26. Tim SAR

459 103 5
                                    

Awan menggumpal di atas, bersiap menurunkan air hujan untuk membasahi bumi. Asap masih mengepul dari puncak gunung, terlihat samar oleh gumpalan awan.

Keindahan gunung tersamarkan oleh ketakutan, para penumpang mobil memilih melihat kerusakan akibat erupsi dari pada pemandangan alam, rumah warga ditutupi bekas awan panas. Debu tebal dan belum ada yang membersihkan area ini.

Qafiya yang sejak awal hanya di pengungsian tidak pernah membayangkan terjun langsung ke area terdampak. Ia tidak bisa membayangkan jika para pengungsi itu tetap berada di rumah.

Qais yang sering bolak-balik ke area terdampak pastilah sudah terbiasa, Qafiya selalu berharap Qaishar masih bisa diselamatkan.

Mereka sampai di hilir sungai, di sana sudah ramai orang, tapi aliran air itu begitu deras. Tidak hanya deras tapi juga meluap hingga area sekitar longsor.

"Apakah Qais sudah ketemu?" tanya Qafiya pada tim SAR.

Mereka yang sejak awal tidak meninggalkan lokasi menggeleng, pertanda belum menemukan satu pun orang yang hilang.

Pencarian terus dilakukan, beberapa anggota TNI dan tim SAR memasang tali pada jembatan yang sudah roboh, mereka hendak menyebrangkan orang yang terisolasi.

Qaishar jatuh bersama orang-orang yang lain karena jembatan itu dihantam lahar dingin yang tiba-tiba muncul. Total ada 6 orang yang hilang termasuk Qaishar.

Qafiya melihat aliran sungai itu, dia membayangkan Qaishar berjuang hidup dan mati di sana. Bergelut dengan air, menyelamatkan orang, sekaligus menyelamatkan diri sendiri.

"Ya Allah, aku mohon. Selamatkan Qais." Qafiya memejamkan matanya.

Udara dingin menyapa lembut wajahnya, menerbangkan helaian hijab. Panggilan dari tim medis membuat lamunannya berhenti, ia segera berbalik. Harus menjalankan tugas sembari menunggu kabar.

Komandan berhasil menyelamatkan orang-orang yang terjebak di sebrang, kali ini lancar dan tidak ada banjir dadakan seperti kemarin. Meskipun menegangkan tapi orang-orang itu semuanya selamat.

Tak lama kemudian tim SAR berhasil menemukan dua orang hilang, semuanya sudah terbujur kaku dan mengambang, mayat itu tersangkut di antara akar pepohonan.

Qafiya segera berlari menghampiri Tim SAR yang baru saja mengevakuasi jenazah, tangannya gemetar, satu dari dua mayat itu mengenakan baju TNI. Pakaian yang sama seperti dikenakan Qaishar terakhir kali.

Setelah mendekat, Qafiya berhasil melihat wajahnya. Kakinya langsung mundur dengan jantung berdebar.

"Bukan Qaishar," ucap Qafiya.

Dia terduduk di tanah, masih mengatur napas, ia merogoh kantong. Mengeluarkan ponsel, ia harus mengabari Bunda. Berharap doa bunda bisa membuat Qaishar segera ditemukan.

Sudah berjam-jam Qaishar menghilang, harapan Qaishar ditemukan dalam keadaan selamat makin menipis.

Tangan Qafiya gemetar ketika mengetik nomor di ponsel, ia menyingkir dari tempat itu, membiarkan orang-orang mengevakuasi jenazah.

Wajah pria yang menjadi jenazah itu masih Qafiya ingat, beberapa kali terlihat bersama Qaishar, juga berjaga di post tiga. Pria itu juga pernah tersenyum padanya saat dia obati.

"Ya Allah... ya Allah... Tolong selamatkan Qais."

Qafiya terduduk lagi di dekat pohon, di depannya ada aliran air. Berwarna coklat dan cukup deras.

Dia berhasil menghubungi Bunda, seperti reaksinya tadi, Bunda juga histeris. Qafiya menjelaskan bahwa Qaishar membutuhkan doa dari Bunda.

"Bunda akan ke sana bersama pamannya Qais, tolong kirim lokasinya."

"Orang biasa gak bisa masuk ke sini, Bun. Bunda tunggu aja di Jakarta."

"Kirim saja, biar Pamannya Qais yang atur."

Kalimat Bunda sangat tegas, membuat Qafiya tidak bisa membantah lagi, dia mengirimkan lokasi hilangnya Qaishar.

Pencarian kembali dilakukan, mereka menemukan seseorang lagi, warga setempat yang hendak diseberangkan Qaishar dan ikut hanyut.

"Tolong--" orang itu masih bisa merintih meskipun sudah berbaring di lumpur, hanya wajahnya yang terlihat. Dia berada cukup jauh dari lokasi awal, terjebak di lumpur dekat dengan sungai.

Tim SAR dibantu TNI segera mengevakuasi korban, beruntung orang itu sangat kuat meskipun sudah berjam-jam terjebak di sana.

Selamatnya satu orang membuat harapan Qafiya bangkit lagi, dia mengobati orang tersebut bersama tim medis lain sebelum diangkut ke mobil untuk dibawa ke pengungsian.

"Bapak tahu TNI yang ikut hanyut?" tanya Qafiya.

"Tahu, dia hanyut sama seperti saya."

"Ya maksudnya sempet lihat gak?"

"Lihat pas hanyut."

Qafiya mengembuskan napas berat, sulit menanyai orang yang sudah dehidrasi ini. Dia juga hampir terkena hipotermia.

Pencarian kembali dilanjutkan, kali ini mereka menemukan mayat lagi. Jantung Qafiya berdebar kencang lagi, ketakutan melanda, ia berharap Qaishar tidak berakhir seperti itu.

Matahari hampir terbenam, mereka masih menyusuri sungai, gerimis turun, banjir bisa datang kapan saja, Qaishar belum ditemukan tapi orang-orang sudah khawatir dan pencarian bisa dihentikan.

"Tolong, cari Qais sampai ketemu!" Qafiya memohon supaya mereka tetap melanjutkan pencarian meskipun hujan turun.

Tepat matahari terbenam, mereka menemukan tubuh seseorang berbaju TNI berada di semak-semak pinggir sungai. Tim SAR segera menarik tubuh itu ke atas.

"Qais!" Teriak Qafiya berlari mendekat.

Hadiah Pedang Pora (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang