36 : Dua Hati Berdebar

32 13 0
                                    

Bel berdenting nyaring, menandakan  akhir  jam  pelajaran. Barsha menatap  jam  yang  terlingkar  di  pergelangan tangannya  yang  sudah  menunjukkan pukul dua  siang.   Ia  berdiri dari kursinya dan merapikan  buku-bukunya dengan cepat.

Tiara  merangkul  pundak  Barsha  sembari  keduanya  berjalan  keluar  kelas  menuju  gerbang  utama.  “Sha, hari jum'at lo datang kesini sama siapa?” tanya Tiara.

“Hmm ... mungkin sendiri,  emangnya kenapa?” Barsha  menjawab  dengan  nada  bingung.

Tiara menggeleng pelan, “Nggak papa sih, cuma nanya aja.”

“Emangnya lo kesini bareng siapa?”

“Entahlah,” jawab Tiara,  suaranya terdengar ragu.  Ia mengedarkan pandangan,  menatap Akmal yang berjarak beberapa meter dari keduanya.

“Hmm ... atau jangan-jangan lo kesini sama Akmal lagi?” tanya Barsha,  sambil menunjuk Tiara dengan telunjuknya.  Senyum jahil terukir di bibirnya.

Tiara perlahan mengangguk,  pipinya memerah.  Senyum malu mengembang di bibirnya,  membuat Barsha menatapnya dengan curiga.

“Tunggu-tunggu,  kok wajah lo merah gitu,  Ti?” tanya Barsha. Ia merasakan ada sesuatu yang terjadi di antara Tiara dan Akmal.

“Lo suka sama Akmal?!” seru Barsha,  suaranya sedikit meninggi.  Ia menatap Tiara dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Apaan sih Sha, nggak Ih,” ucap Tiara,  namun melihat dari raut wajah gadis itu, tak bisa berbohong.  Pipinya masih merona merah,  matanya sedikit berbinar.

Tiara berlari menjauh, langkahnya ringan dan cepat.  Barsha, yang penasaran, langsung mengejarnya.  Keduanya berlari-lari kecil di halaman sekolah.

Langkah Barsha terhenti.  Sudut matanya menangkap motor yang sama persis dengan yang dikendarai pengendara yang menolongnya kemarin.  Motor itu terparkir di sudut halaman sekolah, tepat di area parkiran.

Tiara yang merasa dirinya sudah tidak di kejar oleh Barsha menoleh ke belakang,  melihat Barsha yang berdiri terpaku di tempat.

“SHA!” panggil Tiara, suaranya sedikit bergetar.

“Oh iya,” sahut Barsha, lalu kembali melangkah,  mendekati tempat Tiara berdiri.

“Lo lagi liatin apaan barusan?” tanyanya.  Ia  menatap  Barsha  dengan  tatapan  yang  bingung.  Keningnya  sedikit  berkerut,  menunjukkan  rasa  penasaran  yang  mendalam.

“Hmm, itu gue barusan lihat  Riko  di  sana,”  jawabnya,  suaranya  agak  terbata-bata.  Ia  terpaksa  berbohong  kepada  Tiara.

“Oalah, gue kira lo lihat apaan barusan.”

Keduanya pun berjalan menuju halte, langkah mereka beriringan di bawah terik matahari siang. Udara terasa panas dan gerah, membuat keringat mulai menetes di pelipis mereka. Namun, suasana hati Barsha terasa berbeda. Ia seperti terjebak dalam lamunan, pikirannya melayang ke suatu tempat yang tak terdefinisi.

Saat bus sekolah hampir berhenti tepat di halte, pandangan Barsha tiba-tiba teralihkan. Matanya tertuju pada gerbang utama sekolah, mengamati satu per satu motor para murid yang keluar. Tatapannya tajam, penuh konsentrasi seolah mencari sesuatu yang masih melayang dalam ambang pertanyaan di balik deretan kendaraan itu.

“Sha!” panggil Tiara. Ia menepuk pelan pundak Barsha, berusaha menarik perhatian sahabatnya yang tampak terbenam dalam lamunan.

“Kenapa Ti?” tanya Barsha, suaranya terdengar sedikit terkejut.

BUMIGORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang