Engfa melewati jalan setapak yang berada di ujung perkarangan sederhana rumah itu. Jalan kecil itu sengaja dibuat sejalur menuju ke pintu besi tempat yang tadi ia lewati. Ia bisa melihat banyak tanaman yang berada di kiri dan kanannya. Tidak terlalu terawat juga tidak bisa dikatakan terabaikan.
Setelah ucapan pamit yang terkesan sepihak ia tinggalkan pada pemiliknya, ia melangkahkan kakinya keluar. Tidak ada hal yang ingin ia katakan lagi saat ini. Ia hanya akan pulang dan meninggalkan rumah dan sipemiliknya yang tetap berada di tempatnya.
"Kau benar-benar ingin pulang?"
Charlotte tidak mengerti kenapa ia bisa melontarkan pertanyaan itu. Sebenarnya ia tidak ingin mengatakannya, tetapi kenapa begitu berat mengikuti kata hatinya?
Melihat punggung Engfa yang melangkah membelakanginya membuatnya sedikit berpikir. Tidak tahu entah karena apa ia bisa memiliki perasaan serumit ini. Hanya saja, ia benar-benar tidak ingin bayangan gadis itu meninggalkannya, setidaknya untuk saat ini.
Engfa menghentikan langkahnya. Pertanyaan itu membuatnya berbalik ketika ia yakin pertanyaan itu diucapkan untuknya. Ia melihat Charlotte masih di sisi pintu utama rumahnya. Berdiri ragu, menutupi keinginannya yang samar namun mendesak ingin dimengerti. Tampilannya yang kesal bercampur dengan tampilan lain yang tidak bisa ia jelaskan.
"Iya." Jawabnya seperti tidak punya pilihan kata yang lain.
Batin Charlotte meronta kesal. Gadis Waraha ini kenapa sih bisa membuatnya sekacau ini? Untuk malam ini, ia senang melihat bayangan Engfa. Bayangan yang nyata dari sosok yang beberapa kali ingin ditemuinya. Ia tidak ingin apa yang terjadi hari ini menjadi sia-sia. Meskipun ia tidak tahu alasan apa yang membuat gadis ini sampai datang ke rumahnya, tetapi Charlotte benar-benar tidak ingin melewatkannya.
"Kau harus menjelaskan alasanmu datang ke sini."
Engfa paham. Ia tidak mengubah posisinya. Menatap Charlotte dari jarak sejauh itu tidak membuatnya keberatan. Tetapi gadis lainnya merasa tidak suka.
"Kau tidak menjawab panggilanku. Jadi kupikir aku harus menemuimu."
Salahkah jika tiba-tiba Charlotte merasakan aneh di dadanya? Padahal Gadis Waraha ini tidak mengatakan hal yang menarik. Tidak memujinya cantik. Tidak memberikannya hadiah. Tetapi kenapa hanya dengan kalimat itu saja seakan bisa membuatnya takjub?
"Kau yakin hanya itu?"
Engfa menimbang sebentar. Mereka masih berjarak beberapa meter dalam dialog aneh ini. Dilingkupi gelapnya malam dan sedikit keheningan. Ia memastikan jika tidak ada alasan lain yang ia sembunyikan. Meski ada satu hal yang baru saja ia ingat. "Mungkin karena waktu itu kau bilang jika kau juga ingin bertemu denganku."
Charlotte merasa permukaan kulitnya membeku. Angin malam bekas tetesan hujan berhembus menghampirinya. Apalagi gaun malamnya sudah jelas tidak perlu dipertanyakan ketebalannya. Sangat tipis. Tapi mungkin bukan itu yang membuatnya meringis.
Melainkan ucapan dari bibir gadis Waraha ini.
Charlotte merasa terusik. Ia tergerak untuk mendekati posisi Engfa yang dimana seperti tidak ada niat untuk gadis itu memperpendek jarak diantara mereka. Tetapi saat Charlotte baru mulai bergerak, Engfa mengangkat tangannya dan menghentikannya. Sontak, Charlotte menurut.
"Tetaplah di sana. Pakaianmu terlalu tipis."
Lihatlah gadis ini. Masih tetap mempersalahkan penampilan gadis si penghuni rumah.
Apa Engfa khawatir dengan pakaian Charlotte? Apa yang harus dikhawatirkannya? Hanya ada mereka berdua di sana. Tidak terlalu banyak orang yang berlalu-lalang. Jika pun ada, tidak terlalu banyak peluang untuk melihat apa yang Charlotte kenakan. Lagi pula apa hubungannya dengan gadis kaya ini? Yang rugi pun nanti bukan dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Blue Gaze
FanfictionCharlotte Austin tertarik pada Engfa Waraha. Orang yang hampir dibencinya karena sebuah kesalahpahaman.