BAB : XXIX

32 12 25
                                    

Jangan lupa vote zeyeng!

READY MASTER?!

□■Happy Reading■□

•Color of Catur•
°Bukan kehilangan, justru mendapatkan°

Semesta redup tak menunjukkan rembulannya, angin berhembus cukup kuat membuat dedaunan kering terbang mengikuti arahnya.

Angin itu berhembus masuk kedalam ruangan yang membiarkan pintu balkonnya terbuka, seperti ruangan Zanayya. Ia mencengkram kuat pembatas balkon, menggigit bibirnya, ia mendongak menatap langit malam menahan air mata yang hendak luruh kembali.

Raka berdiri dibelakangnya, menjelaskan awal mula hubungan mereka. Hal itu membuat hati Zanayya teriris, ia merasa di bohongi, merasa kehadirannya tak dianggap, juga merasa hidupnya tak lagi di prioritaskan oleh Raka.

"Kamu gak percaya sama abang kamu sendiri?" Tanya Raka.

"Nayya, abang tau kamu kaget. Tapi bukan berarti harus marah. Dia sahabat kamu juga 'kan? Kamu rela korbanin persahabatan kalian demi masalah sepele ini?"

Zanayya berbalik dengan tatapan tajamnya, "sepele?! Abang anggap hal ini sepele, hah? Coba balik keadannya, seandainya Silla punya kakak, dan aku pacaran tanpa sepengetahuan abang, gimana perasaan abang hah? GIMANA PERASAAN ABANG SAAT ADIKNYA PUNYA HUBUNGAN DENGAN ORANG BEDA AGAMA?!"

"Zanayya!" Silla tak kuasa menahan diri untuk tidak masuk kedalam apartemen Zanayya saat Raka dibentak oleh adiknya sendiri. Ia benar-benar tak ingin menjadi benalu dalam hubungan adik-kakak ini.

"Zanayya cukup! Aku yang salah. Aku yang harusnya kamu bentak, bukan Raka." Silla berdiri didepan Raka menghadap Zanayya.

"Silla, aku suruh kamu tunggu diluar!" Ucap Raka.

Zanayya tersenyum kecut, melihat dua sejoli ini saling melindungi satu sama lain. "Abang lebih pilih dia daripada aku, sebagai adik.kandung?" Zanayya menunjuk Silla dengan dagunya.

Raka maju selangkah, menyamai posisinya dengan Silla. "Enggak! Kasih sayang abang tetep utuh buat kamu. Abang gak pernah beda-bedain atau lebih mementingkan salah satu pihak," sangkal Raka.

Zanayya tertawa membuat Silla dan Raka keheranan, ia menyudahi tawanya kembali menatap tajam Raka, "lantas dimana abang disaat Nayya diteror dan butuh abang?"

Silla mengerutkan dahinya, melangkah maju, "teror? Siapa yang teror lo? L-lo diapain sama penerornya?" Silla benar-benar cemas.

"Gak usah pura-pura gak tau!" sarkas Zanayya.

"Dia emang gak tau Zanayya, jangan salahin dia! Abang emang gak kasih tau itu ke dia karena itu bohong, teror itu cuma iseng."

Silla menganga tak percaya atas apa yang dilontarkan Raka. Bisa-bisanya Raka menyepelekan hal ini.

Zanayya terkekeh kecil. "Nayya, gue bisa jelasin semuanya, --"

"JELASIN APA LAGI?! Semuanya udah jelas, Sil, gue gak berarti dihidup kalian, Dia udah buktiin kalo gue bukan prioritasnya, dan lo udah buktiin kalo gue bukan sahabat lo. Abang rebut sahabat Nayya dan lo rebut abang gue. Kalian--,"

Zanayya tak kuasa melanjutkan kalimatnya, ia menyugar rambut panjangnya dengan kedua tangannya. Meredam emosinya yang sudah tak bisa terkontrol.

Zanayya melangkah mendekat pada Raka, berdiri tepat dihadapannya. Tatapannya begitu dingin, "sekali lagi, aku tanya. Abang pilih dia atau aku, adik kandung abang." Zanayya menunjuk Silla dibelakangnya beralih menunjuk dirinya tanpa menolehkan tatapannya.

Color of CaturTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang