Pagi-pagi sekali, Mahajana sudah berada di pasar bersama dengan Ratna. Hari ini, Mahajana berencana untuk menemani bunda nya itu untuk membeli beberapa bahan makanan dan juga sesuatu yang menurutnya mampu untuk ia beli. Entah sapu, karpet, panci, payung, baju, taplak meja, sandal, sepatu, kue kue kering, buah-buah segar, beberapa potong daging, gaun istana, sepatu kaca Cinderella, mahkota kerajaan, gelang emas, tongkat sihir, sepatu roda, roda mobil, roda motor, kapal selam, helikopter, ikan hiu, ikan paus, ikan buntal apapun itu yang menurutnya mampu untuk dibeli.
Tapi, apakah pasar menjual gaun istana, kapal selam, dan tongkat sihir? Kurasa tidak.
Sementara Mahajana sedari tadi memperhatikan Ratna yang sedang melakukan aksi 'kramat' nya ketika sedang membeli sebuah baju bermotif bunga-bunga. Ya, betul : Tawar menawar. Mungkin, itu adalah hal wajar yang sering terjadi apabila seseorang ingin membeli sesuatu. Namun, bagi Mahajana, melihat Ratna melakukan tawar-menawar dengan seorang pedagang sama hal nya dengan melihat debat para petinggi-petinggi negara. Sangat menegangkan, susah dimengerti dan sengit. Melihat aksi tawar-menawar antara ibu nya dengan si pedagang, membuat Mahajana tahu mengapa seorang perempuan sangat banyak omong dan tidak pernah mau mengalah.
Setelah selesai, Ratna mengajak Mahajana ke sebuah toko sembako langganan nya. Toko itu milik seorang suami istri keturunan China yang konon katanya sudah mualaf sejak tahun 1986. Toko nya berada di area pasar, dekat dengan toko ikan dan toko alat-alat bangunan.
"Mbak Ratna, apa kabar? Akhirnya kita berjumpa." Salah seorang pegawai toko itu dengan ramah menyambut Ratna dan Mahajana. Jika diperhatikan, dia adalah perempuan yang umurnya sekitar 39 tahun. Berambut agak ikal dan berkulit sawo matang.
"Sudah lama ya tidak bertemu. Kamu kemana saja Arlinda? Setiap saya kesini kamu kok tidak ada?" Jawab Ratna sambil membalas senyum perempuan berkulit sawo matang itu yang ternyata namanya adalah Arlinda.
"Ah, mbak Ratna pasti rindu sama saya." Arlinda tertawa. "Saya pulang ke Mojokerto mbak, nenek sakit jadi saya harus merawat beliau. Sudah hampir sebulan saya disana mbak, diam dirumah, merawat nenek, makan, tidur, pergi ke gereja, begitu saja terus. Paling-paling kalau keluar rumah cuma sekedar membeli makanan, antar nenek berobat lalu antar adik-adik sekolah. Sudah itu saja, saya sudah tidak punya kawan mbak, sebab kawan-kawan saya sudah kawin semua."
Ratna mengangguk-angguk paham. Ia menanyakan beberapa hal kepada Arlinda, kadang mereka tertawa, kadang pembicaraan mereka serius sekali, kadang pula Ratna seperti seorang ibu yang sedang menasehati anak perempuan nya. Mahajana perhatikan, Ratna dan Arlinda macam kawan lama yang lama tidak bersua, mereka saling berpelukan, menanyakan kabar, bahkan sampai saling beradu nasib.
Mahajana tidak mau terlalu tau obrolan Ratna dengan penjaga toko itu, ia memutuskan untuk keluar lalu melihat lalu lalang kendaraan serta beberapa orang-orang yang baru saja keluar dari area pasar. Beberapa dari mereka pulang menaiki becak, berjalan kaki, bahkan ada yang pulang menggunakan angkutan umum. Ia menoleh kedalam toko dan melihat Ratna masih mengobrol dengan Arlinda. Benar-benar seperti kawan lama yang lama tidak bersua.
Mahajana menghela nafas, ia benar-benar bosan. Melihat banyaknya manusia berlalu lalang, ibu-ibu yang membawa belanjaan, lagu-lagu dangdut yang sengaja di putar dari dalam toko sembako membuat kepalanya bertambah pusing. Belum lagi suara pemilik toko bangunan yang begitu keras menggelegar, macam orang sedang murka besar padahal memang begitulah gaya dan nada bicaranya.
Tetapi, ada sesuatu yang membuat Mahajana tertarik di tengah-tengah hingar-bingar suasana pasar yang ramai. Sebuah toko askesoris kecil yang nampak lucu dan cantik. Cat nya berwarna merah muda dengan sedikit paduan warna putih. Di depan toko, ada replika bunga-bunga anggrek yang tergantung indah di dinding toko. Mahajana menajamkan lagi matanya, dan ia melihat sebuah pita berwarna biru yang ada di dalam sana. Tanpa pikir panjang, ia berlari menuju toko aksesoris itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]
RomantikBagi Mahajana, Arum adalah salah satu mimpi yang harus ia wujudkan. Arum, dan Arum. Tetap dan selalu Arum. "Arum, panjang umur selalu. Sebab salah satu mimpiku ada pada dirimu." ©Rahmaayusalsabilla Publish, 08 Januari 2024.