Nack menutup macbook-nya. Tugasnya selesai. Dan ia akan segera pergi menemui Jinny disuatu tempat. Mereka akan menghadiri party kecil undangan dari adik tingkatan yang mereka kenal dari club tennis yang mereka ikuti.
"Aku mau bicara denganmu." Tapi Aoom tiba-tiba datang menodongnya dengan kalimat yang terkesan memaksa. Sebenarnya masih ada waktu empat puluh lima menit lagi bagi Nack untuk bersiap. Tapi, tidak ada yang bisa membuat sepi jalanan Bangkok jika sudah menjelang malam begini. Waktu mulainya pukul delapan malam.
Aoom tidak pernah meminta ijin dari Nack untuk masuk ke kamarnya. Semuanya, Aoom yang punya kuasa. Aoom duduk di salah satu kursi gamer milik Nack. Memandang adiknya itu dengan tatapan yang tajam.
"Aku tidak bisa. Aku mau pergi." Nack berusaha mengabaikan. Tapi, Aoom tidak terima diperlakukan begitu. Ada hal yang membuat Aoom kesal. Dan Nack harus bertanggungjawab karenanya.
"Aku tidak peduli kau mau kemana. Tapi, jelaskan padaku lebih dulu, berapa banyak uang yang kau pakai selama ini?" Aoom menggeram. Patcha mendapat peringatan dari pihak Bank bahwa ada pengeluaran berskala besar yang dilakukan Nack atas rekeningnya. Sebenarnya itu tidak masalah untuk pihak Bank, mereka tidak akan merasa dirugikan. Hanya saja, dana yang cair dengan nilai drastis ada baiknya menjadi notifikasi untuk keluarga Waraha. Jika tidak, takutnya pihak Waraha lah yang akan menuntut mereka di kemudian hari. Jadi, ini lah yang terjadi.
"Kau menyelidikinya?" Nack membalasnya marah.
"Aku tidak perlu menyelidikimu. Aku tidak punya waktu untuk itu. Jawab saja pertanyaanku." Aoom mencoba menekan amarahnya. Jika uang yang digunakan untuk sesuatu yang bermakna, Aoom tidak akan keberatan. Tetapi, jumlah yang dipakai dalam kurun waktu selama ini, sangat janggal baginya.
"Aku tidak mau bicara padamu." Nack masih kesal mengingat segala yang terjadi antara ia dan Aoom masih butuh waktu untuk disembuhkan.
"Oke. Terserahmu. Tapi aku akan membekukan rekeningmu." Aoom bangkit. Tidak ada tawaran lagi baginya untuk bicara dengan baik pada gadis kecil ini. Sudah ia harus mengurus perusahaan, ia juga harus mengasuh anak kecil seperti Nack.
Nack tidak terima.
"Aku tidak mau. Kau tidak boleh melakukan ini padaku!" Nack berteriak kesal. Tapi Aoom tidak peduli. "Merengeklah datang padaku, sampai kau yakin kau bisa melampauiku." Ucapnya sebelum ia menghilang dari sana.
Selama ini, Aoom tidak pernah mencampuri urusan Nack. Selama raga dan jiwa gadis itu masih menyatu, ia akan membiarkannya melakukan apapun yang ia mau. Nack sebenarnya orang yang penurut. Hanya saja, jika ia sudah membangkang, kepalanya bisa sekeras batu.
"Apa katanya?" Patcha ternyata menunggu diluar kamar Nack. Menyambut Aoom keluar dari sana dan mereka melangkah bersama ke tujuan yang sama juga. "Bekukan semua akses dan rekeningnya. Aku akan memberinya sedikit pelajaran." Serunya tanpa memandang Patcha.
"Jadi dia tidak mau cerita kemana uangnya dia gunakan?" Sampai di ruangan, Patcha duduk tidak jauh dari Aoom. Ia memperhatikan gadis itu menunduk dan berpikir keras. Uang sebanyak itu? Kenapa mereka bisa kebobolan seperti ini?
"Aku hanya menggunakannya untuk membayari teman-temanku." Patcha menoleh ketika Nack sudah masuk ke ruangan Aoom. "Itu tidak banyak." Nada bicaranya sedikit berbeda dari yang tadi. Kali ini sedikit lebih merendah.
"Kau yakin jika kau hanya membayari mereka? Laporannya terlalu banyak." Patcha menimpali lebih dulu. Sepertinya ada yang tidak beres di sini. Atau ada yang menyamarkan kenyataan? Mungkin Nack berbohong.
Nack menunduk. Ia tahu ia bersalah. Tapi, ia tidak tahu jika kesalahannya mampu membuat Aoom semarah ini. "Katakan padaku kemana kau buat uangnya?" Aoom berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Blue Gaze
FanficCharlotte Austin tertarik pada Engfa Waraha. Orang yang hampir dibencinya karena sebuah kesalahpahaman.