Arum, masih setia memandangi langit malam dari jendela kamar barunya di rumah Rita. Yogyakarta kali ini mengantarkan Arum kepada kenangan-kenangan manis saat ia masih berada di kota Cirebon. Ia masih menunggu keluarganya mengirimkan surat kepadanya, sebab, Arum ingin mengetahui kabar mereka. Terutama kabar Lasmi. Perempuan yang selalu ia khawatirkan keadaannya baik jauh maupun dekat.
Suara jarum jam dan air di dalam aquarium menghiasi sunyi di kediaman Rita. Sejak jam sembilan malam, Rita pamit untuk tidur lebih dulu sebab dia sudah terlalu lelah pergi ke sana ke mari bersama kawan-kawan lamanya. Reuni mendadak, mungkin saja.
Hal yang Arum tunggu selanjutnya adalah, surat dari Mahajana. Kemarin, di dalam obrolan panjang lewat telepon, Arum sempat memberikan alamat rumah Rita. Dia juga terang-terangan meminta Mahajana untuk berkirim pesan rindu lewat surat. Mahajana mengiyakan, namun, lelaki itu mengatakan kepada Arum bahwa ia tidak bisa mengirim surat dalam waktu dekat ini.
"Memangnya, apa yang sedang kau kerjakan sehingga untuk mengirim surat saja kau tidak sempat?"
"Sempat, aku akan menyempatkan mengirim surat padamu. Tapi tidak dalam waktu dekat ini. Aku harus membantu kawan masa kecil ku yang baru datang dari Banda Neira dan mencari keberadaan Aryo. Tenang saja, aku akan menyempatkan diri untuk mengirim surat padamu. Tapi, kumohon berikan aku waktu dulu."
Arum, yang malam itu nampak kesal saat sedang menelepon Mahajana, perlahan tersenyum tipis. Gadis itu mengira bahwa Mahajana sedang kasmaran dengan seorang perempuan di sana. Meskipun nyatanya cinta Mahajana kepada Arum lebih besar daripada yang dia kira, tapi, bukannya hati manusia bisa berkhianat kapanpun? Bukankah begitu?
Malam yang semakin larut, membuat Arum semakin bosan. Dia tidak mungkin menelepon Mahajana di malam yang larut begini, meskipun Mahajana akan mengangkat telepon darinya akan tetapi kurang sopan bila mengajak seseorang berbincang di malam yang menjelang larut begini.
Saat Arum hendak naik keatas tempat tidurnya, perempuan dengan rambut terurai itu teringat akan sesuatu. Sebuah buku yang Mahajana berikan kepada Arum saat mereka berada di depan gedung BAT untuk melihat senja yang kini Arum sebut sebagai: Senja terakhir.
Buku itu, nampak sudah usang. Sampulnya berwarna hitam dan ada sedikit noda tumpahan kopi. Dan ketika Arum membuka buku itu, tepat di halaman pertama, ada sesuatu yang membuat Arum tersenyum.
Buku ini, aku berikan untuk Arumi. Gadis manis dari kota udang yang kelahirannya disambut senyuman dewi rembulan.
Arum tersenyum lebar. Kemudian, dia melihat halaman selanjutnya. Ada gambar bunga mawar di sana. Itu, pasti gambar yang dibuat oleh Mahajana menggunakan sebuah pensil.
Kali ini, aku mengikuti kemauan hatiku untuk melepas mu. Entah harus berapa purnama yang aku lewati demi bisa bersatu denganmu lagi. Jarak yang menjadi penengah antara kita berdua. Jarak yang sebenarnya masih bisa aku tempuh, tetapi aku belum mampu untuk menyusul dirimu. Jadi, maukah kau menunggu?
Rum, aku mohon jangan pernah meragukan janji yang pernah aku ucapkan padamu. Sungguh, aku akan menepatinya. Tapi, mungkin, ini akan sedikit lama. Untuk itu, aku tanyakan padamu sekali lagi. Maukah kau menunggu?
Kau adalah salah satu mimpiku yang ingin aku wujudkan agar bisa menjadi kenyataan. Kau adalah gadis yang ingin aku jadikan selamanya, bahkan bila dunia berakhir, kau dan aku akan tetap abadi. Bersama, dan selamanya. Kita akan menikmati waktu berdua di kota kita, melihat gedung baru, perubahan zaman yang akan semakin maju. Kita akan menua bersama, melihat anak-anak kita yang semakin dewasa lalu menikah. Lalu, sudah saatnya kita menua.
Semoga khayalanku menjadi kenyataan.
Berjalanlah Rum, jangan takut. Aku disini untukmu. Dan bila nanti kau kembali, pelukan ku akan menyambut dirimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]
RomanceBagi Mahajana, Arum adalah salah satu mimpi yang harus ia wujudkan. Arum, dan Arum. Tetap dan selalu Arum. "Arum, panjang umur selalu. Sebab salah satu mimpiku ada pada dirimu." Dan bagi Arum, Mahajana adalah salah satu alasannya untuk tetap hidup...