BAB : XXXV

50 11 32
                                    

VOTE BABE!

READY MASTER?!

□■Happy Reading■□

•Color of Catur•
°Putih itu kamu, hitam itu aku°

Satu lagi, trofi berlapis emas itu Zanayya simpan di ruangan pribadinya, meskipun lemari kacanya sudah penuh, namun tetap masih ada ruang khusus yang Zanayya sisihkan untuk trofinya ini.

Seorang pria dengan rambut panjang yang ia ikat menyisakan beberapa helai didepan, merangkul pundak Zanayya dan mencium pelipisnya singkat, "abang bangga sama kamu," ucap Raka menatap netra adik cantiknya itu.

Seulas senyum manis terbit di bibir Zanayya, tangannya terulur membalas pelukan abangnya itu. "Nayya janji, setiap langkah yang Nayya ambil semua hanya demi menegakkan keadilan untuk bunda. Nayya bakal berjuang, untuk mencapai cita-cita," Zanayya menjeda ucapannya, menoleh menatap lemari kaca yang penuh trofi itu, "tanpa melibatkan cinta."

Raka terdiam mencerna maksud dari ucapan adiknya itu, "apa itu artinya.., kamu gak akan pacaran?"

Anggukan mantap Zanayya lakukan sebagai jawaban, "No man will ever capture in my heart until I achieve my dreams."

(Tidak akan pernah ada seorang pria yang terlibat dalam hatiku, sampai aku meraih semua mimpiku.)

"Terus, Cakra?"

Zanayya menyerongkan badannya menghadap Raka seraya mengernyit, "kenapa sama kak Cakra?" Zanayya balik bertanya.

Raka justru terdiam tampak berfikir, karena disaat ia mulai membuka celah untuk bisa merestui Zanayya jika ingin memiliki pacar, justru Zanayya sendiri yang menutup celah itu.

Tangan besar Raka terulur untuk mengusap kepala Zanayya, menyelipkan helaian rambutnya. "Kehidupan itu gak lepas dari kata 'cinta', Nayya, dan hidup itu berpasangan. Raja dan Ratu, Pangeran dan Princess, Romeo dan Juliet, Rama dan Sinta," ucap Raka menatap iris hitam Zanayya.

"Abang suruh aku punya pacar?" sela Zanayya.

Jelas Raka menggeleng, bukan itu maksudnya. "Punya pacar atau enggak, itu hak kamu. Tapi maksud abang, jangan pernah mengeraskan hati dengan menolak cinta, tapi tetap kita harus bisa memilih. Karena cinta yang baik menimbulkan bahagia, sedangkan cinta yang buruk menimbulkan luka."

Seketika Zanayya terdiam membuang pandangan kosongnya kearah lain.

□■□■

Jam berputar terasa begitu cepat, langit telah menunjukkan sandyakala indahnya yang memanjakan mata.

Deburan ombak yang membentur karang disebuah pantai yang sama saat Cakra mengajak Zanayya pergi keluar untuk pertama kalinya, disanalah mereka berada sekarang.

Keduanya terduduk menekuk kedua lutut di atas butiran pasir putih, kaki-kaki telanjang mereka disapu halus oleh air dibarengi dengan angin yang berbisik. Cakra merentangkan sebelah tangannya menarik tubuh ringan Zanayya kedalam pelukannya. Gadis itu menyandarkan kepalanya di bahu kokoh milik Cakra, matanya terpejam tenang kala aroma parfume Cakra semakin menyeruak di indra penciumannya.

"Zanayya, kemarin kamu bilang 'tetap jadi warna putih di hidup aku'. Boleh aku tanya? Seberapa putih aku dihidup kamu?" Zanayya mengangkat kepalanya menatap iris coklat terang milik Cakra.

"Seputih awan, seputih kanvas dan sebening air hujan," balas Zanayya dengan senyum teduhnya.

Cakra tersenyum tipis, tertular senyum gadis itu. "tapi sebenarnya.. putih itu kamu, dan hitam itu aku. Kamu yang membuat hitamku menjadi putih."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 21, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Color of CaturTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang