"Kamu jangan jahat-jahat sama Mecca, Kak." Kata seorang gadis dengan seragam putih abu-abu itu menatap cowok dengan seragam sama disampingnya. Keduanya sedang duduk dirumput sintetis dibelakang rumah si cowok.
"Aku jaga hati kamu, Fik." balas cowok itu.
Gadis itu menggeleng. "Ya tapi jangan gitu juga. Mecca temen aku satu-satunya. Direspon aja dikit-dikit boleh kok,"
"Kamu rela berbagi aku dengan cewek lain?" tanya si cowok dengan tatapan tak mengerti, mengapa gadisnya ini baik sekali?
"Bukan gitu, Kak Vian sayang. Aku udah ngerasa salah banget sana Mecca karena udah pacaran sama Kamu di belakang dia." kata gadis itu tak enak, ia menundukkan kepala teringat saat cowok yang disebut Vian itu menembaknya setelah kelulusan SMP setahun lalu. Lebih dulu dibanding dirinya, tanpa sepengetahuan temannya yang bucin akut pada cowok itu.
Vian meraih tangannya, menarik dagu gadis itu agar menatapnya. "Kan aku yang mau, Fika. Aku sayang sama kamu. Aku suka kamu semenjak kita satu ekskul Voli di SMP kamu udah narik perhatian aku. Tapi bodohnya aku malah butuh validasi buat pacarin Mecca karena dia cantik, dan kebetulan dia caper ke aku jadi aku ladenin. Padahal dilihat-lihat lebih cantik kamu dari Mecca. Selain cantik, kamu juga terlalu baik ke orang lain, Fik. Cewek mana yang dengan sabar rela pacarnya digangguin cewek lain? Ceweknya temen sendiri pula? Kamu doang. Hati kamu terbuat dari apa sih?"
Gadis yang disebut Fika itu malah semakin tak enak. Karena gadis itu terus membisu Vian kembali bicara. "Lagian, kamu kenapa mau sembunyiin hubungan kita, Fik?"
Fika langsung menatap cowok disampingnya. "Kak, Kak Vian pacaran sama aku setelah putus dari Mecca. Apa gak tantrum kalo Mecca tau detik itu juga? Dia pasti bilang aku penikung."
"Tapi kan hak aku mau pilih siapa." balas Vian.
"Tapi kanu gak ngerti cewek kalo udah suka sama orang yang sama bakalan gimana, Kak. Tolong, Kak. Bikin Mecca bahagia dulu demi aku, ya?"
Cowok disampingnya langsung protes tak terima. "Nggak. Ngaco banget, kamu pacar aku, Fik. Aku gak mau nyakitin kamu."
Fika menggeleng. "Serius aku gapapa. Baikin aja, tapi aku juga mau berusaha bikin dia move on, kok."
Hening, keduanya kembali tak bersuara. Sibuk dengan pikian masing-masing.
"Oke, nanti aku suruh Deri buat deketin Mecca juga. Siapa tau dia mau mulai buka hati ke orang lain," suara Vian membuat Fika menoleh cepat dan tersenyum lebar, meski terlihat sekali sorot luka pada matanya.
"Makasih, Kak." katanya memeluk cowok itu dari samping.
Vian tersenyum, mengusap rambut gadis yang setahun ini menjadi pacarnya. "Gak semudah itu, ada syaratnya."
"Apa?" tanya Fika mendongak.
Vian tersenyum geli, berniat menggoda gadis itu. "Cium dulu."
Fika langsung menjauh, menatap tajam Vian. "Dih! Nggak mau, masih kecil!"
Vian terkekeh. "Becanda. Pokoknya setelah Mecca move on, kamu harus publikasi hubungan kita. Kamu bukan aib, aku gak mau cewek aku dianggap jomblo sama orang."
"Iyaa, boleh. Makasih ya, Kak?" entah, Fika merasa lega sekali.
"Ini demi kamu ya, bukan kemauan aku." kata Vian.
"Kamu lupa perjanjian kita?" tanya Fika pada lelaki disampingnya yang sedang menunduk.
Lelaki itu mendongak, menatap gadis disampingnya yang kentara sekali bahwa ia sedang tidak baik-baik saja. Mereka duduk ditaman belakang sekolah.
"Apa, Fik?" tanya Vian.
Fika menghela napas, setelah kembali mengingat percakapannya saat pertama masuk sekolah. "Kamu bilang, kamu mau publikasi hubungan. Tapi pas liat Mecca sama Kak Deri, kamu malah gak terima. Dan... bisa-bisanya kamu duain aku sama Mecca, meski aku ngizinin bukan berarti aku suka liatnya, Kak! Kamu gak tau seberapa kuat aku nahan sakit saat melihat kalian barengan dan kamu seolah gak kenal sama aku. Sakit hati aku, Kak!"
"Fika, nggak gitu..." Vian jadi serba salah, ia tidak bisa kehilangan Mecca lagi tapi ia juga tak bisa melepas Fika begitu saja, sebut saja dia brengsek.
"Terus gimana? Kamu dibuat jatuh cinta lagi sama Mecca? Aku emang berbaik hati buat Kamu baik-baikin Mecca, tapi sejujurnya aku lebih seneng kamu yang dulu ketus dan cuek sama Mecca, Kak!" kata Fika berapi-api, ia memangis di sana. Tapi.. tidak ada lagi Vian yang menenangkannya, yang ada hanya Vian yang bingung sekarang.
Vian menatap gadis disampingny, diraihnya kedua bahu perempuan itu. "Fika, sejak awal aku udah gak suka sama kamu yang suruh baikin Mecca, karena aku takut hal ini terjadi. Sekarang beneran kejadian, kan? Kamu jangan terlalu baik sama orang, Fi."
"Terus gimana sama aku, Kak?" tanya Fika mendongak, memperlihatkan air matanya. Jujur, Vian merasa bersalah. Tapi ia tak bisa mengonrtrol perasaannya dan tanpa sadar menyakiti dua perempuan sekaligus.
"Aku sayang Mecca, tapi aku juga sayang kamu." kata Vian pelan membuat Fika memicingkan mata.
"Kamu egois, Kak."
"Iya." kata Vian, mengakui.
"Kamu brengsek!" kata Fika lagi, kali ini tangisannya semakin pecah.
"Iya, emang. Aku gak bisa pilih salah satu diantara kalian." lirih Vian membuat Fika semakin tak bisa menghentikan air matanya.
Terjadi keheningan cukup lama, sebelum Fika memberanikan diri menatap mata cowok itu. "Kalo gitu, lepasin aku aja."
"Gak bisa, Fik. Mama udah sayang banget sama kamu," balas Vian enteng, seolah tak berpikir perasaan Fika.
"Tapi aku gak mau sakit hati, Kak. Kamu pilih aku, aku maju. Kamu kalo mau aku dan Mecca, aku yang mundur." kata Fika tegas, mulai mengusap air matanya.
"Jangan tinggalin aku." kata Vian pelan.
Fika menggeleng. "Aku gak bisa. Pilih Mecca aja, kayaknya kamu gak mau kehilangan dia lagi, Kak. Makasih buat satu tahun ini, semoga bahagia sama Mecca, ya? Jagain dia. Kayaknya... dia udah gak mau temenan sama aku lagi. Aku gak tau siapa yang salah di sini, mungkin aku salah karena gak bilang dari awal dan malah biarin kamu sama dia lagi aku gak terima, tapi aku bisa apa? Mecca juga gak tau apa-apa. Ini salah aku. Kesalahanku yang bikin orang-orang yang aku sayang sakit hati, maaf."
"Fika..."
Fika kembali menggeleng dan tersenyum getir, ia mungkin terlalu berlebihan menyayangi Mecca sampai sok baik dengan berbagi Vian meski ia ikut sakit hati sekarang. "Gak usah ngerasa bersalah, Kak. Kamu bener kok, kalo aja dari awal aku gak sok baik biarin kamu baikin Mecca, gak akan ada yang sakit hati di sini. Tolong sampaikan maafku ke Mecca juga. Aku takut dia gak mau ngomong sama aku. Aku pergi, Kak."
— like my ex —
terimakasih sudah membaca, sampai jumpa dibagian berikutnya!🩶
KAMU SEDANG MEMBACA
Like My Ex
Teen FictionLaurora Mecca gagal move on dengan Viandra Klastara--mantan cinta monyetnya di Sekolah Menengah Pertama, dan memutuskan kembali mengejar cinta sang mantan di SMA. Menjadi cegil dalam mengejar Vian, tak mudah bagi Mecca. Ia harus menghadapi beberapa...