43. REVENGE

124 4 0
                                    

~~~~~happy reading~~~~~

"Lo yakin mau lenyapin Anzhela?"

Seorang gadis dengan bando merah di rambutnya mengangguk, "Yes, of course, karena dia gue kehilangan segalanya,"

"Gue takutnya Geo nyelametin dia terus rencana lo gagal,"

Gracia menginjak puntung rokoknya, kemudian bersedekap dada menatap lawan bicara yang baru ia kenal baru-baru ini.

"Lo meragukan gue?" Tanya Gracia.

"Nggak gitu, gue—"

"Gausah banyak komen deh lu, ikutin aja cara gue."

*****

Hamparan langit kian berwarna jingga. Tak urung menyurutkan Anzhela dan Karin yang masih setia menetap di Halte yang berdekatan dengan SMA galaxy. Teringat akan beberapa momen bersama Geovan di Halte membuat Anzhela mengenangnya.

Anzhela merasa gundah gulana akibat laki-laki bernama Geovan Athalla yang terang-terangan menolak perasaannya. Sebagaimana dirinya yang dulu pernah mendorong Geovan menjauh kini menjadi boomerang untuknya.

Seharusnya masa itu, ia menerima perasaan Geo diluar dari ego dan misinya. Dengan begitu, hari ini tidak akan datang.

Gadis itu menyender pada bahu Karin seraya menghela nafas panjang, Karin yang sedang membaca buku lantas menutup bukunya dan fokus mendengar keluh-kesah Anzhela.

"Kenapa jatuh cinta serumit ini ya? gue kira rasa suka gue yang sekarang bisa diterima baik sama pemiliknya, nyatanya enggak. Perasaan gue ditolak lagi dan lagi sama cowo yang pernah gue tolak perasaannya dulu. Gue gak expect rasanya sesakit itu... pasti dia ngerasa hal yang gue rasain dulu, kan? gue akui gue bersalah, pernah menyia-nyiakan hati seseorang."

Karin menggenggam tangan Anzhela, menguatkannya. "Jatuh cinta selalu gak bisa ditebak kita jatuh pada siapa dan dimana kita saling bertemu. Cinta emang serumit itu, Zel. Tapi, kamu harus buang jauh-jauh rasa bersalah kamu karena yang lalu biarlah berlalu, dirimu yang kini yang sekarang kamu jalani. Laki-laki gak akan pernah sejalan dengan pikirannya, kita gak bisa menebak fakta apa yang ada di hatinya. Sampai akhirnya dia sendiri yang bicara,"

Tangan karin mengusap-usap lembut punggung tangan Anzhela. "Relax Azel, pikiran negatif kamu gak sepenuhnya benar. Ini tentang dirinya bukan kamu yang salah. Lepaskan yang memang perlu dilepas. Melepas bukan berarti berhenti, namun ada hati yang harus kamu selamatkan dari keterpurukan, Anzhela."

Anzhela menghapus air bening yang mengalir dari sudut matanya. Hatinya terenyuh, terharu dan tersentuh dengan ucapan sahabatnya.

"Thanks, love." Karin tersenyum manis menanggapinya.

"Sekarang udah mau pulang?" Tanya Karin.

Hari sudah gelap gulita dan mereka masih di Halte mengenakan seragam sekolah.

"Nunggu bis atau gue pesan g*jek aja biar lebih cepet?" Tanya Anzhela, mengotak-atik ponselnya.

"Kita jalan kaki aja gimana?" Ujar Karin mendapat anggukan antusias dari Anzhela.

"AYOKK LAH GASS!"

Ini baru Anzhela yang Karin kenal.

Kedua gadis itu pun berjalan kaki di sepanjang trotoar dengan penerangan yang remang-remang. Bahkan, salah satu lampu jalan ada yang berkelap-kelip sampai akhirnya mati. Beruntung, senter dari ponsel mereka bisa menuntun jalan yang gelap itu. Tak banyak pengendara yang lalu lalang melewati jalan yang mereka lalui, jalan ini terbilang cukup sepi pada malam hari.

ATHALLA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang