9.

3.1K 247 6
                                    

Hari-hari telah berlalu, dan Araby semakin dekat dengan pria itu. Sekarang, hampir setiap hari dia jalan bersama pacarnya.

Ya, dia adalah pacarnya yang sama dengan yang ku lihat saat kami masih kuliah.

Aku mengetahuinya karena dua hari yang lalu, saat aku sedang meeting dengan client di salah satu restoran, aku melihat Araby sedang makan siang bersama dengan pria yang mengantarnya malam itu.

Saat aku teliti, ternyata pria tersebut adalah pacarnya pada saat kami kuliah.

Aku diam saja walaupun sudah mengetahui fakta tersebut. Tidak bisa protes, karena jika aku marah, Araby akan lebih marah.

"Kamu mau kemana jam segini Araby?" Ucapku saat melihat Araby terlihat sudah buru-buru ingin pergi keluar.

"Gausah kepo, nanti gue pulang telat, jangan di kunci dulu."

"Tapi kamu mau kemana? Ini sudah jam 9 malam. Kamu keluarnya sama siapa." Tanya ku. Walaupun aku yakin ia akan pergi dengan pacarnya.

"Berisik lo ah." Ucapnya lalu pergi keluar rumah.










Jam sudah menunjukkan pukul 00.40 malam dan aku baru mendengar suara mobil berhenti di depan rumah.

Aku memutuskan untuk menunggu Araby karena khawatir. Ku buka pintu depan rumah dan melihat mereka sedang berpamitan lalu mencium satu sama lain.

Ketika mereka sedang berciuman, pacar Araby sepertinya melihatku lalu memutus ciuman mereka.

Aku masih tetap di depan pintu menunggu Araby. Saat Araby sudah berbalik arah dan menuju gerbang rumah. Pria itu melihat ku sebentar lalu mengangkat tangannya menyapa ku dengan senyuman lebar. Aku hanya diam dan tidak membalas sapaannya. Ia pergi melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah.

"Lo ngapain?" Tanya Araby yang sudah berada di depan ku lalu langsung masuk ke dalam rumah melewati ku.

"Pria itu siapa kamu? Kenapa kamu sering banget keluar sama dia?" Tanyaku agak tidak sabar. Walaupun aku sudah mengetahui bahwa pria itu adalah pacarnya, tetapi aku ingin mendengar apa jawaban Araby terhadap pertanyaan itu.

"Kan dari awal gue udah bilang. Gue udah punya pacar. Jadi lo gausah sok peduli sama gue, karena sebentar lagi Bian bakalan nikahin gue, dan gue akan terbebas dari pernikahan aneh ini." Ucapnya terdengar seperti menahan emosi.

"Oh iya, awas aja kalo sampe lo berani ngadu ke ayah." Ucapnya sambil menatapku tajam.








Ku duduk kan pantatku ke sofa ruang tamu yang empuk.

Aku tidak ingin berpisah dengannya. Aku sangat mencintai Araby, dan tidak ingin melihatnya dengan pria tidak jelas seperti itu.

"Aku harus cepat-cepat melakukan sesuatu. Kalau tidak, Araby akan dengan cepat direbut oleh pria itu." Ucapku lalu menyemangati diriku sendiri.











Pagi-pagi sekali, aku sudah memasak dan menata meja makan se-rapih mungkin. Sudah ku beri bunga dan hiasan-hiasan lainnya.

Tidak kalah rapih dengan meja makan, penampilanku juga sudah sangat siap, dengan kemeja putih yang dibalut dengan jas hitam berkilau, tidak lupa juga ku tambahan dengan dasi hitam bergaris.

Aku memutuskan akan lebih berusaha untuk mendapatkan hati istriku tercinta.

Ku naiki tangga dan berjalan menuju kamar Araby yang tidak jauh dari kamarku.

Tok tok tok tok.

"Araby, ayo kita sarapan. Saya sudah menyiapkan semuanya." Ucapku agak berteriak agar suaraku terdengar sampai ke dalam kamar.

Cklekk.

"Ckk, berisik banget sih lo. Ini masih pagi banget gila. Lo makan sendiri aja, gausah ganggu gue." Ucapnya galak dengan muka masih mengantuk.

Aku terkekeh sebentar karena mukanya yang lucu itu. "Saya hari ini harus masuk lebih pagi, ada kerjaan yang harus diurus. Roti panggangnya bakalan ga enak kalau udah dingin." Ucapku lalu mengajaknya pergi ke bawah untuk sarapan.

Saat sudah sampai di dekat meja makan, Araby tiba-tiba berhenti dan bertanya. "Dih, ada acara apaan nih. Rame banget." Tanya Araby sambil melirik sebentar ke arahku.

Ku tarik salah satu kursi dan mempersilahkan nya untuk duduk.

"Najis, apaan si." Ucapnya agak jijik lalu ia duduk di kursi sebelah.

Aku menggaruk tengkuku yang tak gatal sambil tersenyum miris.

Ku buka kulkas dan langsung mengambil susu yang biasa Araby minum sehabis sarapan.

Ku tuangkan ke dalam gelas, lalu Ku berikan kepada Araby yang kini sedang menyantap roti panggang buatan ku.

Lalu aku mendudukkan diriku di kursi yang persis di depannya lalu menyantap roti panggang milikku.

"Lo kenapa anjir? Aneh banget." Ucap Araby bingung dengan tingkah aneh ku.

"Gapapa kok. Oh iya, nanti saya pulangnya agak telat, paling pas sama jam makan malam. Kamu mau nitip apa buat makan malam? Nanti saya beliin." Ucapku karena hari ini memang pekerjaan ku sedang sangat padat.

"Gausah. Kayaknya nanti paling gue masak." Ucapnya setelah menyelesaikan makanannya.

"Oh ya? Kok tumben?" Tanya ku berbinar senang. Karena selama ini Araby tidak pernah sekalipun memasak. Aku yang selalu memasak, tetapi kalau tidak sempat aku akan memesan atau membeli diluar.

"Suka-suka gue lah. Lo kok ga berangkat-berangkat? Katanya masuk pagi."

"Iya, ini mau berangkat. Jangan lupa diminum itu susunya."

















Thank you.













Halooo!!! Terimakasih telah membaca. Maaf ya kalau update nya kayak kurang konsisten 😅 soalnya biasanya aku targetin. Misalnya nanti pembacanya udah sekian, nah baru aku tulis chap selanjutnya. Sekalian buat ngumpulin niat, hehehehe.








don't hesitate to hurt me.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang