Ciuman Pertama

531 61 6
                                    

Tentu saja Mee mengenali gadis ini. Jika ada kebutuhan dengan agensi, ia sering melihatnya datang menemui Sun atau sekedar melakukan pemotretan dan hal lainnya di gedung agensi mereka. Meski tidak begitu banyak yang menyadarinya, tapi ia jelas tahu jika gadis di depannya ini adalah Engfa Waraha. Mana mungkin Mee tidak mengenalinya.

"Apa kami boleh duduk?" Engfa membuyarkan keheningan yang terjadi dalam waktu singkat itu. Charlotte menahan malu. Mee langsung menatap Charlotte lekat-lekat. Seperti mengeti alasan kenapa gadis licik ini ingin mengusirnya pulang tadi. Ternyata ia kedatangan tamu. Seorang Engfa Waraha. Apa Charlotte berencana menjalankan aksinya?

Pertanyaan Engfa tak mendapatkan jawaban, karena yang punya rumah seakan sedang mengalami mati raga. Charlotte sedang mencari-cari alasan jika Mee bertanya-tanya.

"Perkenalkan. Aku Meena." Meena tersenyum meski tidak ada yang bertanya. Ia menautkan kedua telapak tangannya di dada sambil menunduk ringan dan sopan. Mee membalas refleks dengan gerakan yang sama. Dan Charlotte mengikutinya.

Setelah mereka duduk. Charlotte masih tidak bisa menyembunyikan ekspresi wajahnya yang memerah. Ia takut jika Mee berpikiran kotor padanya. Apalagi perihal mengakui perasaan cinta. Juga mengajak bercinta. Tidak ada yang bicara, tapi Charlotte sudah menutup mukanya dengan kedua tangannya. Menunduk malu. Lagi.

"Aku tidak tahu jika Charlotte akan kedatangan tamu." Mee berusaha setenang mungkin. Sebenarnya ia merasa terintimidasi dengan kehadiran Engfa di sini. Putri sulung Waraha, yang telah ia tahu rumornya. Jika saja itu semua benar. Bukannya ini sedikit menakutkan?

Engfa menatap Charlotte yang baru saja mengangkat wajahnya. Sisa ketegangan diwajahnya masih terlihat meski samar. Engfa tidak bisa memaknainya apa, tapi ia yakin ada yang aneh di sini.

"Dia kerabatku. Keluarga dari keluarga Ibuku." Charlotte mencoba menjelaskan.

"Mee." Kalimat dari Mee untuk perkenalannya.

Engfa mengangkat kedua tangannya dan menautkan kedua telapak tangannya sambil menunduk mencoba ramah dan tersenyum. Ia tidak menyebutkan namanya. Mungkin bagian itu Charlotte saja yang mengatakannya jika memang ada perlunya.

Hening sejenak. Charlotte bingung harus melakukan apa. Kenapa setiap pertemuannya dengan Engfa selalu ada saja gebrakannya. Apa mereka tidak bisa berdua saja? Mereka belum pernah melakukannya, kecuali malam saat di club itu. Itu adalah kesan paling mempengaruhi perasaan Charlotte pada keturunan Waraha ini.

"Baiklah. Aku akan meninggalkan kalian berdua." Mee tiba-tiba bangkit berdiri. Charlotte terkejut. Meena jadi bingung. Mereka bertiga saling menatap tanpa Engfa.

Charlotte memberi kode pada Mee yang tidak satupun dari ekspresinya bisa Mee mengerti. Sampai akhirnya ia merubah keputusannya. "Atau lebih baik kalian ngobrol di kamarmu, Char. Biar aku dan-" Mee memandang Meena, lupa namanya. Padahal baru saja perkenalannya terjadi.

"Meena."

"Ya. Aku dan Meena akan menunggu di sini." Mee memandang mereka berdua dengan ekspresi tertahan.

Sebelum Charlotte sempat membantah, Engfa sudah bangkit berdiri, "Aku tidak keberatan." Ucapnya menatap keduanya; Mee dan Charlotte bergantian.

Mee menahan gelitik di wajahnya. Ia berharap Charlotte mampu melakukan sesuatu pada kesempatan yang ia berikan kali ini.

"Kau bisa menunggu di sini kan, Meena?"

Meena mengangguk cepat saat Engfa bertanya padanya. Meski sepenuhnya ia masih bingung, tapi ia menurut saja.

"Santai saja. Anggap rumah sendiri," Mee mempersilakan Engfa melangkah. Menunggu Charlotte yang masih tidak tahu harus apa untuk bangkit. "Tapi jangan dijual." Celoteh Mee menambahi dengan komedi tipis.

New Blue GazeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang