Untuk kali ini Tia benar-benar habis kesabaran. Semua masalah menghampirinya hampir bersamaan. Ia harus bertanggung jawab pada para petinggi Waraha. Memberikan jaminan bahwa ia bisa menjaga Engfa yang tidak habis-habisnya membuat masalah. Belum lagi memikirkan Meena yang tadi baru pamit untuk bertemu Sun. Juga, perkara negosiasi damai yang sedang diurus Patcha. Dan masalah lainnya. Terlalu banyak tekanan dari semua pihak yang dihadapinya.
Sedangkan orang yang seharusnya bertanggung jawab malah bersenang-senang dengan gadis lain.
"Kau benar-benar keterlaluan, Fa. Aku disini membantumu sampai melupakan semua kehidupanku. Tapi perbuatanmu malah seperti ini." Tia mengamuk. Ia benar-benar kesal. Charlotte menunduk merasa bersalah.
Aoom hanya diam menyaksikan amarah Tia yang memuncak. Tia jarang berlaku seperti ini. Apalagi pada Engfa. Biasanya ia hanya akan mengalah. Sekarang, ia benar-benar tidak bisa membendungnya lagi.
"Jika kalian mengetuk pintu lebih dulu. Ini tidak akan terjadi." Engfa masih mau mengelak. Itulah kenapa ia tidak suka seseorang masuk tanpa mengetuk pintu kamarnya. Seharusnya ia yang marah. Tapi itu bukan salah Tia, Aoom yang duluan melangkah, Tia juga sudah memperingatkannya. Tapi, Aoom tidak akan pernah menurut pada Engfa. Ia memang sengaja melakukannya. Tetapi, untuk pemandangan yang mereka saksikan, ia tidak pernah menyangkanya.
"Aku menyerah dengan keluarga ini."
Tia menghempas semua dokumen yang sejak tadi ia bahas dengan Aoom. Mereka membawa itu untuk menyerahkannya pada Engfa. Tapi, keadaannya jadi berubah. Charlotte terkejut. Ia bingung harus apa di sana.
"Tia.." Aoom menahan ketika Tia melangkah pergi. Panggilan Aoom tiada arti. Jarang-jarang Tia bersikap seperti ini. Tapi, mungkin mereka harus memberi waktu untuknya istirahat. Sejak tadi malam ia tidak tidur karena mengurus masalah Engfa.
Aoom memandang Engfa dan Charlotte bergantian setelah Tia memutuskan untuk tidak kembali. Ia ingin bertanya banyak hal pada mereka berdua. Tapi ia merasa lelah untuk bersuara.
Ia sempat tidak percaya dengan apa yang dilihatnya tadi. Juga tentang Engfa. Ia tidak tahu jika kakaknya ini juga memiliki ketertarikan pada wanita seperti dirinya, meski itu pun masih disembunyikannya. Ia tidak mau orang-orang tahu. Apalagi sampai mengetahui jika orang yang ia cintai adalah Tia. Sepupunya sendiri. Itu seperti melakukan dua pelanggaran besar. Meski ia tahu jika menyukai wanita tidak lagi perlu dipermasalahkan di negeri ini.
Juga, Charlotte? Sejak kapan mereka berhubungan? Aoom pikir mereka hanya teman. Dan, bukankah artinya Charlotte juga memiliki ketertarikan dengan wanita?
Bertemu dengan Aoom dengan cara seperti ini bukanlah hal yang diinginkan Charlotte. Bagaimana jika Aoom mengungkap bahwa mereka telah saling mengenal lebih dulu. Di depan Engfa? Charlotte belum siap. Apalagi jika ia merasa bahwa Aoom seperti tidak menyukainya. Ditambah dengan kasus seperti ini. Mungkin ia akan benar-benar menelanjanginya.
"Kau. Siapa namamu?"
Tapi sepertinya Tuhan mendengar harapnya. Aoom bertanya namanya. Seperti mereka tidak saling mengenal. Lantas ia langsung berubah pikiran. Sepertinya Aoom tidak seburuk yang ia duga.
"Charlotte Austin." Seperti anak kecil yang akan diadili ketika melakukan kesalahan, Charlotte mengangkat wajahnya menatap Aoom.
"Ada hal yang belum kau selesaikan dengannya? Atau apa aku harus menunggu diluar sampai kalian selesai dengan hal yang tidak terselesaikan tadi?" Aoom melipat tangannya. Tatapannya pada Charlotte sedikit lebih tajam dari biasanya.
Charlotte mengerti. Ia mengikuti alur yang sedang diciptakan Aoom. Ia menatap Engfa dan mencoba pamit. Ia harus memberi ruang pada keluarga ini untuk mengurus masalahnya. Charlotte sangat menyesal dengan apa yang terjadi. Apalagi jika sampai Tia semarah tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Blue Gaze
FanfictionCharlotte Austin tertarik pada Engfa Waraha. Orang yang hampir dibencinya karena sebuah kesalahpahaman.