herlan semakin mengeratkan pegangannya. "Nggak mau, gue maunya di gendong."

"Ayolah Ran, kan elo yang minta ditemenin, jadi ya lo harus terima kalau gue minta gendong kayak begini."

Dapat Herlan lihat, teman bersumbu pendeknya itu mulai kesal. Tangannya mengusap bagian wajahnya sendiri dengan kasar. "Lo tuh ya, selalu bikin gue hilang kesabaran," gumam Randika yang dapat Herlan dengar karena posisinya yang begitu dekat.

"Yaudah, ayo!"

Pada akhirnya, Randika menuruti permintaan Herlan. Membuat si empunya nama langsung tersenyum lebar, menampilkan gigi-giginya yang tersusun rapi.

"Nah, gitu dong!" pekik Herlan saat merasakan Randika sudah mulai memposisikan kedua tangannya di tubuh belakangnya, dan berjalan membawa serta dirinya dalam gendongan.

Sebenarnya sih, Herlan hanya main-main saat meminta digendong, tapi kalau Randika-nya mau sih, dia nggak akan nolak. Kan lumayan, dirinya tidak perlu capek jalan, hehe.

Jangan salah, walaupun Randika lebih kecil dari Herlan. Tetapi tenaganya lebih dari cukup jika disandingkan dengan teman-temannya yang lain.

Randika dan Herlan semakin menjauh dari depan ruangan, tanpa menyadari akan adanya kejanggalan yang timbul setelah keduanya pergi.

Ceklek!

Pintu yang katanya terkunci itu tiba-tiba saja terbuka, menampilkan seorang perempuan berseragam SMA Kebangsaan yang melekat apik di tubuh semampainya. Kulit putih pucat, serta rambut hitam panjang yang tergerai menjadi ciri khas perempuan tersebut.

"Kamu sudah melangkah terlalu jauh," ucapnya seraya memandang ke depan dengan pandangan kosong. Ke arah sepasang kaki yang sekejap ada, sekejap menghilang, begitu seterusnya.

"Dan kamu, melupakan waktu yang sudah kamu janjikan."

•••

"Anjing, lo berat banget. Punggung gue rasanya sakit semua!"

Keluhan itu bersumber dari Randika setelah menurunkan Herlan di sebuah kursi. Saat ini keduanya sedang berada di kamar asrama mereka, hendak mengambil buku tugas Randika yang tertinggal di kamarnya.

"Lebay lo, badan gue ringan begini, lo bilang berat."

Emosi jiwa Randika mendengarnya, bukannya bilang terima kasih, malah mengatai dirinya lebay. Memang tidak tahu terima kasih pemuda gemini itu.

Dalam sekejap, sebuah geplakan harus Herlan terima pada bahu kanannya. "Aduh, sakit atuh Ran," keluhnya disertai ringisan.

"Rasain!"

Randika mulai mencari buku tugasnya, di meja belajarnya. "Kemana ya? Perasaan gue taro disini deh semalem," ucapnya pelan saat tak menemukan buku tersebut, padahal semua laci tempat menyimpan buku miliknya, di meja belajarnya sudah dirinya geledah.

"Lo lihat nggak Her?" tanyanya kemudian, pada Herlan yang tak bersuara. Namun tangan beserta matanya masih memindai semua buku yang sudah dirinya keluarkan dari dalam laci, siapa tahu kan buku tugasnya itu terselip diantara banyaknya buku kepunyaannya.

"Her, lo ditanya juga bukannya jawab," ucap Randika saat dirasa temannya itu tak kunjung menjawab pertanyaannya.

"Her!" Randika menolehkan kepalanya ke belakang, tepat ke arah Herlan terduduk, menungguinya. Detik selanjutnya, dia harus dibuat tertegun dengan apa yang dirinya lihat.

"Kok jadi begini?"

"Kok jadi begini?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Nggak jadi nunggu 50 vote, karena ya emang bisanya cuma under 50.

Semoga masih ada yang baca, terima kasih.

[20/11/2024]

Something To Hidden || 00L NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang