Belum Waktunya

731 41 0
                                    

Charlotte sedang tidak ingin menyalahkan siapapun. Pekerjaan ini memang terlalu berat untuknya. Ia pikir ia bisa melampaui cara kerja dan pola pikir ayahnya yang sebelumnya sangat ia remehkan.

Tapi ia sudah mengambil keputusan. Ia sudah berkomitmen dan bertaruh pada ayahnya bahwa ia akan menunjukan kemampuannya. 

Ia ingin ayahnya mengakuinya.

Charlotte menggigit ujung kuku jemarinya. Banyak kerutan di dahinya yang menandakan kerasnya ia sedang berpikir. Pailiu tidak mendapatkan jawaban yang bisa memuaskannya. Responden yang mereka harap bisa memberi angin segar, malah memutuskan untuk menolak tawaran kerja sama yang mereka ajukan.

Gadis muda ini sudah tidak punya ide bagus lagi untuk menunjang semangat dalam hidupnya. Semua ide yang terbaik sudah ia coba, dan satu-persatu tidak ada yang berjalan mulus.

Charlotte menimbang-nimbang rencana apa yang akan ia lakukan. Keuangan perusahaan semakin menipis. Pinjamannya pun pada beberapa perusahaan keuangan sudah hampir jatuh tempo. Belum lagi masalah produksi yang semakin menurun akibat tidak begitu banyak penawaran dan penjualan yang berhasil mereka lakukan.

Beberapa bulan lalu dengan sombongnya ia bergumam pada ayahnya untuk menyelamatkan pabrik ini. Padahal ayahnya sudah mengatakan bahwa segala usaha sudah mereka lakukan. Tetapi Charlotte tetap bersikeras.

.

Charlotte menghela napasnya panjang. Ia melepaskannya seakan itu adalah napas terakhirnya; yang ia biarkan lenyap bersama dengan penatnya pikirannya.

Kemudian ia mengambil ponselnya, ada seseorang yang ingin ia hubungi. Seseorang yang mungkin bisa memberinya pilihan apakah hidup ini harus ia nikmati, atau sekedar ia bebani.

.

Heidi tertawa keras ketika handphonenya berbunyi. Suara keras musik dan tawa serta teriakan, berbaur menyamarkan suara apapun yang ada di sana.

Lampu disko berkelap-kelip. Hampir seluruh orang yang berada di sana tengah terlena dengan alunan musik cepat yang keras dan berdentum.

Heidi berada di tengah kelompok sosial yang telah ia jalin sejak lama. Orang-orang di lingkungan pertemanan Heidi beragam. Sebagai mantan atlit yang terlahir kaya-raya, ia hanya memiliki waktu untuk menghabiskan sebagian kecil kekayaan orang tuanya. Sebagian besar lagi adalah bersenang-senang dengan gaya hidupnya yang leluasa.

Ia tidak memiliki kesempatan untuk terlihat susah dan berbeban. Tidak ada waktu untuk memikirkan semua itu ketika kau memiliki waktu untuk bersenang-senang kapanpun. Siang-malam adalah kesenangan.

.

Charlotte menatap layar ponselnya. Orang yang ia hubungi tidak merespon panggilannya. Disaat-saat malam begini, ia punya jawaban lain kenapa orang itu tidak menjawab panggilannya. Mereka berteman cukup lama. Tidak terlalu akrab memang, karena waktu dan gaya hidup mereka tidak sama.

Tetapi, Heidi adalah orang yang cukup baik untuk merespon apa yang ia katakan jika-jika Charlotte mengeluhkan sesuatu. Bukan karena Charlotte tidak memiliki teman selain putri kaya-raya itu. Tetapi memang selalu Heidi pilihan pertama yang keluar di kepalanya jika disaat itu ia mengingat seorang teman.

.

Charlotte melangkah kecil melewati ruang kerjanya yang tidak terlalu besar, berada tepat di samping kamarnya, di lantai dua rumahnya. Ia masih membawa handphonenya ditangan kirinya dan segelas minuman herbal di tangan kanannya.

Ada sebuah ruang musik di sisi lain di lantai dua rumah itu. Tempat yang sedang Charlotte tuju. Charlotte memang tidak terlalu paham bermain alat musik. Meski orang tuanya sangat menggemarinya.

New Blue GazeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang