"Kau pasti sangat beruntung jika mendapatkannya." Tina menyuap mulutnya sendiri dengan buah sisa yang ia temukan di lemari es. Ia sedang membicarakan Engfa pada Charlotte.
Mereka duduk di bar dapur, seperti menunggui Engfa dan Meena sedang menyiapkan makanan. Memasak sesuatu dengan persediaan yang ditemukan di dalam kulkas.
Tina menjaga intonasi suaranya untuk tetap rendah agar Engfa tidak mendengar apa yang sedang ia bicarakan dengan si gadis pemilik rumah.
Charlotte memperhatikan dengan seksama layaknya obrolan mereka akan ada hubungannya dengan rencana perang dunia ketiga.
"Lihat saja. Dia bisa segalanya." Tina memiringkan kepalanya mengarah pada Engfa agar Charlotte melihat bagaimana terampilnya Engfa mengolah makanan di atas wajan. Charlotte tidak tahu apa yang sedang dibuat gadis itu. Tapi, dari aromanya sepertinya enak.
Engfa menggulung lengan panjang kemeja putihnya sampai ke siku. Kacamatanya menggantung setengah. Sedikit menyebalkan karena Charlotte terlihat sangat ingin memperbaiki letaknya; mendorongnya agar kembali ke pangkal hidungnya dengan posisi sempurna.
Rambut lembut dan panjangnya terurai, fokusnya seperti tidak ingin terbagi pada apapun selain masakannya. Itu sangat terlihat dari sorot matanya. Dan di sisi lain, Meena membantu menyiapkan sesuatu tanpa arahan. Seperti ia sudah paham apa yang diinginkan gadis itu.
Charlotte terkesima. Ekspresi fokus Engfa membuatnya cukup bangga akan dirinya sendiri karena setidaknya ia sudah pernah berada dipelukan gadis ini. Pernah menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam dan mengecup bibirnya.
Perhatian Charlotte jadi tertuju pada bibir Engfa yang merah dan basah. Pikirannya yang liar membuatnya tanpa sadar menjilat bibirnya sendiri.
"Kau selapar itu?" Ledek Tina yang bisa membaca apa yang sedang Charlotte pikirkan. Iya. Charlotte memang sedang lapar, makanya Engfa memasakan sesuatu untuknya. Tapi, yang Tina maksud bukan jenis lapar yang itu. Pasti, charlotte memikirkan hal lain tentang Engfa.
Charlotte menutupi kepanikannya. Tapi, ia tahu jika di depan Tina segalanya akan terlihat percuma.
"Kau sangat menyukainya?" Tina mulai ingin mengorek informasi menarik. Hitung-hitung sambil menunggu dua koki andal mereka selesai dengan tugasnya.
"Ti-tidak. " Charlotte mengelak. Ingin pergi, tapi kakinya sedang sakit. Ia tidak ingin menyia-nyiakan langkahnya untuk terlalu banyak bergerak. Apalagi Engfa memintanya untuk tetap diam di sana.
"Jangan membodohiku. Ini saranku padamu jika kau menyukainya." Tina memandang Charlotte dengan mode sigap. Seperti ia ingin membicarakan hal yang serius dan hanya mereka berdua yang tahu.
Charlotte pun seakan siap untuk mendengarkan. Ia menyisip sisa-sisa rambut berantakan ke belakang telinganya.
"Setahuku, dia tidak pernah punya hubungan dengan wanita. Tapi yang kulihat dia tidak pernah berniat untuk menghindar darimu. Padahal sejak dulu banyak gadis yang mengungkapkan cinta padanya dan dia menolak."
"Kau serius?" Charlotte tidak pernah tahu jika ternyata banyak gadis yang mengejar pujaan hatinya itu. Ia jadi sedikit jengkel membayangkan Engfa digoda oleh gadis-gadis lain selain dirinya.
"Lihat saja sendiri. Dia sangat cantik. Kadang terlihat sangat tampan. Dia punya karisma yang membuat siapa saja pasti tidak ingin melewatkan kehadirannya. Dan para gadis jaman sekarang menyukai itu."
Tina bisa melihat pandangan Charlotte yang mulai berbeda, gadis itu jadi ingin memperhatikan Engfa yang sedang menyelesaikan tahap akhir dari kegiatannya. Tina merasa tergelitik. Sangat mudah ternyata untuk membuat Charlotte terpancing oleh ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Blue Gaze
FanfictionCharlotte Austin tertarik pada Engfa Waraha. Orang yang hampir dibencinya karena sebuah kesalahpahaman.