Tina menepikan mobilnya sesuai arahan yang Charlotte berikan. Ini adalah sebuah perusahaan yang tidak terlalu dikenalnya.
"Di sini tempatmu bekerja?" Tina menundukkan kepalanya agar pandangannya bisa lebih leluasa melihat apa yang ada di luar sana.
"Iya. Terimakasih sudah mengantarku."
"Apa kau mau dijemput nanti? Kabari Engfa jika butuh tumpangan." Tina menawarkannya lembut. Seperti ia yang punya kuasa untuk mengatur jadwal majikannya.
Charlotte tersenyum. Selesai memandang Tina, ia memandang Engfa yang sejak tadi hanya diam memperhatikan.
Kemudian ia membuka pintu mobilnya. Namun sebelum ia melangkah keluar, Charlotte menghadiahkan sebuah kecupan ringan di pipi Engfa. Tina melihatnya dari pantulan cermin.
"Aku pergi dulu ya." Serunya berlalu.
Setelah Tina mendengar suara pintu tertutup, ia memandangi Engfa dengan cengiran penuh godaan. Engfa tidak terlalu banyak mengekspresikan diri. Jadi Tina tidak ingin terlalu menggodanya.
Sementara itu, Meena melambaikan tangannya pada Charlotte yang baru saja mereka tinggalkan.
"Apa yang kalian lakukan tadi malam?" Tina mulai penasaran. Ia mencuri pandang dari pantulan cermin. Mengundang rasa penasaran dari Meena.
"Apa yang terjadi?" Tanya Meena polos seperti ketinggalan berita.
"Meena," Engfa menyebut nama Meena dengan suara yang berat. Yang dipanggil menoleh, menunggu ucapan selanjutnya dari majikannya. Engfa mengabaikan pertanyaan Tina yang ditujukan padanya.
"Bantu aku untuk mencari tahu apapun yang berhubungan dengan Charlotte Austin."
Mendengar itu, Tina terkejut. Pandangan Engfa berubah cukup serius. Tina tidak bisa menebak apa yang dipikirkan gadis ini saat ini. Ia tidak seperti Engfa yang ia kenal. Untuk apa mencari tahu tentang Charlotte?
"Ada apa? Bukannya kalian berteman?" Meena ikut bingung. Itu sudah cukup mewakili apa yang ingin ditanyakan oleh Tina.
"Lakukan saja perintahku. Dan kabari aku bulan depan."
Tina semakin bingung. Biasanya gadis ini jika butuh sesuatu, ia akan memaksa mendapatkan apapun yang ia mau. Tapi, bukankah sebulan adalah waktu yang cukup lama?
"Apa yang terjadi, Fa?" Tina memberanikan diri untuk bertanya. Ia kenal Engfa. Tapi untuk kali ini Engfa bukan seperti yang ia kenal.
"Aku hanya ingin tahu."
.
.Engfa tidak peduli dengan penampilannya. Salahkan Meena yang tidak membawakannya pakaian ganti. Sebenarnya jika Charlotte tidak mengajaknya bercinta, ia masih sempat kembali ke rumah, dan mengganti pakaiannya. Tapi memang Tina pun baru datang saat mereka hampir menyelesaikan acara pelepasan birahi. Tidak bisa disalahkan juga.
Meena menyadari jika beberapa mata memandang ke arah Engfa dengan tatapan aneh. Ini adalah salah satu bagian dari perusahaan besar Waraha. Tidak hanya sumber daya manusia yang berkualitas, mereka juga mengutamakan penampilan sebagai poin penting. Tidak ada yang menduga jika Engfa hanya memakai celana pendek dan dengan lantang berjalan menelusuri gedung mewah itu.
Ia ingin datang menemui Malin.
Engfa memberontak saat beberapa pengawal tidak mengijinkannya masuk. Tapi ketika Meena menjelaskan siapa Engfa, akhirnya mereka menyerah.
Pintu ruangan besar itu terbuka. Engfa menemukan Malin dengan beberapa orang yang tidak penting untuk Engfa kenal.
Sepertinya mereka sedang membicarakan sesuatu yang penting. Tapi Engfa tidak peduli. Malin tersenyum kecut untuk meninggalkan kesan santun pada lawan bicaranya, saat ia melihat Engfa di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Blue Gaze
FanfictionCharlotte Austin tertarik pada Engfa Waraha. Orang yang hampir dibencinya karena sebuah kesalahpahaman.