"Tidak ada luka yang fatal. Hanya geger otak ringan." Patcha memberi informasi setelah ia menerima telpon dari seseorang.Ini sudah pukul tiga subuh dan Aoom harus berkutat dengan masalah Engfa.
"Kenapa tidak mati saja sekalian." Umpatnya menahan kesal. Kakaknya itu selalu membuat masalah. Dan ia yang selalu menyelesaikan semuanya.
"Aku harus bicara dengan mereka sebelum polisi menanganinya." Patcha memang memiliki kualitas yang berbeda. Sepertinya ia sudah terbiasa menangani anak-anak yang bermasalah. Saat Tia memberi tahu jika Engfa melakukan pemukulan pada seseorang di club malam, Patcha langsung menelpon Tina. Memintanya mengurus sesuatu sambil mereka bisa melakukan sesuatu yang lain.
Engfa meraih tangan Meena setelah gadis itu panik. Ia tidak yakin pada dirinya sendiri jika ia baru melakukan itu. Memukul seseorang dengan tangannya sendiri. Dan seseorang itu kini tergeletak tak berdaya di depannya.
"Meena.. Meena.. dengarkan aku." Engfa masih berada dibawah pengaruh alkohol. Dan berharap ia masih bisa menggunakan otaknya untuk berpikir. "Jangan pernah mengaku jika kau yang melakukannya. Aku yang akan bertanggung jawab."
Meena menatap Engfa seperti kesadarannya tidak berada ditempat. Ia masih panik apalagi setelah orang-orang mulai menyadari apa yang terjadi. "Bukan kau yang melakukannya. Tapi aku." Engfa menyisakan kesadarannya untuk meyakinkan Meena.
Gadis itu mengangguk.
.
.Tina menatap Engfa yang sedang terlelap. Meena berada di sampingnya. Memberikan tubuhnya agar menopang gadis mabuk tersebut. Membiarkan gadis ini tertidur adalah pilihan paling baik. Jika tidak, ia hanya akan membuat masalah semakin bertambah buruk. Mereka sedang menunggu di ruang pribadi rumah sakit yang sedang memeriksa Jeff.
"Kau yakin ini tidak masalah?" Meena masih merasa takut. Meskipun mereka sudah tahu jika Jeff tidak terluka parah, tapi bayangan rasa panik itu masih menjalar ditubuhnya. Meena tidak pernah melukai siapapun. Tapi kejadian tadi membuatnya tidak terima. Ia menatap Tina yang mulai tenang. Sejak tadi, Tina bekerja menyelesaikan masalah. Menyuruh orang-orang yang Tia kirimkan untuk membersihkan semua kekacauan. Seperti ia sudah sangat terampil melakukannya.
"Percaya saja padanya." Tina mencoba tersenyum meski perasaannya sedang lelah. Ia menatap Engfa sekali lagi. Gadis ini tidak pernah berhenti membuatnya kagum, meski dalam hal lain.
"Tapi bagaimana jika dia mendapatkan masalah karena mengakui kesalahan yang tidak dibuatnya?" Meena masih tidak tenang. Membiarkan Engfa menanggung semuanya.
"Kau sudah bertanya ini beberapa kali, aku juga punya batas kesabaran." Tina mulai kesal. Sejak tadi ia sudah memastikan Meena untuk tidak mengungkit rahasia ini. Tapi gadis ini masih tidak bisa mengontrol dirinya. Dan Tina berusaha memakluminya.
Meena menunduk.
"Dengar. Kau mau jika kau dituntut? Kau akan diusir dari keluarga ini dan hidupmu, aku tidak bisa membayangkannya. Biar Engfa yang bertanggung jawab. Tidak ada siapapun yang bisa menyalahkannya. Percaya padaku. Dan percaya lah padanya. Dia hanya ingin menyelamatkanmu." Semoga Meena tidak lagi bertanya atau menyalahkan dirinya lagi.
Patcha tiba di rumah sakit. Orang-orang di sana mengarahkannya ke tempat Engfa menunggu. Rumah sakit ini salah satu yang diolah oleh Tia. Jadi, setidaknya ini adalah perkara yang mudah untuk mengurus mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Blue Gaze
FanfictionCharlotte Austin tertarik pada Engfa Waraha. Orang yang hampir dibencinya karena sebuah kesalahpahaman.