Bagaimana jika

443 36 1
                                    

"Kau itu ya benar-benar menyebalkan."

Sejak tadi Charlotte berusaha membujuk Mee. Wanita itu masih kesal pada Charlotte karena meninggalkan ayahnya meski Mee sudah bilang ia tidak bisa.

"Aku tiba-tiba ada keperluan mendesak. Lebih lama menjaga Ayah kan tidak ada salahnya." Charlotte bersikap manis. Ia memeluk lengan Mee dan merengek seperti bayi agar Mee tidak menyimpan kesal padanya lagi.

"Tidak ada salahnya, matamu!" Mee mendorong kening Charlotte agar gadis itu melepas pelukannya. Mengingat waktu lalu ia harus menjaga Ayah Charlotte lebih lama. "Aku mana boleh meminta ijin seenaknya, aku jadi kena marah karenamu." Mee jadi kelabakan karena harus menambah waktu lagi untuk menemani ayah Charlotte.

Padahal, Ayah Charlotte juga telah bilang jika ia bisa sendiri. Tetapi Mee pun tidak enak membiarkannya begitu saja. Akhirnya ia jadi membawanya pergi ke tempat lain lagi. Tapi, Mee pun sebenarnya tidak keberatan. Hanya saja, ia sudah meminta ijin lebih dahulu. Dan menambah waktu lagi membuat pekerjaannya terganggu dan kena ceramah.

Mee adalah kerabat jauh Charlotte. Mereka memiliki hubungan itu dari keluarga besar ibunya Charlotte. Kebetulan Mee adalah anak dari sepupu jauh ibunya Charlotte. Tapi karena mereka sudah mengenal sejak kecil, mereka lumayan sering berinteraksi. Meski tidak sesering mungkin.

"Ya udah. Nanti kubelikan sesuatu." Seru Charlotte membujuk.

"Kalau kuminta mobil bagaimana?"

"Es krim saja ya." Charlotte menggoda.

Charlotte baru punya waktu menemui Mee malam ini karena beberapa hari lalu ia harus mengurus pabriknya. Mee juga punya banyak kerjaan yang membuatnya tidak bisa bertemu Charlotte sesuka hati. Ia harus memiliki waktu yang tepat. Jadi, setelah kejadian beberapa hari lalu, mereka baru bisa bertemu hari ini.

"Kapan paman kembali?" Mee menarik cemilan dari tangan Charlotte. Mereka duduk di sofa milik Mee di apartemen kecilnya. Mereka sengaja meluangkan waktu untuk menonton drama Korea favorit Mee yang kadang membuatnya sangat menikmati hidupnya.

"Dua hari lalu. Dan Ayah menitip salam padamu."

"Tidak usah merayuku. Aku masih kesal padamu." Mee tahu jika itu hanya akal-akalan Charlotte saja agar ia sedikit lunak. Dan itu membuat Charlotte tertawa.

"Tapi, seberapa mendadaknya pekerjaanmu sampai kau tidak bisa menjemput Ayahmu?"

Charlotte mempertahankan ketenangannya. Pertanyaan barusan mengingatkannya akan kejadian lalu. Saat ia, Engfa, Tina dan Nesa bersama. Dan bayangan akan wajah Engfa yang menangis pun tak luput dari ingatannya.

Mee melihat perubahan ekspresi di wajah Charlotte. Tidak berlebihan memang, tapi masih bisa disadarinya. Tapi ia tidak begitu ingin bertanya. Mungkin akan ada waktunya. Meski ia pun sebenarnya tidak begitu terlalu peduli. Ia masih sangat menjaga ruang pribadi orang lain. Ia tidak mau mengurusi hal yang bukan urusannya. Meskipun itu Charlotte, yang bisa dikatakan kerabatnya.

"Aku ingin bertanya padamu," Belum lama terdiam, Charlotte mengubah pembicaraan. Ia memilih untuk tak menjawab pertanyaan Mee, melainkan malah memberi sebuah pertanyaan. "Apa kau kenal dengan Engfa Waraha?"

Mee tertegun sebentar. Ia menatap mata Charlotte yang cukup serius dengan pertanyaannya. Jelas ia mengenal gadis itu. Tapi, apa Charlotte mengenalnya? Apa hubungannya dengan Engfa?

"Putri sulung Waraha yang bermasalah?" Mee membalas pertanyaan Charlotte dengan pertanyaan lain.

Charlotte mengerutkan keningnya. Ia mempertajam pengelihatannya pada Mee seakan gadis itu tak memandang dengan jelas Mee yang duduk begitu dekat dan berhadapan dengannya. Rasa penasarannya semakin meninggi sebab kalimat pertanyaan dari Mee membuatnya sedikit bingung.

New Blue GazeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang