Bab 30 : Rintikan Hujan

144 26 16
                                    

"Biarkan rintik hujan yang menjadi saksi akan kisah yang terjalin di antara kita berdua yang baru di mulai." -Zaraalthanni06🌷

Happy Reading
______________

Di dalam perpustakaan yang sunyi dan tentram, Barsha duduk dengan tegap di antara rak-rak buku yang menjulang tinggi. Remang-remang cahaya lembut lampu membentuk bayangan seakan menari-nari di sekelilingnya. Pupil mata kecoklataan itu mencerna setiap kata dan makna yang terkandung di dalamnya. Hingga, ia menutup halaman terakhir buku yang bertuliskan. “Manusia jahat sekalipun berhak untuk mengubah dirinya menjadi pribadi yang lebih baik.” Helaan napas keluar dari bibir Barsha, Ia letakkan buku yang di bacanya itu kembali ke dalam rak.

Jangan cari masalah ataupun ada hubungan sama geng'an Bumi. Kalau nggak, tidak akan semudah lo bayangkan untuk lolos dari genggaman tangan Bumi.” Ungkapan itu sedari tadi melayang bebas mengudara pada benak Barsha.

Barsha termenung untuk beberapa saat, sampai kesadarannya kembali disaat mendengar riuh-rendah para murid yang berhamburan berlari keluar perpustakaan.

“Permisi, itu di luar ada apa?” tanya Barsha pada salah seorang siswi yang hendak keluar perpustakaan menuju lapangan.

“Katanya sih ... Bumi lagi di hukum sama anak-anak osis.” Barsha membulatkan kedua bola matanya sempurna dengan kondisi bibir yang sedikit terbuka saking terkejutnya.

“Yaudah kalau gitu, gue mau kesana dulu,” pamit siswi itu meninggalkan Barsha yang masih mematung di tempatnya.

Ternyata benar, sesuai firasat gadis itu. Tidak mungkin osis termasuk Galang akan membiarkan Bumi terbebas begitu saja dari hukuman. Walaupun Dia tahu, cowok yang mengaku bahwa karena ulahnya lah yang membuat dirinya terlambat, namun itu tidak ada benarnya.

Gegas, Barsha berlari keluar dari perpustakaan menuju lapangan bawah.

“Ini sudah salah,” batin Barsha sambil menuruni anak tangga satu-persatu, hampir saja kaki gadis itu tersandung akibat tidak memerhatikan langkah, untung saja ada Riko yang kebetulan berdiri di sampingnya. Cowok berkulit putih susu itu dengan sigap meraih pergelangan tangan Barsha.

“Makasih Rik,” ujar Barsha lalu bergegas pergi. Riko menautkan alis melihat Barsha terburu-buru.

Saat ini Barsha berdiri di pinggir lapangan dengan napas tersenggal-senggal akibat berlari. Ia memicingkan kedua matanya, mencari keberadaan Bumi, sampai sudut mata gadis itu menangkap sosok lelaki yang di carinya, Terlihat Bumi sedang berdiri berjarak beberapa meter dari tempatnya berdiri.

“Kalian semua lihat?” suara yang cukup lantang,  mengheningkan  riuh-rendah kerumunan para murid yang saat ini berada di lapangan layaknya seperti formasi yang membentuk sebuah lingkaran besar, dan menyisakan Bumi maupun anak-anak osis termasuk Galang di tengah-tengah.

“Hari ini, siswa yang paling banyak melanggar aturan sedang berdiri di tengah kalian!” ucap Galang dengan nada meremehkan.

Bagi sebagian para murid, pemandangan yang saat ini sedang di tonton layaknya Tv show merupakan sesuatu yang sangat jarang bahkan tidak pernah terjadi, di karenakan status Bumi yang merupakan siswa terbengis dan Anggi-- sang bunda merupakan penyumbang terbesar sekolah, membuat lelaki berbadan atletis itu begitu sulit untuk diberikan sangsi baik dari pihak guru dan organisasi osis sekalipun.

“Siswa yang katanya paling bengis di sentoro sekolah sekarang berdiri di hadapan kalian menerima sikonkuensi atas perilaku buruknya!” ucap Galang sambil tersenyum sinis.

“Wah, nggak bisa di biarin lagi si Galang!” kata David, merasa geram dengan ucapan Galang yang menurutnya sudah keterlaluan.

“Kalau mau ngasih hukuman, nggak usah di permalukan juga kali!” timpal Adit.

BUMIGORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang