Kebaikan

430 53 1
                                    

Semua orang tentu memiliki rahasianya masing-masing. Charlotte sangat memahami itu. Ia tahu jika Engfa tidak akan mau membicarakan apapun padanya. Ia tidak memaksa. Sejak masuk ke dalam mobil, Charlotte tidak mendapati gadis ini bersuara sepatah kata pun. Ia hanya diam dan memandang ke luar. Entah apa yang sedang dipikirkannya sampai ia tidak menyadari jika Charlotte menyuruh Meena untuk mengarah ke tempat yang berbeda.

Meena mengemudikan mobil milik Charlotte dengan hati-hati. Baginya tidak cukup sulit untuk beradaptasi. Ia menawarkan diri untuk mengemudi karena ia yakin Engfa akan tetap memilih untuk duduk di belakang kemudi. Meena tidak tahu alasannya. Hanya saja ia sudah mempelajari kebiasaan bosnya itu.

Jadi, ia menawarkan diri pada Charlotte agar gadis itu duduk di samping Engfa. Menemaninya.

Charlotte jadi ingat saat-saat dulu pertama kali ia mengenal Engfa. Saat pertama kali ia duduk di samping Engfa persis seperti yang terjadi saat ini.

Gadis itu selalu menyukai tampilan Engfa yang diam dan tenang, seakan memberi waktu padanya untuk memperhatikan apa yang ada padanya.

Tapi, kesabaran Charlotte ada batasnya. Ia mengangkat tangannya meraih tangan Engfa. Membuat Engfa tersadar dari lamunannya dan menoleh menatap Charlotte sebelum berpindah menatap tangan mereka yang sudah saling menggenggam.

"Boleh aku menggenggam tanganmu?" Tanyanya saat Engfa kembali menatap wajah gadis cantik itu.

Charlotte tersenyum lembut. Engfa merasakan pandangan itu terlihat begitu tulus untuknya.

"Kau sudah melakukannya." Engfa sudah mendapati Charlotte menggenggam tangannya sebelum gadis itu meminta ijin padanya.

"Aku takut kau tidak menyukainya."

Engfa berusaha menutupi pikirannya dengan sentuhan yang Charlotte berikan. Ia memperhatikan Charlotte bermain di tangannya. Melakukan hal-hal yang menyenangkan. Dan itu sedikit bisa mengurangi sakit kepalanya.

Setelah hal yang menyenangkan itu usai, Engfa baru menyadari jika jalan yang mereka lalui berbeda dari jalan kembali ke rumahnya.

Meena menepi. Engfa memperhatikan tempat ini dengan seksama. Ia tidak paham kenapa Meena berhenti di tempat ini. Sebuah taman yang cukup ramai jika di sore hari. Namun saat malam tempat ini jadi terlihat berbeda.

Engfa sering melewati tempat ini saat ia remaja dulu. Meski saat dulu jauh lebih ramai dibanding saat sekarang.

"Aku sudah lama tidak ke sini. Kau harus menemaniku." Charlotte membuka pintu mobilnya. Memberi kode pada Meena agar ia tetap di sana. Untung Meena cukup pengertian. Ia tidak seperti Tina yang kadang menatap mereka dengan ekspresi mengejek.

Engfa menyusul langkah kaki Charlotte yang menarik tangannya untuk masuk ke area taman. Ia tidak banyak bertanya. Ia hanya menurut saja.

Sudah lama Charlotte ingin ke sini. Ia sangat menyukai tempat ini. Tapi ia tidak punya waktu maupun teman. Mana ada orang yang mau diajak ke tempat seperti ini. Bahkan Heidi selalu mengajaknya ke club malam.

"Aku tahu ini tempat yang sederhana. Tapi aku harap kau tidak menilainya buruk." Seru Charlotte, khawatir Engfa tidak menyukainya.

"Kenapa kau berpikir aku akan menilainya buruk?" Tanya Engfa sedikit penasaran.

"Entahlah. Mungkin karena kau-"

"Keluarga Waraha?"

Charlotte merasa tidak enak. Ia tahu Engfa tidak suka jika ia membahas masalah keluarga. Ia belum terlalu terbiasa.

Tapi Engfa tidak begitu ambil pusing. Ia melebarkan langkahnya ketika melewati genangan air yang cukup besar. Siang tadi Bangkok memang diguyur hujan. Mereka masih tetap berpegangan sampai Charlotte menemukan tempat yang tepat untuk mereka duduk dengan nyaman.

New Blue GazeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang