"Mencintai akan kalah dengan yang di cintai."-Bumigora🌷
Happy Reading
______________Barsha yang baru saja keluar dari arah dapur,terdiam mematung di ambang pintu dengan secangkir teh di tangan kanannya. Gadis dengan kaos oblong putih itu menatap wajah teduh bumi yang terlelap dalm tidurnya.
Di dalam hatinya terdapat gelombang perasaan yang sulit untuk di ungkapkan.
"Gue tahu lo nggak bersalah Bumi, jadi bertahan dan buktikanlah." Dalam keheningan siang itu suara pelan Barsha terdengar sambil memandangi wajah Bumi.
Barsha meletakkan kembali teh hangat di atas nakas, membiarkan pemuda itu terlelap pulas dalam mimpjnya. Namun, saat hendak berlalu melanjutkan sebagian perkerjaan rumah yang belum selesai, ia merasakan tangan seseorang mencegah pergelangannya membuat gadis itu menoleh kembali ke arah sang empu.
"Tolong jangan pergi tinggalin aku, kamu pergi ... Ragaku di dunia ini nggak ada artinya," pinta suara lembut yang membuat Barsha berhenti sejenak dan menatap penuh tanda tanya ke arah sumber suara.
"Suka nginggo ni orang," ujar Barsha.
Tangan kekar itu tergenggam erat di pergelangannya, membuat sulit untuk melepasnya.Namun, alih-alih berusaha melepaskan, ia merasakan tangan Bumi terasa dingin dan bergemetar, seolah dirinya di penuhi dengan embun dingin yang merayap perlahan. Barsha, memandang wajah Bumi sekali lagi, melihat ekspresi yang meneyerupai seseorang yang tengah terjebak dalam mimpi buruk tak terucapkan.
***
Perlahan garis jingga di ufuk timur semakin lebar, memancarkan sinarnya yang begitu terik menyeruak dari balik cakrawala menyinari dunia. Bumi membuka kedua netranya yang terpejam selama beberapa jam itu. Dia menoleh ke kanan, kemudian ke kiri. Iris hitam logam itu menelusuri ruangan yang terang akibat cahaya matahari yang menerobos celah gorden. Hingga sudut mata itu menangkap seorang gadis yang tanpa ia sadari sedari tadi sudah berada di depannya dengan posisi yang masih terlelap.
Bumi terpaku di tempat, matanya terbelalak tak percaya. Tangannya tergenggam erat dengan tangan Barsha. Napasnya seakan tertahan di tenggorokan. Ingin rasanya ia melepaskan genggaman itu, namun ada sesuatu yang tak terlihat mengikatnya, membuatnya sulit untuk bergerak.
Di sisi lain, Bumi merasakan kenyamanan yang tak terduga. Sepertinya ia akan membiarkan tangan mereka saling bergenggam lebih lama lagi.
"Gue biarin lo kali ini, Sha," gumam Bumi pelan, sebuah senyum tipis mengembang di bibirnya.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 2 siang, namun ruangan masih terbungkus dalam keheningan yang menyelimuti. Kedua mata yang terpejam perlahan terbuka kembali, Barsha terbangun perlahan dari tidurnya.
Ia merasakan keram dan tetesan-tetesan kecil mengalir di telapak tangan yang terasa hangat. Sepertinya ia sudah terlalu lama membiarkan Bumi mengenggam erat tangannya itu.
Barsha menghembuskan napas perlahan, dengan hati-hati ia berusaha melepas genggaman tangan Bumi. "Ayo Sha, sedikit lagi," ucap Barsha pelan. Sebisa mungkin ia berusaha untuk tidak membuat cowok itu terbangun.
Keringat dingin menetes di pelipisnya, dengan perlahan gadis itu berusaha melepas genggaman Bumi yang sudah sedikit longgar. Sampai akhirnya, berhasil. Di antara helaan nafas yang dalam, perasaan lega menyelimuti dirinya.
"Huft ... untung aja dia nggak bangun, sebaiknya gue pergi aja deh sekarang," ujar Barsha beranjak menuju kamar tidurnya.
Bumi yang telah lama terjaga dan mendengar setiap ucapan gadis itu hanya bisa membantin dalam hatinya, membiarkan kata-kata itu meresap tanpa di sadari oleh Barsha bahwa ia berpura-pura masih terlelap. Merasa Barsha telah pergi, ia pun mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMIGORA
Подростковая литератураBumi, seorang pria yang pernah mengalami patah hati ketika kekasihnya meninggal lalu bertemu dengan sesosok seorang wanita yang membuat hatinya berdebar kembali. Namun, dalam perjalanan mencari kebahagiaan, Bumi harus memutuskan apakah dia akan memb...