1 + 1 = 11

994 62 8
                                    

Charlotte percaya bahwa baginya tidak akan mudah untuk mendapatkan hati gadis ini. Mungkin karena ia juga wanita, jadi ia mengerti bagaimana cara Engfa menghadapinya. Tapi selama Engfa tidak mempermasalahkan bagaimana keintiman yang ia beri, Charlotte tidak masalah.

Meskipun Engfa tidak memiliki perasaan padanya, tapi Engfa tidak benar-benar menolaknya.

"Apa kau siap untuk kita melakukan sesuatu malam ini?" Charlotte hanya menggoda. Ia tidak ingin memaksa. Ia hanya ingin Engfa tidak terlalu memikirkan masalahnya. Apapun itu.

"Kenapa kau melakukan ini?" Engfa penasaran bagaimana bisa gadis ini menyukainya. Ia tidak melakukan apa-apa. Kenapa Charlotte memiliki rasa untuknya.

"Melakukan apa?" Charlotte bertanya. Ia menyentuh alis mata Engfa dan mengelus-elusnya. Engfa bisa merasakan kelembutan di sana.

"Kau bisa terluka."

"Jika kau memang punya niat melukaiku, aku akan pergi."

"Kau keras kepala."

Charlotte menyukai kalimat itu jika Engfa yang mengatakannya. Ia merasa seperti gadis ini akan memaklumi apapun yang ada pada dirinya. Dan masih tetap menerima sifatnya.

"Kau tidak ingin aku terluka kan?" Charlotte mengecup lagi bibir Engfa seperti tidak akan ada yang mampu menghentikannya.

"Kau yang melukaiku. Lihat, tanganku sakit. Kepalamu terlalu berat." Engfa menggerakan tangannya yang masih tertimpa oleh kepala Charlotte, agar gadis itu beranjak dari sana. Ia dapat merasakan jika darahnya tidak lagi mengalir.

Charlotte tidak sepenuhnya menurut. Ia menenggelamkan wajahnya ke dalam dekapan Engfa. Memeluknya erat dan seperti ingin menyelam disana. Ia menghirup wangi tubuh gadis itu seperti mulai terbiasa dengan baunya. Mungkin, jika kelak ia tidak dapat melihat, hanya dengan mencium aroma ini saja ia sudah bisa mengenali Engfa.

"Bagaimana jika kita melakukannya lagi?" Charlotte mengangkat wajahnya. Memperbaiki posisinya dan bertumpuh di dada Engfa. Mengecup lehernya sekilas dan kembali menatapnya.

"Mood-ku sedang tidak baik." Engfa menolak lembut. Ia meraih kepala Charlotte dan menarik ujung rambutnya serta memainkannya.

"Hormonmu sedang tidak stabil. Cara terbaik adalah membuatmu-" Engfa langsung menutup mulut Charlotte dengan tangannya. Baginya Charlotte terlihat seperti gadis baik. Tapi, otaknya terkadang begitu nakal. Ia menebak apa yang akan gadis itu katakan tadi. -basah.

Charlotte tidak menyerah. Ia mencoba menggigit telapak tangan Engfa meskipun itu mustahil dilakukan. Sampai Engfa memilih untuk menarik tangannya. Lalu memandang Charlotte dengan kesal. Tapi Charlotte tidak peduli dengan tatapan itu.

"Aku akan membuka bajuku." Charlotte tiba-tiba bangkit. Meraih kancing piyamanya. Dengan gerakan bergegas ia melakukannya, sebelum Engfa bangkit dan menghentikannya. Charlotte hanya ingin menggoda. Dan itu berhasil.

"Kau gila ya?" Engfa hanya dihadiahi senyuman dari Charlotte. "Aku tidak bisa berada di sini lebih lama lagi." Dan ia bangkit seperti ingin melarikan diri. Gadis ini, Charlotte Austin seperti singa lapar yang tak terkendali.

Charlotte hanya tertawa. Tidak akan mungkin Engfa bisa lari dari genggamannya. Ia menahan gadis itu. Dan menariknya kembali untuk duduk. Setelah gadis itu bisa ia kembalikan ke sofa, Charlotte merangkak menindihnya agar ia tidak bisa bergerak.

"Kau yakin akan menolakku?" Charlotte mengangkat dagu Engfa agar ia bisa lebih leluasa menikmati bibir gadis itu. Melumatnya sedalam mungkin dengan balasan yang imbang dari Engfa.

"Maaf jika aku meragukanmu. Tapi apa kau benar-benar tidak masalah dengan wanita?" Engfa jadi ragu kenapa gadis ini begitu menginginkannya. Tidak mungkin jika ia yang pertama.

New Blue GazeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang