15. Salah Paham

557 96 18
                                    

Mereka bukan mantan, hanya saling kenal dahulu kala, Qafiya menganggap tidak pernah memiliki hubungan apapun dengan Qaishar. Pernikahan singkat dan numpang hidup sebentar. Hanya sebatas itu.

Ah, satu lagi. Qafiya adalah pihak berhutang dan Qaishar orang yang memberi hutang tanpa suku bunga. Bisa bertemu lagi pun sangat tidak terduga.

Qafiya sudah berniat membayar hutang pada Qaishar lewat bunda beberapa tahun lagi, setelah dia menjadi dokter dan bisa menghasilkan uang.

Dia tidak mau berhubungan langsung dengan Qaishar, pasalnya ia tidak enak jika Nihla salah paham. B
Hampir 6 tahun telah berlalu, tentu Qaishar sudah menikah.

"Kamu sudah datang, Paman tidak menyangka kamu sungguh menjadi dokter." Paman tersenyum lebar.

"Aku kan udah bilang pingin jadi dokter," ucap Qafiya menyalami tangan paman.

"Berarti keputusan Paman tepat menyerahkanmu ke Qaishar," ucap paman menepuk punggung Qaishar dengan bangga.

Qafiya tahu bahwa Paman tidak bisa menyekolahkannya kedokteran karena kehidupan paman pas-pasan, dia juga tidak minta banyak pada paman. Hanya saja dia tidak menduga bahwa Paman tahu bahwa Qaishar bisa mengantarkannya ke cita-cita.

"Qafiya sekarang sudah tambah besar, sudah dewasa, bibi sampe pangling."

Bibi tersenyum lebar seperti biasa, cantik dan anggun. Mungkin senyuman itu yang membuat paman terpesona hingga tidak mau meninggalkan pesantren.

Bibi orang asli sini, masih saudaranya Pak Kyai, beliau mengajar.

"Udah lama gak ketemu, gimana kabar Bibi?" tanya Qafiya.

"Alhamdulillah Bibi sehat, kenapa kamu gak ngirim kabar sama sekali setelah pergi?"

"Ah, itu. Sebenarnya aku ganti hape trus nomornya ilang semua."

"Sudah sudah ayo masuk dulu, Bibi mu sudah menyiapkan makanan enak." Paman membuka pintu lebar-lebar.

Mereka masuk ke dalam termasuk Qaishar yang sedari tadi hanya diam. Dua orang itu sangat kikuk, mau duduk pun bingung.

Paman dan bibi langsung ke dapur menyiapkan makanan. Meninggalkan Qafiya dan Qaishar di ruang tamu.

"Sejak kapan di sini?" tanya Qafiya.

"Sudah seminggu," jawabnya singkat.

Qaishar terus memandangnya, kontak mata langsung membuat Qafiya gugup.

"Emb... kamu udah nikah belum? Lama ya gak ketemu, hehe." Qafiya mencoba mencairkan suasana.

Pertanyaan itu membuat kening Qaishar berkerut.

"Yakin kamu tanya gitu?" tanya Qaishar.

Apakah terlalu aneh pertanyaannya? Qaishar sudah bertunangan dengan Nihla, sekarang sudah hampir 6 tahun berlalu, bukankah sudah sepantasnya mereka menikah?

"Iya, kamu udah nikah belum?" tanya Qafiya lagi.

"Kamu tahu sendiri aku sudah menikah," jawab Qaishar.

Ah, ternyata pertanyaan Qafiya memang sangat basi. Tentu saja harusnya Qafiya sudah bisa menebak.  Di hadapan Qaishar yang bermata tajam, dia malah menanyakan hal bodoh.

Paman memanggil mereka untuk duduk di meja makan, semua hidangan sudah tersedia, Paman banyak bertanya tentang Qaishar.

"Jadi sampai sekarang kalian gak tinggal bareng?" tanya Paman.

"Kenapa kami harus tinggal bareng?" tanya Qafiya sembari makan kepala ayam. Dia paling suka bagian itu.

"Loh, gimana kamu ini, Qaishar kan suamimu. Wajar kalau kalian tinggal bareng, jangan mentang-mentang sibuk kalian lupa itu. Umur kalian juga sudah pas buat punya anak," ucap Paman panjang lebar.

"Uhuk!" Qafiya tersedak tulang ayam. Dia buru-buru mengambil minum.

"Pelan-pelan," ucap Bibi.

Mata Qafiya masih melotot ke paman.

"Paman jangan ngomong sembarangan, Qaishar ini sudah menikah."

"Iya paman tahu Qaishar sudah menikah, orang paman sendiri yang menikahkan kalian."

"Maksudnya bukan gitu, tapi dia udah nikah sama cewek lain! Bukan aku tapi tunangannya."

Paman langsung menoleh ke Qaishar yang sedang santai makan sup.

"Apa benar kamu menikahi gadis selain Qafiya?"

"Nggak."

Qafiya langsung protes.

"Kamu bicara yang jujur dong, jangan bikin paman salah paham. Katanya kamu udah nikah, kamu udah punya istri 'kan?"

"Memang aku sudah menikah dan punya istri," jawab Qaishar.

"Tuh kan bener, Paman."

Paman memijat kepalanya. Dia bingung dengan dua orang di depannya.

"Qais, sebenarnya siapa istrimu?"

"Qafiya," jawab Qaishar singkat. Tapi membuat Qafiya sangat terkejut. Dia tidak menduga Qaishar masih menganggapnya istri.

"Bukannya hubungan kita udah berakhir sejak kita pisah?"

"Kita pisah hanya untuk mengejar cita-cita bukan cerai, apa aku pernah mengucap talak?" tanya Qaishar, dia berhenti makan.

"Walaupun gak ngucap talak, tapi kita udah pisah 5 tahun lebih."

"Aku tetap memenuhi kewajiban ku selama lima tahun ini, aku tetap menafkahimu setiap bulannya tanpa telat sekalipun."

Mendengar itu Qafiya terdiam, dia tidak menduga kiriman uang perbulan itu adalah bentuk nafkah dari Qaishar.





Bersambung

Maaf up lama, soal ngurus Pesona Mas Kades yang terbit. Kalau berkenan ikut PO nya ya, banyak ekstra part dr Mas Kades loh.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kalo gk Nemu di shoppe bisa pesen lewat admin penerbit  0821-4835-4299

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalo gk Nemu di shoppe bisa pesen lewat admin penerbit  0821-4835-4299

Hadiah Pedang Pora (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang