BAB : XXXIV

31 13 49
                                    

VOTE!

READY MASTER?!

□■Happy Reading■□

•Color of Catur•
°WINNER°

Musik piano mengalun merdu sebagai pengiring untuk menyambut para tamu SMA PANCASILA yang hadir ke sebuah gedung hotel untuk merayakan hari paling bahagia setiap tahunnya, yaitu pelepasan siswa kelas 12 yang telah berjuang mengenyam pendidikan selama tiga tahun lamanya.

Suasananya begitu ramai, dipenuhi oleh anak dan para orang tua walinya yang hadir. Interiornya tampak elegant, cahaya lampu gantung kristal menerangi seisi ruangan yang penuh dengan kursi berderet.

Gadis cantik yang sudah merias dirinya dengan make up sederhana, rambutnya disanggul berhiaskan aksesoris, mengenakan kebaya brokat putih dipadukan lilitan rok batik juga heels dengan warna senada, mengembuskan nafasnya berulang kali seraya menatap pantulan dirinya di cermin kamar mandi.

Zanayya tak pernah segugup ini sebelumnya, padahal semua orang hadir untuk menemaninya. Mulai dari Setya, Cakra, Raka, yang berpakaian formal dengan tuxedo hitam, termasuk Silla yang terlihat anggun dengan kebaya abu-abunya dan bi Ratih yang tampak cantik dengan baju batikya.

"Bunda," lirih Zanayya. Ia begitu berharap kehadiran sosok Rietta di hari bahagianya ini, menyaksikan secara langsung putrinya telah berhasil melewati salah satu rintangan hidupnya. Andaikan, kehadiran Rietta hanya bayangan atau suaranya saja seperti di cerita dongeng Zanayya akan merasa senang beribu kali lipat. Tapi itu sangatlah mustahil.

Kenyataan kembali menyadarkan kesendirian Zanayya.

Suara derap heels mendekat mengalihkan atensi Zanayya, ia reflek nenoleh kearah sumber suara. Terdapat seorang gadis menghampiri Zanayya menngenakan balutan kebaya yang begitu mirip dengannya, hanya saja riasan make up dan sanggulnya berbeda. Dia terlihat... meniru.

"Hai, Zanayya," sapa Jesslyn dengan senyum tipis.

Zanayya menatap raut dan sorotnya sejenak sebelum membalas sapaan, "hai," balas Zanayya tanpa tersenyum.

"Ada yang mau gue omongin."

"Just say," balas Zanayya singkat.

Jesslyn tertunduk meraih tangan Zanayya untuk ia genggam, kemudian menaikkan pandangan menatap Zanayya, sorot matanya begitu sulit terurai.

"Selamat," Jesslyn tersenyum menjeda ucapanya, "lo adalah juara satu dan juara umum satu angkatan dengan nilai nyaris sempurna sembilan puluh sembilan koma dua."

Degup jantung Zanayya tersentak mendengar hal ini, hatinya begitu bahagia namun tak ada senyuman yang terulas di bibirnya, justru dahinya berkerut heran.

"Lo mungkin bertanya-tanya, darimana gue tau informasi ini. Bokap gue yang kasih tau segalanya, jadi lo jangan heran."

Zanayya menghela nafasnya sejenak, anak pemilik donatur ini tahu akan segalanya dibanding dirinya yang notabenenya adalah pemilik sekolah itu. Bagaimana bisa?

"Zanayya, gue bakal ceritain semuanya sebelum gue minta satu hal sama lo." Zanayya mengangguk samar meskipun bingung.

"Di pesta waktu itu, yang lo minum bukan alkohol bukan juga narkoba. Gue cuma campur jus mangga itu dengan obat anti-depresan, yang bisa membuat orang berhalusinasi. Lo bebas dari hal negatif, Zanayya."

"Kedua, soal rivalitas kita. Gue memang melakukan segala hal supaya apa yang gue mendapatkan apa yang gue inginkan, termasuk nyuri handphone lo dan gue rusakin. Setiap ujian, gue selalu punya beberapa kunci jawaban tapi itu gak menjamin."

Color of CaturTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang