Bab 11 Gosip

49 8 4
                                    

Kejadian waktu itu jadi
bayang-bayang Adara.
Adara masih belum bisa
percaya kalau Nathan
secepat itu berubah menjadi
suami siaga.

Buktinya, setelah ia sampai
di Jakarta. Tetaplah Nadira
selalu jadi prioritas utama
dirinya, meskipun sesekali
pria itu mempedulikannya.

Dia gak akan semudah itu
melupakan masa lalunya,
sulit rasanya pria itu lupa
gimana istrinya yang baru
saja sembuh dari sakit.
Sikapnya tetap sama, dia
dingin dan egois.

Tapi, disaat Adara yang berani
mendekati sifat posesifnya
di luar dugaan tak searah jalan
yang lurus. Seolah cuma dia
yang boleh memilikinya, akan
tetapi rasa sakit Adara tetap
tak hilang.

"Aku kira Lo cuma baik hanya
disaat butuh aja. Aku capek, Tan
diginiin terus sama Lo!" keluh
batin Adara.

Adara sudah bersiap-siap untuk
berangkat sekolah. Hari ini dia
mulai merubah sikapnya jadi
gadis pendiam dan saat ditanya
Nathan suaminya, ia tidak jawab
pertanyaan lelaki itu.

Adara memang melakukan semua
itu, demi untuk menghindari rasa
sakitnya. Pagi ini,  dia tidak mau lagi
berdebat panjang lebar tentang
apapun dan membiarkan Nathan
bahagia dengan dunianya sendiri.

Jendra menunggu Adara di luar
gerbang pintu rumah Nathan. Adara
tersenyum manis berlari kearah
Jendra yang siap menyambutnya
dengan pelukan.

Cup

"Udah lama nunggu, ya?" tanya
Adara sambil mencium pipinya.

Sontak di saat yang bersamaan
Nathan melihatnya dengan tangan
terkepal. Adara mengibarkan
bendera perang pagi itu. Nathan
terpancing emosinya, langsung
saja lelaki berstatus suaminya
itu menarik paksa Adara untuk
tidak ikut berangkat ke sekolah
bersama Jendra.

"Adara ... kamu ikut aku sekarang!"
ajak Nathan memaksa ikut pergi
ke sekolah bersama dirinya.

"Lepasin! Sakit tangan aku," lirih
Adara dengan suara lemah. Ya, dia
masih dalam keadaan sakit.

"Astaga, Tan Lo kasar banget sih
sama istri Lo sendiri. Jangan paksa
Adara kalau dia tidak mau," gertak
Jendra langsung menarik tangan
Adara dan melepaskannya dari
cekalan Nathan.

"Urusan Lo apa, Jendra. Dia istri
gue dan Lo bukan siapa-siapanya
Adara," sarkas Nathan.

"Jen, kamu pergi aja duluan. Aku
ikuti Nathan ke sekolah barengan,"
pinta Adara suruh Jendra untuk
pergi lebih dulu ke sekolah.

Jendra tidak ingin pergi sebenarnya.
Namun, melihat raut wajah Adara
yang memelas menginginkan dia
duluan berangkat sekolah. Jendra
terpaksa pergi sedang hatinya takut
Adara di apa-apain Nathan.

Adara naik ke motor Nathan.
Tak ada percakapan di antara
mereka berdua selain lambaian
angin yang menerpa wajah cantik
Adara. Nathan melihat sekilas
wajah istrinya itu dari cermin
motornya. Seulas senyum tercipta
dari sudut bibirnya.

Diam-Diam ia melirik ke arah
rambut Adara yang tersapu
angin. Tampak kecantikan istrinya
tak berkurang sedikitpun. Nathan
itu gengsi menyayangi wanita yang
tengah di boncengnya itu.

"Kecantikan kamu memang
sempurna Adara dan aku tak
ingin orang lain meliriknya!"

Nathan bisa dibilang egois karena
takut kehilangan perempuan di
belakangnya. Tapi kenapa dirinya
masih terus bersama Nadira dan
Adara harus merasakan luka yang
lebih dalam lagi. Apakah Nathan
mencintai keduanya?

Nathan mengebut, sontak Adara
mengencangkan pelukan erat
di pinggang suaminya itu.

"Nathan, rese banget sih !" pekik
Adara mencubit kedua pinggangnya.

"Sengaja aja aku bikin kamu kayak
gini. Biar kamu peluk aku kencang.
Hehe!" ucap Nathan cengengesan
karena berhasil membuat istrinya
ketakutan saat ngebut.

"Gimana kalau aku mati jantungan
gara-gara kamu. Ih, ngeselin!" Adara
kesal.

Cup

"Sorry ... Sorry, jantung kamu sakit
ya. Sini biar aku obati," goda Nathan
langsung menarik tangan Adara
kemudian ia genggam juga kecup
punggung tangannya.

"Tan, kamu itu sayang gak sih sama
aku. Jangan kasih aku harapan bila
kenyataannya masa lalu di hidup
kamu tetap jadi pemenangnya," bisik
Adara yang membuat lelaki itu
terpaksa menghentikan motornya
sebelum sampai ke sekolah.

Nathan membuka helmnya, lalu
berbalik arah menatap wajah Adara.
Ucapan bisikan suara lembut Adara
tadi mengubah segalanya. Salah
satunya perasaan hatinya sekarang
untuk perempuan itu.

"Maaf aku sudah egois, bukan aku
bermaksud menyakiti kamu, Adara.
Aku yang salah telah memberi luka
di hati kamu," ujar Nathan sembari
memeluk erat Adara.

"Tan, kalau jawabannya Nadira wanita
yang masih kamu cintai. Aku mengalah,
karena dia memang pantas menjadi
ratu di hati kamu. Daripada aku terluka
terus-menerus, lebih baik kamu lepasin
aku."

Adara tidak ingin jatuh lebih dalam
karena mencintai suaminya, ia harus
menanggung luka perih yang begitu
besar. Adara memilih pergi dan
membiarkan Nathan  bahagia
bersama Nadira.

Melihat air mata Adara, tentu saja
Nathan tidak bisa berbohong jika
sekarang dia ikut terluka. Nathan
teringat janjinya setelah Adara
sadar, dirinya harus menentukan
pilihan.

"Aku udah tentukan pilihan aku,"
ucap Nathan lembut dan menangkup
wajah istrinya dengan perasaan
bersalahnya, karena kembali
mengulang luka baru di hati
Adara.

"Siapa yang kamu pilih?" tanya
Adara menatap lekat tampan
Nathan.

Cup

"Kamu," jawab Nathan dengan jujur
penuh ketulusan, lalu mendaratkan
satu ciuman yang menuntut setelah
beberapa hari diabaikan Adara. Pria
itu merindukan ciuman hangat bibir
istrinya.

"Ish, Nathan main nyosor aja. Mana
gak tahu aturan sama tempat lagi,"
desis Adara sambil memukul-mukul
dada bidangnya.

"Terserah aku dong suka-suka aku.
Habisnya aku rindu sama cudlle-nya
kamu," oceh Nathan merasa menang
telah merebut kembali perasaan Adara yang sempat hilang beberapa waktu.

Seusai menikmati ciuman, Nathan
dan Adara melanjutkan perjalanan
ke sekolah. Nathan merasa lega
karena sekarang dia menentukan
pilihan hatinya yang jatuh pada
Adara istrinya.

Suasana sekolah terasa heboh.
Gosip pun beredar soal Adara yang
berangkat sekolah bersama tadi
pagi. Sudah tidak asing lagi kini
Adara jadi bahan gunjingan semua
siswa cewek di sekolahnya.

Gosip menyebar, ada beberapa
sebagian yang mendukung Adara.
Adapula yang juga iri dan menghina
dirinya, namun Adara bersikap santai
dengan sikapnya yang seperti biasa,
ia selalu dingin dan tidak terlalu
menanggapi omongan jelek tentang
hidupnya.

Plak

Plak

Nadira tiba-tiba saja melayangkan
sebuah tamparan keras padanya.
Adara tersenyum tak membalas
tamparannya. Adara tidak ingin
meributkan sesuatu yang membuat
beban diotaknya menjadi stres.

Bekas tamparan keras yang Nadira
buat tidak seberapa sakit karena
gadis itu yakin suaminya akan
memihaknya. Benar dugaannya,
Nathan tengah marah besar pada
Nadira.

Plak

"Nadira, cukup. Kamu keterlaluan."

"Tan, kamu kenapa jadi membela
Adara sih?"

"Kamu dengar aku sekarang Nadira.
Jangan pernah kamu sedikitpun
menyentuh Adara!" ancam Nathan
emosi.

Nadira benci dengan kejadian itu.
Nadira tidak suka melihat Nathan
yang berlari mengejar Adara ke
kelasnya setelah lelaki itu sempat
memarahinya dengan ancaman.

"Sialan Lo Adara. Awas aja entar
gue bales. Gue gak akan biarkan
Nathan bahagia sama Lo!'

Istri Antagonis Milik Ketos || [End] ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang