Air mata Engfa

539 44 0
                                    

Acara makan siang mereka telah selesai.

Ketika Engfa ingin berbalik ke kamarnya, Aoom tidak mengijinkannya. Ia menghentikan langkah Engfa ketika putri sulung itu berniat meninggalkan mereka.

Nack menggembungkan pipinya seperti anak-anak ketika ia melihat Aoom sudah memasang raut wajah yang serius. Bisa dibayangkan jika aura yang terpancar dari dua kakaknya ini akan sangat menegangkan.

Tapi selama Engfa belum menunjukan taringnya, itu tidak menjadi masalah.

Engfa masih ogah-ogahan menuruti kemauan Aoom. Seluruh badannya masih terasa pegal. Entah apa yang ia lakukan tadi malam sampai rasa sakitnya tidak hilang-hilang.
Benar dugaan, Tina. Engfa tidak akan mengingatnya.

“Bicara yang baik ya. Seperti layaknya kakak-adik.” Usul Tia memberi masukan.

Engfa mengangkat alisnya. Menggembungkan pipinya seperti yang dilakukan Nack barusan. Dan kembali duduk diposisinya semula.

“Aku sudah muak melihatmu seperti ini. Bisakah kau melakukan sesuatu yang mencerminkan tindakan seorang kakak? Oh tidak perlu menjadi seorang kakak. Bisakah kau tunjukan rasa hormatmu sebagai seorang manusia?” Aoom akhirnya bersuara. Tiba-tiba saja.

Setelah sekian lama ia menahan suara itu ditenggorokannya.

Tia langsung memberikan pandangan tajamnya pada Aoom. Padahal baru saja Tia mengingatkan, tapi Aoom pura-pura tak tahu. Karena sudah cukup lama ia simpan kekesalan ini.

Ia selalu menghindari berbicara dengan Engfa karena inilah yang mungkin akan terjadi.

Ia memang sedikit bicara dengan Engfa. Meski mereka serumah, tetapi interaksi mereka sangatlah minim.

Aoom menghabiskan waktunya untuk bekerja. Sedangkan Engfa, jika tidak ada tawaran shooting, ia hanya akan bermain-main. Tapi lebih banyak main-mainnya.

Engfa lantas tidak serta-merta menyaring perkataan Aoom. Terserahlah ia mau bicara apa. Engfa tidak peduli. Semakin ia diam. Semakin cepat suasana pengadilan ini berakhir.

Nack menimbang-nimbang. Ia memandang Tia memberi kode, apakah ia bisa meninggalkan mereka atau tidak. Tak ada artinya juga ia berada di sana.

Apalagi kalau-kalau omongan Aoom lebih menyakiti dari pada ini.

Nack tidak bisa memilih siapa yang harus ia bela.

Engfa selalu membuat onar. Tidak ada poin untuk menaruh simpati padanya.

Tapi bukan berarti Aoom tidak punya kekurangan. Meski Nack tidak bisa menemukannya.

Zzrrtttttt

Ponsel Aoom bergetar.

Tia langsung menoleh ke layar ponsel yang tak jauh dari jangkauan tangannya. Ia tahu Aoom akan mengabaikannya. Tapi ia memilih untuk meraihnya dan mengangkatnya.

Tia tidak pernah segan melakukan hal itu, jika tidak ada nama penelpon yang tertera di layarnya. Dan Aoom tidak masalah dengan tindakan Tia.

“Tidak. Itu jelas sudah dibatalkan dan tidak perlu mengajukannya kembali.” Suara Tia terdengar oleh semua orang. Berbicara dengan seseorang di seberang sana.

Tina dan Nesa masih ada di sana. Mereka tetap berada di posisi yang sama.

“Maaf. Kau tidak perlu memaksa kami. Kami- Engfa?”

Semua orang memandang Tia ketika nama itu keluar dari mulutnya. Aoom juga sama. Tatapannya menjadi aneh.

Nesa menebak mungkin itu ada hubungannya dengan kerusuhan yang Engfa sebabkan beberapa hari lalu yang menjadi alasannya kembali ke rumah ini.

New Blue GazeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang