Sinar matahari terik, jauh berbeda dengan pengungsian yang lebih sering hujan. Terkadang Qafiya rindu suasana pengungsian, ia tak menyangka niat kabur dari Mama malah mempertemukannya dengan Qaishar.
Di sana, rasa cinta muncul begitu saja. Kenangan indah bersama pria itu jauh berbeda dari bayangan sebelumnya. Kesalahpahaman pada masa lalu juga terselesaikan. Dia juga menemukan jawaban tentang perasaannya.
"Gimana ujianmu hari ini?" tanya Qaishar di chat.
Dua hari setelah menjalani perawatan di Singapur, Qaishar membalas pesannya. Memakai nomor baru. Katanya ponsel lama rusak.
"Udah selesai, ini yang terakhir. Sekarang aku mau siap-siap pulang."
Qafiya membalas chat itu lalu memasukkan ponsel ke tasnya, dia membereskan kertas bekas ujian. Penguji sudah meninggalkan ruangan.
Katanya kondisi Qaishar sudah lebih baik, tapi belum tahu kapan bisa pulang ke Indonesia. Qafiya tak masalah meskipun hubungan jarak jauh seperti ini. Karena setiap hari mereka berkirim pesan dan malam telfon walau hanya sebentar.
"Fiy, kamu mau ikut nongkrong gak? Mumpung ujian udah selesai." Tawar Adel.
Qafiya menggeleng. "Aku gak bisa, masih ada urusan."
"Kebiasaan deh, kamu selalu aja gak pernah ikut kumpul."
"Nanti deh, kumpul pas aku nikah ya?"
"Ehh, kamu mau nikah?" tanya Adel membuat teman-temannya menoleh ke arah mereka.
Qafiya hanya tersenyum.
"Calonmu orang mana? Kerja apa?" tanya Chelsea.
Tiba-tiba Tristan menjawab. "Calonnya TNI, gue denger dari Syilfy."
"Ohh cinlok di pengungsian? Wahhh mau benget!" Chelsea tampak antusias.
"Kita udah kenal lama, tapi ketemu lagi pas di pengungsian kemarin," jawab Qafiya.
Dia buru-buru pergi sebelum teman-temannya memberi pertanyaan lagi. Namun Chelsea dan kawan-kawannya juga berjalan ke arah yang sama dengan Qafiya.
Tepat di tangga teras menuju halaman, ada yang menunggu Qafiya, seorang pemuda jangkung membawa sekuntum mawar. Merah dan semerbak wanginya.
"Qais..." Panggil Qafiya berhenti tepat di atas anak tangga.
Dia tidak menyangka Qaishar yang baru saja membalas pesannya sudah berada di sini.
Pria itu tersenyum, salah satu tangannya masih memakai gips. Satunya lagi mengulurkan bunga.
"Selamat sudah melewati banyak ujian," ucap Qaishar.
Ntah ujian mana yang dimaksud, ujian hidup atau ujian tulis. Satu hal yang pasti, Qafiya sudah melewati semua ujian tersebut. Dia bahkan bisa melewati ujian rindu.
Qafiya berlari memeluk Qaishar yang terpaku di tempat, ia tidak peduli pandangan orang-orang. Rasa khawatir, rindu dan cinta bercampur jadi satu.
"Kenapa gak ngabarin? Kamu gak tahu seberapa khawatirnya aku!"
Pelukan itu dibalas, Qaishar tersenyum mendengar protes dari Qafiya. Gadis itu sampai menitikkan air mata.
"Kalau ngabarin nanti gak suprise," jawab Qaishar.
Qafiya melepas pelukan dan memukul dada Qaishar ringan, ia mengelap air di sudut matanya.
"Ohh jadi ini calonnya Qafiya, pantes Qafiya mau, orang ganteng banget." Chelsea mendekat bersama teman-temannya.
"Kenalkan dia Qaishar," ucap Qafiya.
Qaishar berjabat tangan satu persatu dengan mereka setelah menyerahkan bunga ke Qafiya. Mereka saling berkenalan.
"Kami akan menggelar pesta pernikahan bulan depan, saya harap kalian datang."
"Kalau diundang kami pasti dateng, siapa tahu dapat jodoh juga. Hehe." Adel antusias.
"Mau dong dikasih seragam Bridesmaids," ucap Chelsea dengan maksud tersembunyi. Qafiya paham, ia tertawa kecil dan mengangguk. Menyanggupi permintaan Chelsea.
Setelah mengobrol, mereka pergi duluan. Qaishar membawa Qafiya ke suatu tempat.
"Keluarga besar ku pingin kenal kamu, katanya Bunda sudah bilang tentang organisasi kami kan?"
"Iya, pernah. Aku juga penasaran."
Mobil melaju ke kediaman keluarga Siluet, milik ayah kandung Qaishar yang kini dihuni pamannya. Di sana sangat ramai seolah bersiap menyambut kedatangan Qafiya.
Orang-orang berjas hitam dan rumah berlambang naga dan pedang, seperti rumah mafia. Qafiya tersenyum antusias, sepertinya keluarga Qaishar punya selera unik.
Di dalamnya tak menakutkan seperti di depan, ibu angkat Qaishar wanita berhijab, seorang influencer yang Qafiya ikuti. Ditambah, ternyata ayah angkat Qaishar adalah dokter yang ikut Bunda saat mengevakuasi Qaishar.
Mereka menyambut Qafiya dengan ramah, berbicara tentang pesta pernikahan dan lain sebagainya. Di sana juga dia berkenalan dengan paman Qaishar. Orangnya ganteng.
"Aku juga ingin mengenalmu ke ibuku, tapi ibuku gak sebaik keluargamu. Gak yakin juga kita bakal dapat sambutan hangat," ucap Qafiya.
"Gak papa, bagaimana pun juga aku harus kenal dengan keluargamu."
Qafiya mengangguk, setelah makan malam dia keluar, ke halaman. Membuka nomor Mamanya yang diblokir.
Dia menghubungi duluan, langsung diangkat. Mama marah-marah cukup lama, Qafiya mendengarkan sampai selesai.
"Ma, aku mau nikah. Aku pingin ngenalin calonku ke Mama," ucap Qafiya.
Mama langsung terdiam. "Nikah?"
"Tapi kalau Mama keberatan, aku minta doa restunya aja."
"Kapan?"
"Insyaallah bulan depan."
"Bawa calonmu ke sini, Mama pingin lihat pria mana yang mau sama anak durhaka kayak kamu."
"Kirim alamat Mama yang sekarang, secepatnya aku akan ke sana bawa calonku."
Bersambung
Satu bab lagi tamat
KAMU SEDANG MEMBACA
Hadiah Pedang Pora (TAMAT)
Teen FictionQafiya dan Qaishar terikat karena sebuah kesalahpahaman, ketika mereka berpisah Qafiya pikir hubungan mereka sudah berakhir. Namun, 6 tahun kemudian mereka dipertemukan kembali di sebuah pengungsian gunung Semeru. Ikatan yang Qafiya pikir sudah tid...