Ku lirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku, jarum pendeknya sudah menunjuk ke arah angka sembilan. Setelah dua hari aku tidak masuk berkerja karena kesehatan ku yang menurun, jadilah sampai jam segini aku masih duduk di kursi kerjaku dengan pakaian yang sudah agak lusuh.
Ku usap keningku pelan, aku meringis pelan saat melihat masih banyak pekerjaan yang harus ku kerjakan.
Jari-jari lentikku perlahan mulai pegal karena dari tadi aku tidak berhenti mengetik.
Karena seluruh badanku seperti sudah kaku, aku meregangkan badanku sebentar. "Ughhhh." Gumamku sambil melakukan peregangan.
Saat setelah melakukan peregangan, tiba-tiba saja Alya membuka pintu ruanganku tanpa mengetuknya terlebih dahulu.
"Kak!!" Ucapnya agak teriak dengan nafas yang tersengal-sengal.
Alya memang masih di kantor, karena tadi aku meminta untuk ditemani.
"Ngagetin aja kamu. Ketuk dulu dong." Protesku sambil mengusap dada karena terkejut.
"Duhh, ini urgent banget kak." Ucapnya dengan masih mengatur nafas.
"Apa sih? Jangan setengah-setengah dong." Ucapku kesal karena penasaran.
"Tadi pak Mario telfon aku." Alisku mengerut bingung. Ngapain papah nelfon Alya. Aku langsung mengecek handphoneku lalu baru menyadari kalau handphoneku telah lowbath. "Terus kata pak Mario istri kakak pingsan. Sekarang lagi di bawa ke rumah sakit." Lanjut Alya.
Aku langsung bangkit dari dudukku. "Serius kamu?" Tanyaku memastikan ulang dan di jawab anggukan oleh Alya.
"Yaudah, kalau gitu aku langsung otw rumah sakit deh, nanti tolong share location ya Al, handphone aku mati soalnya. Nanti ku cas di mobil." Ucapku terburu-buru dan langsung berangkat menuju lokasi.
Sebelum berangkat, aku meng-charge handphoneku terlebih dahulu.
Setelah handphoneku menyala, aku langsung melihat notifikasi panggilan dari Araby yang menumpuk.
Melihat itu aku sangat menyesal. Sepanjang jalan, aku terus melontarkan kata-kata maaf dan penyesalan.
Aku sangat merasa buruk karena tidak ada disisinya saat Araby membutuhkanku.
Setelah sampai lokasi, aku langsung menelfon papah untuk menanyakan mereka sedang ada dimana.
Setelah mengetahui keberadaan mereka, aku langsung masuk ke dalam rumah sakit dengan sedikit tergesa-gesa.
Setelah sampai, aku langsung disambut dengan pelukan mamah yang saat ini sudah menangis.
Bunda juga sudah terisak menangis. Ayah dan papah hanya menatapku dengan tatapan pasrah.
Setelah ku lepaskan pelukan mamah, aku langsung menghampiri ayah dan papah yang sedang duduk gusar.
"Nova, kamu ini gimana sih. Masa jam segini belum pulang, mana gabisa dihubungi lagi." Ucap papah padaku tegas.
Aku hanya bisa menunduk merasa bersalah. "Maaf pah, kemarin Nova sakit. Jadi kerjaan Nova di kantor jadi agak numpuk." Ucapku.
"Kan bisa dikerjakan dikit-dikit Nova... Gak harus langsung selesai saat itu juga. Papah kan udah pernah bilang."
"Iya, maaf pah. Kayaknya Araby ketularan Nova kemarin. Soalnya Araby yang ngerawat Nova."
"Sudah-sudah, jangan bertengkar, gaenak sama yang lain. Sekarang kita tinggal berdoa aja. Semoga Araby gak kenapa-kenapa." Ucap ayah melerai aku dan papah.
Setelah agak lama kami menunggu, akhirnya dokter yang menangani Araby keluar dari ruangan.
Kami semua langsung menyerbu dokter itu dengan pertanyaan-pertanyaan kami.
"bu Araby tidak apa-apa, hanya kelelahan dan butuh banyak istirahat, dan karena gula darahnya rendah, jadi menyebabkan perubahan hormon. Ini memang rentan terjadi pada ibu hamil." Ucap dokter menjelaskan.
"H-hah...." Aku tercengang. Apa maksudnya.
Aku terdiam dan terpaku. Saking kagetnya, aku bahkan sudah tidak bisa berkata-kata. Air mataku lepas begitu saja tanpa bisa ku tahan.
Kami semua terdiam. Kami semua bingung.
Aku bisa mendengar Isak tangis bunda yang terdengar sangat sedih. Ayah langsung merangkulnya dan berusaha menguatkan bunda.
Mamah sekarang sudah terduduk lemas di kursi rumah sakit. Papah kini menatapku sendu.
Terlihat raut kebingungan sang dokter melihat kami.
"Ekhem. Oh iya, ini suami nya mana ya pak, buk. Saya mau memberikan detail dan obat-obatan serta vitamin yang harus bu Araby konsumsi."
Setelah mendengar itu, aku menguatkan diriku untuk menjawab.
"Say-" ucapku terpotong karena ayah tiba-tiba berbicara.
"Sama saya aja dok, saya ayahnya. Suaminya masih berada di luar."
Setelah itu, sang dokter lalu langsung pamit kepada kami dan pergi.
Apa ini, apa yang ayah maksud. Seketika pikiranku dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang saat ini sangat ingin ku tanyakan.
Apakah kami akan dipisahkan?
Apakah ini akhir dari segalanya?
Lalu aku merasakan ada lengan yang saat ini sudah melingkar di leherku.
Tangisku langsung pecah. Aku menumpahkan tangisku di dalam pelukan mamah dan di depan semua orang yang ada di sana.
Papah mengelus bahuku lalu berkata. "Nova mau pulang duluan ga?"
Aku hanya menggeleng pelan.
"N-nova mau denger penjelasan dari Araby langsung pah." Ucapku sambil masih terisak.
Setelah itu, papah lalu memelukku sambil berkata. "Nova... Maafkan papah ya nak. Papah gatau lagi sekarang mau bagaimana.... Kalau kamu mau melepaskan Araby, papah gak akan ngelarang kamu. Sekarang, semua keputusan ada di kamu. Papah akan dukung semua keputusan kamu." Ucap papah sambil mengelus punggungku pelan.
"Makasih pah." Ucapku pelan dan melepaskan pelukan kami.
Aku lalu menoleh ke arah ayah yang kini sedang memijat jidatnya. Bunda dan mamah kini sudah duduk dan saling menguatkan.
"Ayah...." Panggilku.
Ayah langsung mendongak menatapku.
Sambil menggeleng perlahan, ayah berkata. "Ayah malu sama kalian."
Aku langsung memeluknya.
"Aku mau denger penjelasan dia yah." Ucapku sambil menatap wajah ayah.
Ayah hanya memejamkan matanya sebentar lalu mengangguk.
"Ayah ke ruang dokter dulu. Kalian masuk duluan aja gapapa."
Ucap ayah lalu meninggalkan kami.
Kalau ditanya apakah aku kecewa. Aku sangat kecewa. Tidak bisa kubayangkan akan seperti ini jadinya. Tapi lebih tidak bisa dibayangkan lagi jika aku harus berpisah dengan Araby. Aku tidak mau itu terjadi.
Aku sangat mencintainya....
•
•
•
•
•Thank you.
KAMU SEDANG MEMBACA
don't hesitate to hurt me.
RomanceTidak pernah terbayangkan oleh Nova bahwa ia akan dijodohkan dengan wanita yang sangat ia kagumi disaat dirinya masih menempuh pendidikan di universitas tempatnya belajar. Araby sangat kesal, ia tidak menyangka ayahnya akan tega menjodohkan dirinya...