Bab 19 Darah

40 9 1
                                    

Sebelumnya, Adara mengingat
flashback saat di rumah sakit.
Dimana dia hampir mati tak
tertolong gara-gara ulah
seseorang yang tak dikenal.

Adara masih ingat mata hitam
orang itu. Nathan tidak sampai
melukai orang yang berniat
mencelakai istrinya.

Adara masih bertanya-tanya
ada apa dengan Nathan. Adara
sepertinya meralat ucapannya
soal orang itu pada suaminya.
Seolah-olah, Nathan sudah bisa
menebak siapa pelaku sebenarnya?

Didalam mobil, wajah Nathan
terlihat murung, entah apa
yang ada dipikiran lelaki itu.
Terlihat raut emosi dari wajahnya.
Sampai hampir saja dia nabrak
pejalan kaki karena tidak fokus.

"Bang, kalau nyetir hati-hati.
Untung saya tidak sampai
ketabrak," ucap seorang pejalan
kaki menegurnya.

"Maaf-Maaf, saya tidak hati-hati!"
balas Nathan menunduk malu
karena hampir menabrak orang
itu.

Adara menarik nafasnya, ia
memegangi dadanya yang
naik turun karena ulah Nathan
yang ugal-ugalan mengemudi.

Nathan baru sadar, istrinya sedang
kesakitan sekarang. Nathan bantu
berikan alat pernapasan pada
istrinya. Adara sedikit lega
setelah memakai alat bantu
pernapasan, ia heran kenapa
sifat kurang pekanya Nathan masih
gak berubah.

Adara jadi kesal sendiri, ia diam
saat Nathan bertanya tentang
rasa sakitnya. Adara seperti biasa
akan mendiamkan lelaki itu
sampai akhirnya dia sendiri
peka terhadap apa yang diinginkan
oleh Adara.

"Nathan, benar-benar ya kamu
nyebelin banget. Adara, sabar
Adara!" gumam batinnya.

"Kamu kenapa sih diam aja dari
tadi. Ada masalah?" tanyanya.

Adara tetap tidak membalas
pertanyaan suaminya. Sampai
rumah pun, dia tetap diam seribu
kata dan mencuekinya. Nathan
jadi bingung sendiri menghadapi
sikap Adara yang balik ke stelan
pabrik.

Adara bisa aja dia marah, tapi dia
malas berdebat. Ya, begitulah sikap
Adara kalau suaminya lagi gak peka.
Mendiamkannya adalah salah satu
cara untuk membuat suaminya
sadar apa kesalahannya.

Adara membanting pintu kamarnya.
Nathan menggelengkan kepalanya
merasa ada sesuatu yang aneh
dengan sikap Adara semenjak
pulang dari rumah sakit.

Nathan masuk ke kamarnya. Dia
merebahkan tubuhnya sejenak
sambil memikirkan seseorang
yang tadi hampir mencelakai
Adara.

"Perasaan gue mengatakan, kalau tadi
itu elo Nadira, yang ingin bunuh istri ku.
Aaarhh! Perempuan kurang ajar!"
Nathan membatin.

~Kamar Nadira~

Nadira membuka Hoodie yang
dia pakai dan melemparnya
ke sembarang arah. Penyamaran
dia hampir terbongkar. Nadira
sekarang ketar-ketir memikirkan
bagaimana caranya menghilangkan
jejak supaya tidak ketahuan.

Nadira melempar pisau belati
ke arah foto Nadira dengan
emosinya yang tertahan. Usahanya
gagal untuk menyingkirkan Adara.

Nadira mengamuk sekarang di
dalam kamarnya, dia membanting
barang-barang apapun yang ada
di kamar itu. Nadira kesal, dia
benci dan dendam pada Adara
adik sepupunya.

"Adara, Lo merebut apa yang
seharusnya jadi milik gue. Harusnya
Lo itu mati. Anjing!" maki Nadira
sembari menggoreskan darah
dari tangannya dan menempelkannya
pada foto Adara.

Terbesit rencana licik dari otaknya
untuk menghancurkan mental
Adara. Senyum devil terbit dari
kedua ujung sudut bibirnya.

"Darah ... haha darah!" batin
Nadira dengan ide jahatnya
sambil tertawa menyeringai.

~Kelas Adara~

Adara baru saja masuk ke
kelasnya. Dia duduk santai
tanpa peduli dengan marahnya
Nathan sejak kemarin malam.
Tanpa dia sadari di dalam bangku
tempat belajarnya dirinya temukan
sebuah kotak misterius.

"Kotak apa ini?" tanyanya dalam
hati.

Di saat itu Jendra juga baru masuk
ke kelasnya Adara. Jendra melihat
wajah pucat Adara setelah membuka
isi kotak yang tengah dipegangnya.

Sebuah tulisan dengan tetesan
darah dalam sebuah foto. Itu
memang foto Adara. Ada yang
sengaja meneror gadis itu.

"Adara, tenang! Lo gak usah
takut. Gue akan cari siapa orang
yang udah meneror Lo?" ucap
Jendra memeluknya memberi
rasa tenang padanya.

Adara hanya diam membeku.
Bukan dia takut dengan teror
itu tapi dia trauma melihat darah.
Keluar keringat dingin membasahi
wajah pucatnya sekarang.

Bugh

Bugh

Nathan melihat Adara tengah
dipeluk Jendra. Nathan mendekati
sahabatnya itu lalu ia menonjok
Jendra tanpa tahu kejadian yang
sebenarnya.

"Jendra, Lo apa-apaan main
peluk Adara hah?" kata Nathan
emosi.

"Stop! Nathan, Lo salah paham.
Lo dengerin penjelasan gue dulu,"
bentak Jendra.

"Lo gak usah kasih penjelasan
apapun. Gue lihat dengan mata
kepala gue sendiri kalau Lo emang
sengaja kan mau rebut Adara dari
gue. Bangsat!" murka Nathan.

Terjadi keributan antara Nathan
dan Jendra. Suasana hening setelah
Adara memperlihatkan kotak misterius
Itu pada Nathan. Adara masih mode
diam tapi dia selalu tahu apa yang
dia butuhkan.

Nathan tercengang melihat kotak
berisi tulisan yang ada darahnya.
Tulisan itu berisikan sebuah
ancaman untuk istrinya.

Melihat wajah pucat Adara, dia
langsung mendekapnya erat. Jendra
tertawa getir dengan tingkah laku
Nathan yang diluar kendali. Emosi
laki-laki itu selalu saja bikin orang
disekitarnya jadi gregetan sendiri.

"Makanya, selidiki dulu apa
penyebabnya Tan. Lo itu suka
kebiasaan nuduh gue tanpa
bukti. Dasar sahabat gak peka
Lo!" ejek Jendra.

"Sorry, Jendra gue gak tahu
masalahnya karena kotak itu,"
ucap Nathan minta maaf.

"Istri Lo dari tadi diem mulu.
Wajahnya sampai pucat gitu
sehabis melihat darah, sebaiknya
Lo bawa ke UKS. Biar nih kotak
gue buang," ujar Jendra suruh
Nathan bawa Adara ke UKS.

"Iya, Jen. Thanks you Lo udah
ingetin gue," balas Nathan
berterimakasih.

Tidak ada yang pernah tahu,
jika Adara memiliki masa lalu yang
begitu kelam soal darah. Kali
ini, Nadira sepertinya berhasil
membuat saudaranya itu trauma.
Nadira baru ingat kalau Adara
paling tidak suka melihat darah.

"Rencana gue akhirnya berhasil.
Gue yakin, sebentar lagi Lo bakal
kena mental. Gue suka permainan
ini!"

Dilan menepuk bahunya dan
mengejutkan Nadira. Nadira
melototi tajam padanya. Nadira
risih setiap bertemu Dilan. Dilan
selalu saja mengganggu rencananya.

"Lo kira gue gak tahu apa yang
Lo lakuin kemarin di rumah
sakit, Nadira?" bisik Dilan membuat
gadis itu terperanjat kaget saat
Dilan mengetahui penyamarannya.

Skakmat

"Gak usah sotoy, Lo!" balas Nadira
langsung saja melengos pergi
karena tak ingin diinterogasi oleh
Dilan.

Dilan menyukai gaya licik Nadira.
Tak perlu bersusah payah pria itu
membalas dendam pada Adara.
Mungkin Dilan bisa memanfaatkan
Nadira sebagai tameng dibalik
dendamnya pada Adara cinta
masa lalunya.

Dilan memang belum bisa move
on pada Adara , namun sayangnya
tujuannya hanyalah untuk membuat
Adara tersiksa karena dendamnya.

"Gue akan singkirkan Lo Adara, si
gadis bodoh dan penyakitan demi
orang yang gue sayangi. Lo harus
terima balasannya dan Lo harus
semakin menderita," gumamnya.

~Seseorang merekamnya~

Terdengar suara dari balik dinding
ke kelas. Sial! Dilan waspada, yang
dia takutkan ada orang yang
mendengar ucapannya.

"Sekarang bukti kejahatan Lo
udah gue rekam, Dilan!" ucap
seseorang.






Istri Antagonis Milik Ketos || [End] ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang