୨୧⋆"Pergilah, biarkan aku disini"༶

3 1 0
                                    

Santoso takjub dengan ruang tamu di rumah Arga Seto. Dia tidak berhenti berdecak kagum saat melihat beberapa furniture yang mahal dan sofa empuk yang nampaknya harganya tidak ramah di dompet itu.

"Kalau kau tinggal di kampung ku, di Medan sana....aish! Kau akan dipanggil 'Saudagar Muda' agaknya." Santoso melihat sekeliling sambil mencium aroma wangi rumah kawan barunya. Begitu kagum dan juga sedikit iri.

"Ah, rumah ini biasa saja. Jangan terlalu memuji-muji begitu, Santosa—eh, Santoso maksudku."

"Biasa saja? Apa yang biasa saja? Rumah sebesar ini, bisa dijadikan sebagai konferensi Asia-Afrika sepertinya."

Sementara itu, Mahajana duduk dengan tenang di sofa milik Arga Seto sambil menulis sebuah surat untuk Arum. Dia sudah berjanji kepada kekasihnya untuk berkirim kabar. Untuk itu, Mahajana berniat untuk mengirimkan dua surat sekaligus untuk Arum.

"Apakah rumahmu yang di Banda Neira juga sebesar ini?" Tanya Santoso kepada Arga Seto. Lelaki itu menjawabnya dengan gelengan kepala. "Ah tidak, rumahku di Banda Neira hanya muat untuk empat orang saja. Sisanya, hanya ada ruang makan, ruang tamu, ruang tengah, dapur dan kamar mandi yang digabungkan."

"Empat orang? Kedua orang tuamu, kau dan adikmu kah?" Tanya Santoso. Arga Seto menggeleng. "Tidak, aku tidak punya adik."

"Lalu? Kakak?"

Kali ini Mahajana yang menjawab. "Arga anak semata wayang. Dia tidak punya kakak ataupun adik." Kemudian, Mahajana menyadari sesuatu. "Iya juga ya, kalau kau anak semata wayang, lantas kenapa anggota keluargamu ada empat? Bukannya seharusnya tiga ya?"

Arga Seto tersenyum. Dia berdiri dengan tubuh yang disandarkan ke dinding dan tangan yang terlipat di dada.

"Empat anggota keluarga, yaitu aku, ibu dan ayahku, lalu anakku."

"APA? ANAK??!!"

***

"Kau suka kerupuk kulit?"

"Suka Mbak Yu."

"Ya sudah, ambil."

Marisa dan Arum menyempatkan diri untuk mampir ke toko oleh-oleh. Hanya sekedar membeli makanan yang nantinya bisa dijadikan sebagai camilan malam. Toko oleh-oleh ini, perlahan, mengingatkan nya pada keluarganya di Cirebon, terutama Lasmi—ibunya. Ah, Arum ingin sekali membawakan beberapa oleh-oleh ini untuk Lasmi saat nanti ia kembali ke tanah kelahirannya.

Arum merindukan keluarganya.

"Kau pulang naik angkutan umum?"

"Bibi akan menjemput ku, Mbak Yu."

Marisa mengangguk paham lalu kembali memilih makanan. Sementara Arum sibuk mengamati beberapa karyawan yang ada di dalam toko ini, mereka rata-rata menggunakan baju batik. Jika Arum lihat secara jelas, ada seorang pegawai laki-laki yang wajahnya memang sedikit mirip dengan salah satu kawan Mahajana, yaitu Aryo. Namun, untuk menghindari rasa malu seumur hidup, Arum memilih untuk tidak memanggil ataupun mendekat kearah karyawan tersebut. Siapa tahu hanya mirip kan?

"Sudah Rum? Tidak ada yang mau dibeli lagi?" Tanya Marisa.

"Eh? I-iya sudah."

"Baiklah, kita bayar, lalu segera pulang."

***

"APA? ANAK??!!"

Santoso dan Mahajana terkejut. Dua lelaki itu bahkan membanjiri Arga Seto dengan pertanyaan-pertanyaan yang bahkan Arga Seto sendiri kewalahan untuk menjawabnya.

ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang