33: Menembus Batas Ragu

39 19 3
                                    

"Jangan biarkan waktu berlalu begitu saja tanpa meninggalkan jejak." 🌷

Happy Reading, Bandung//2017
_________________________________

Matahari  mulai  menurun  di  ufuk  barat,  menandakan  hari  sudah  menjelang  sore. Sesuai, rencana, ketiga  cowok  itu  bergegas  menuju rumah Bumi sepulang sekolah. Motor  mereka menembus jalanan kota dengan cepat. Asap knalpot motor mereka menebar di udara  sore yang panas, menyeruak di antara deretan  mobil yang berjejer di pinggir jalan.Suara  mesin  motor bercampur  dengan  suara  klakson  mobil dan teriakan  penjual  kaki  lima  menciptakan  simfoni kota yang merdu. Hingga akhirnya, setelah  menempuh waktu sekitar 30 menit,  mereka  pun sampai di depan halaman rumah Bumi.

Tok ... Tok ... Tok.  Suara  ketukan  pintu  itu  bergema.

Tak lama kemudian, terdengar bunyi engsel berputar di susul pintu yang perlahan terbuka menampilkan seorang wanita berusia tiga puluhan berdiri di ambang  pintu  dengan  senyum simpul terukir di wajahnya. Anggi  menyapa  ketiga cowok itu dengan  hangat.

"Eh,  kawan-kawannya  Bumi  datang,  ayo  masuk." Anggi  menarik  sedikit  tubuhnya  ke  samping,  memberi  jalan  bagi  mereka  untuk  memasuki  rumah  Bumi.

"Apa kabar, Tante?"  sapa David,  menundukkan  kepala  dengan  sopan  sambil  menyalami  punggung  tangan  Anggi. "Lama  gak  ketemu,  Tante  makin  cantik  aja,"  tambahnya  dengan  senyum  yang  menawan.

Adit  dan  Reza  mengikuti  langkah  David,  menyapa  Anggi. "Selamat  sore,  Tante,"  ucap  Adit  dengan  senyum  yang  lembut. Reza  menangguk  menanggapi  sapaan  Adit.

"Sehat kok," jawab Anggi. "Kalian  bertiga  gimana  kabarnya?"  Ia  menatap  ketiga  cowok  itu  dengan  tatapan  yang  hangat.

"Seperti yang Tante lihat sekarang ini," jawab Adit. "Sehat  walau  sedikit capek sama tugas sekolah,"  lanjutnya,  mencoba  mencairkan  suasana  dengan  kelakar. Tawa itu menular ke  Reza dan David."

"Syukurlah  kalau  begitu,"  ujar  Anggi,  menanggapi  jawaban  Adit  dengan  senyum  yang  hangat. "Oh  iya, Tante  sampai  lupa,  kalian  bertiga mau jenguk Bumi kan?"  Ia  menatap ketiga  cowok  itu dengan  tatapan  yang penuh keingintahuan. 

David  menautkan  alisnya, menunjukkan  rasa  kebingungan yang terukir di wajahnya.  "Bumi  sakit,  Tante?"  tanyanya.

Anggi  menangguk  pelan. "Iya,  sudah  dari  semalam  dia  nggak  enak  badan,  pas  Tante  periksa  ke  dokter  katanya  sih  demam,"  jelas  Anggi,  suaranya  menyertakan  sedikit  kekhawatiran.

"Oh  gitu  ya  Tan,"  jawab  David.

"Tante bingung, kok dia bisa demam perasaan ... Tante nggak pernah lihat dia main hujan-hujanan, apalagi pergi di cuaca kayak gitu."

"Mungkin masuk angin, Tan," kata Reza, berusaha mencari alasan yang masuk akal.  "Apalagi belakangan ini cuacanya agak berangin. Bumi kan lebih sering kemana-mana pakai motor, bisa jadi masuk angin."

Anggi mengangguk setuju. "Betul juga yang kamu bilang," sahutnya.  Adit dan David pun ikut mengangguk, seakan-akan setuju dengan pendapat Reza.

"Oh iya, kalian mau minum apa? Biar Tante buatin," tawar Anggi, matanya  menatap ketiga pemuda itu.

"Teh hangat aja Tan," jawab Reza mewakili yang lain. "Cuaca lagi dingin,  pas banget minum teh hangat," lanjutnya sambil tersenyum.

"Yaudah, kalian langsung samperin Bumi ke kamarnya ya.  Tante buatin minum dulu," kata Anggi sambil tersenyum dan beranjak menuju dapur.

BUMIGORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang