29.

6.1K 462 97
                                    

Sudah berlalu beberapa hari.
Semenjak kejadian malam hari itu, Araby sangat menjauhiku.

Sekarang, ia lebih memilih menghabiskan seluruh waktunya untuk pria itu.

Aku menghela nafasku samar. Di depan sana, rekan kerjaku sedang mempresentasikan proyek pembangunan yang akan perusahaan kerjakan, kepada kami yang sedang duduk di meja panjang ini.

Mataku memperhatikan. Tetapi pikiranku entah melayang kemana.

Aku sadar aku tidak boleh terus menerus seperti ini.

Aku harus segera memastikan. Memastikan perasaanku, perasaannya. Perasaan kami.










Author's POV.











Sudah pukul setengah delapan malam. Tetapi wanita dengan balutan kemeja putih itu belum juga bangkit dari kursinya. Terus menerus mengetikkan sesuatu pada keyboard monitornya.

"Hhhhh." Tidak lama, terdengar desahan lelah keluar dari mulut wanita itu.

Ia memijit pelipisnya yang sedikit pening. Memeriksa ponselnya, menunggu pesannya dijawab.

Ting.

Notif muncul. Dari sebrang sana, mengirimkan titik suatu lokasi.

Nova langsung bangkit dari duduknya. Ia mengambil jas nya yang ditaruhnya di atas meja. Dengan segera memakainya dan menuju titik lokasi yang baru saja dikirimkan padanya.









Sampailah Nova di depan restoran mewah bertema kerajaan megah.

Ia berjalan masuk, langsung menuju resepsionis untuk bertanya dimana meja temannya berada.

Ia mendudukkan dirinya pada kursi mewah dan empuk itu.

Nova tersenyum kepada Adaline, yang sudah menunggunya dari tadi. Bahkan sudah makan duluan karena lamanya ia menunggu.






Nova's POV.






"Jadi gimana?" Tanya Ada di sela-sela kegiatan makan kami.

Aku mengunyah daging di dalam mulutku sebelum menjawab. "Gua mau bener-bener ajak dia serius." Ucapku sambil menelan daging.

"Terus kalau dia gamau?" Tanya Ada  dengan alis yang sudah terangkat satu.

Aku berdehem sebentar sebelum menjawabnya. "Gamau maksa lagi. Gue bakal ikhlas."

Ada tersenyum mendengar ucapanku, dan lanjut memakan hidangan di depannya.

Saat sedang asik menyantap makanan lezat yang tersedia. Mataku di buat terpaku oleh pemandangan di depanku.

Oh, itu Araby dan pacarnya.

Aku terus memperhatikan mereka. Memperhatikan segala interaksi yang mereka lakukan. Terkadang aku menyipitkan mataku guna menajamkan pengelihatan.

Melihat aku yang terus memandang ke satu arah. Ada ikut melihat apa yang dari tadi menyita perhatianku.

Ia menyeringai melihat sepasang kekasih itu, lalu menatapku remeh.



Araby dan pacarnya berdiri.

Sial, Araby melihat kehadiranku. Ia membuang pandangannya.

Tiba-tiba, Araby mendekat ke arah pria di depannya itu.

Ia menciumnya. Seolah sengaja menunjukkan padaku.

Hatiku mencelos, sakit.

Sialnya, badanku kini terasa seperti kanebo kering. Kaku. Kepalaku seolah di pegang keras agar tidak menoleh kearah lain.




don't hesitate to hurt me.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang