5 - Tiket.

23 6 0
                                    

Happy Reading! Don't forget to click the 🌟!





*


"Lo kemarin mana? Kok gue cari ga ada? Gitu lo ninggalin gue?"

Anicel yang baru aja duduk di bangkunya udah diserbu berbagai pertanyaan sama Yerchim. Emang pengin Anicel gebuk.

"Yer, biarin gue nafas bentar, capek jalan dari gerbang ke kelas ini."

Yerchim mencibir, ia duduk di bangkunya kembali sambil membuka buku novelnya. Anicel yang melihat sahabatnya itu diam ga ganggu dirinya lagi. Ia menghelai nafas kasar, agak tenang dikit.

Anicel kembali bergelut dengan pikirannya. Setelah acara kemarin, Anicel diantar pulang sama Asaran tanpa ada satu percakapan pun. Sebenernya apa yang salah? Dirinya atau ada masalah lain?

Otak waras Anicel capek dipake mulu. Hari-hari mikirin matkul, ini ditambah lagi suruh mikirin sifat manusia yang bahkan ga berkontribusi baik dihidupnya.

Ya tahan aja, Anicel harus ketemu Asaran lagi kedepannya buat nagih hal yang dijanjikan Asaran sebelumnya. Apa lagi kalo bukan tiket festival music, ia berharap banyak pada Asaran soal tiket tersebut.

Makan siang, rencana Anicel siang ini mau ke kafe deket kampusnya. Memesan kopi dan menenangkan pikirannya yang rada berantakan, malah bukan rada lagi udah berantakan banget.

Anicel menggendong tas ransel hitamnya, cardigan hijau latte favoritnya diselempangkan pada lengan kirinya beserta laptop kesayangannya. Ia melangkahkan kaki memasuki kafe lalu memesan satu gelas Strawberryade dan satu slice Lottus Cake.

Anicel mencari tempat duduk di mana stopkontak berada dekat dengan meja. Begitu ketemu dan pesannya juga udah ada di tangannya, ia bergegas jalan sebelum ada orang lain yang menempati kursi tersebut.

Dan, hap!

Baik Anicel dan manusia lain bebarengan meletakan laptopnya di meja tersebut. Mereka sekarang saling bertatapan dengan alis yang juga sama-sama saling berkerut.

Laki-laki yang meletakan laptop duluan itu mengangkat jari telunjuknya pada Anicel lalu berucap, "Anicel temennya Yerchim?"

Ah ternyata manusia yang dipanggil daddy sama Yerchim. "Sean, kan?"

Sean melebarkan senyumannya, dimple yang berada di pipi kirinya ikut terlihat karena ternyata bukan orang asing yang memilih meja sama dengan dirinya.

"Ya udah bareng aja mejanya, kalo lo ga masalah." ujar Sean sambil mengeluarkan laptop dan charger dari tasnya. "Gue mau nge-charge laptop soalnya."

"Oh, oke. Mejanya juga lebar." sahut Anicel ikut duduk dan juga mengeluarkan laptop dan chargernya.

Anicel menatap canggung manusia di depannya yang begitu duduk menyalakan laptop langsung diam terfokus pada layar, seakan semua di sekitarnya ga boleh ganggu.

"Lo semester berapa, Cel?"

"Semester akhir."

"Bareng Yerchim juga?"

"Iya, sefakultas juga. Udah kaya badan buntut kalo bisa dibilang."

"Hah? Bareng terus?"

"Iya, ada kali 10 tahun bareng. Sampe bosen gue liat tiap hari."

Sean terkekeh kecil mendengar penuturan Anicel. Walaupun ngobrol tatapan Sean tetap terfokus pada layar laptopnya. Udah kaya ngomong sama operator deh.

"Lucu, ya." celetuk Sean tiba-tiba.

Anicel menautkan kedua alisnya bingung mendengar penuturan Sean barusan. "Apa yang lucu?"

"Hubungan lo sama Yerchim. Gue juga sama Asaran, tapi ga selama kalian." jelas Sean, kali ini tatapan matanya menatap lawan bicara.

ANICELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang