Bab 31 : Umbrella

62 20 10
                                    

"Cinta tak perlu alasan untuk kita dapat merasakannya, karena ia datang dengan sendirinya." -Bumigora🌷

Happy Reading
_________________

Barsha memandang dengan tatapan kosong keluar jendela kamarnya, detik berikutnya helaan napas keluar dari bibir gadis itu. "Masa sih gue ceroboh?" Monolog gadis itu bertanya pada dirinya sendiri.

Pandangannya teralihkan saat nada dering ponsel terdengar. Tiara mengirimkan sebuah pesan untuknya.

Tiara: Sha, barusan lo masuk ke dalam sekolah lagi kenapa? Ada yang ketinggalan di kelas?

Barsha: Iya Ti, hehe.

Tiara: Oh gitu, gue kira kenapa-napa barusan.

Barsha: Nggak kenapa-napa kok.

Tiara: Gue boleh ngomong sesuatu nggak, Sha?

Barsha: Mau ngomong apaan Ti?

Tiara: Gue tahu niat lo itu baik ngebantu Bumi, tapi pernah dengar pepatah yang mengatakan, berpikirlah sebelum bertindak belum?

Barsha: Gue tahu kok Ti, tapi pepatah itu nggak berlaku buat gue. Karena gue tahu mana yang benar dan salah.

Tiara: ok fine, but We must be critical. Lo tahu sendiri kan, Galang itu tipe osis yang prefeksionis! utung aja dia nggak ngasih hukuman ke lo juga karena ngebelain Bumi.

Barsha: Sudah lah Ti, gue nggak mau bahas kejadian yang udah berlalu. Nggak ada pembahasan lain apa ya selain ini? kalau memang nggak ada gue mau tidur dulu, bye.

Barsha meletakkan ponsel genggam miliknya di atas nakas, lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur. Kejadian pagi tadi membuat kepalanya terasa sedikit pusing, perlahan kedua netra gadis itu terpejam lalu terlelap dalam alam kapuk.

***

Suara deruan ombak menyambut pagi gadis itu, saat ini Barsha sedang berada di tepi pantai membantu sang ayah menyiapkan alat-alat untuk pergi melaut. Dengan penuh konsentrasi, Ali memeriksa setiap detail perahunya, memastikan segala persiapan telah dilakukan dengan teliti. Kemudian, dengan gerakan yang terampil, ia menyalakan mesin perahu dengan mantap suara mesin yang berdentum, menggema di sepanjang pantai.

"Ayah berangkat dulu," pamit Ali.

Barsha meanggukan kepalanya. "Hati-hati Yah, semangat!" Ali tersenyum melihat anak semata wayangnya menyemangati dirinya, begitupun sebaliknya.

Dengan pandangan penuh tekad dan semangat, pria itu memandang ke arah horison yang luas, menaruh harap pada Sang Maha Kuasa supaya mendapat hasil tangkapan yang banyak untuk ia perjualbelikan. Tidak melihat punggung sang ayah, Barsha memutuskan untuk kembali pulang. Seingatnya ada beberapa perkejaan rumah yang belum sempat ia selesaikan.

***

Barsha berjalan dengan langkah ringan membawa senyum kegembiraan. Namun, senyuman itu perlahan pudar ketika mendapati sosok lelaki berbadan atletis berdiri di depan pintu rumahnya sesekali lelaki itu nampak mengintip dari jendela depan.

"Wah udah nggak benar maling zaman sekarang! Bisa-bisa nya ke rumah gue, awas aja lo!" seru Barsha merasa geram. Tanpa berpikir panjang, ia berjalan dengan langkah mantap ke arah sosok itu dengan penuh kehati-hatian.

Dengan mata yang memancarkan ketegasan, Barsha bersiap melancarkan askinya untuk menghalangi sosok itu apabila ia kabur melarikan diri.

"Mau maling lo ya, tolong ada maling!" teriak Barsha sambil menggebuki sosok berjaket hitam itu dengan kedua tangannya.

BUMIGORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang