Sore hari, Arum sudah berdandan begitu rapih. Sudah terniat sekali hatinya untuk mendatangi rumah Mahajana. Ya, walaupun hanya untuk mengantarkan surat.
Sesak menghunus dada Arum ketika memandangi fotonya dengan Mahajana yang ia letakan di atas meja belajar. Jika bukan karena mimpi, rasanya, Arum tidak rela meninggalkan beberapa orang-orang disini.
Bagi Arum, Mahajana seperti kidung pelipur lara yang menjelma menjadi manusia. Kehadirannya, membuat Arum mampu memaknai kehadiran "rumah" yang kelak akan menjadi tempatnya kembali. Lebih tepatnya "Rumah kedua" setelah keluarganya. Bersama Mahajana, Arum bisa merasakan menjadi dirinya sendiri tanpa harus malu apalagi takut bila Mahajana tidak bisa menerima. Kehadiran Mahajana memang begitu berpengaruh dalam kehidupan Arum.
Tangan Arum meraih foto dirinya dan Mahajana yang berada di atas meja belajar. Setelah lama memandangi, secara spontan Arum memeluk foto itu. Seolah-olah ia sedang memeluk Mahajana.
"Maafkan aku jika aku melanggar janji yang aku buat sendiri bahwa aku akan selalu membersamai dirimu di kota ini, kita akan bersama menikmati hangat mentari pagi dan semilir angin sore lalu melihat kota kecil ini perlahan berubah. Aku harus pergi, untuk kebahagian ibu ku dan diriku sendiri."
Semakin erat Arum mendekap foto itu, semakin mengalir deras air mata yang ikut membasahi pipinya.
"Semoga dalam perjalanan panjang ku nanti, hatimu akan menjadi pelabuhan ku. Tempat ku kembali, tempatku melepas segala lelah."
***
Mahajana dan Aryo memandangi beberapa anak-anak yang sedang bermain sepeda. Setelah perjalanan penuh keanehan ke toko bu Surti, dua manusia itu memutuskan untuk duduk dahulu di alun-alun Sangkala Buana. Tempat yang sama ketika Mahajana mengajak Arum untuk melihat pagelaran tampak tari topeng lima wanda.
Aryo mengambil rokok terakhirnya. Ia memang membawa empat rokok di dalam saku. Lelaki itu sengaja duduk agak jauh dengan Mahajana sebab Mahajana adalah lelaki anti rokok.
Aryo berjalan mendekat kearah Mahajana, sambil memasukkan tangan kirinya kedalam saku celana.
"Jadi, kapan kita akan berangkat merantau?" Tanya Aryo.
"Entahlah, Santoso diam saja. Aku kira, dia tidak jadi mengajak kita merantau." Jawab Mahajana sambil memandangi anak-anak bersepeda.
Hening. Aryo fokus pada rokoknya dan Mahajana dengan seribu satu lamunan nya. Membicarakan masalah merantau, sejujurnya Mahajana belum siap. Apalagi jika dia harus berjauhan dengan Arum.
"Yo, menurutmu, cinta itu apa?" Pertanyaan Mahajana yang secara tiba-tiba itu membuat Aryo terkekeh. Sebelum menjawab, lelaki itu memasukan korek apinya terlebih dahulu ke saku celana nya lalu duduk tepat di samping Mahajana.
"Lucu sekali kau ini, menanyakan cinta kepada seseorang yang di besarkan dengan kekerasan dan pukulan seperti ku." Aryo terbatuk lalu membuka air mineral yang sempat ia beli di toko dekat Alun-alun. Aryo meletakan botol itu di sampingnya lalu menatap jauh ke depan, seperti ada yang membuat hatinya sesak, mata Aryo menjadi sedikit berair.
"Sampai aku dewasa seperti sekarang, aku belum tahu cinta dan dicintai itu seperti apa rasanya. Ku lihat kau di cintai oleh keluargamu dan oleh Arum, aku juga melihat Santoso di cintai oleh kakek dan neneknya. Sementara aku? Aku dicintai siapa?"
Ah, Mahajana merasa bersalah telah menanyakan persoalan cinta kepada Aryo.
"Sejak kecil, hidupku sudah lebih dulu mengalami kekerasan. Kedua orang tua ku tidak pernah memberikan pelukan, bahkan untuk mencium tangan mereka saja rasanya tidak pernah. Kecuali ayahku, kadang masih mencium tangan nya ketika ingin bepergian, itupun sebelum ayah kabur dari rumah. Sama hal nya dengan ibu ku. " Aryo mulai bercerita. Nada bicara nya sedikit bergetar namun sesekali ia mencairkan suasana tersebut dengan di selingi kekehan atau candaan ringan.
"Cinta dari orang lain juga rasanya tidak pernah ku dapat. Contohnya dari Sumarsih, di mata mereka, aku ini sampah. Anak tidak bermasa depan kata ayahnya, anak tidak tahu diri dan macam-macam lagi. Hubungan ku dengan Sumarsih di paksa kandas di tengah jalan, dan Sumarsih di jodohkan dengan orang yang hidupnya mentereng. Tapi ya sudahlah, memang bukan jodoh juga mungkin. Tidak berhak aku memaksa."
Bila sudah mendengar cerita pedih Aryo, Mahajana merasa bahwa ia tak ubahnya macam seorang anak manja yang hidupnya berkecukupan dari kecil lalu mulai merasakan pahitnya kedewasaan saat ia beberapa kali dihantam oleh kehilangan. Dan bila bukan karena Aryo, Mahajana pasti tidak akan tahu bagaimana cara nya berenang di sungai, atau memanjat pohon. Itu adalah 'ilmu' yang Aryo berikan kepada Mahajana saat mereka berdua masih menjadi anak kecil.
"Kau sendiri tahu tidak apa arti nya cinta?" Kini giliran Aryo yang bertanya kepada Mahajana. Kalau sudah dihadapkan dengan pertanyaan begini, Mahajana mati kutu. Meskipun pandai merangkai kata, nyatanya Mahajana tidak dapat mendeskripsikan apa itu cinta. Ia bisa mencintai Arum dengan baik, tapi ia tidak tahu apa arti cinta secara menyeluruh.
Mahajana berusaha mencari-cari jawaban dari pertanyaan Aryo.
"Ku pikir, arti cinta itu tergantung pada hati manusia masing-masing."
Jawaban Mahajana membuat Aryo terkekeh, "Tergantung pada hati masing-masing? Berarti, jika seseorang yang sejak dulu tidak pernah merasakan cinta dan dicintai, bagaimana? Apa yang ada dihatinya?"
Mahajana menggaruk tengkuknya. Benar juga yang diucapkan Aryo.
"Itulah kau, pujangga tapi tidak tahu arti cinta." Nada bicara Aryo sedikit mengejek.
"Cinta itu, adalah ketika kau berkelana jauh, terjatuh, terluka, hampir tengelam, terhunus tombak, dicaci maki dunia, dihantam badai dan ombak lalu pulang dengan keadaan remuk redam, tetapi ada seseorang yang masih menerima mu dengan baik. Cinta, adalah ketika menemukan seseorang yang membuatmu merasa bahwa bila dunia berakhir, perasaanmu akan tetap abadi."
Hari ini, Aryo kelihatan lebih puitis dari Mahajana. Memang benar, kadang kita bisa menemui beberapa orang yang bukan pujangga, tapi dia lebih puitis daripada pujangga itu sendiri.
Sepertinya, Mahajana harus berguru kepada Aryo.
______________________________________
You can follow my ig :
@rbiellaa.e
@rahmabiella.world
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]
RomanceBagi Mahajana, Arum adalah salah satu mimpi yang harus ia wujudkan. Arum, dan Arum. Tetap dan selalu Arum. "Arum, panjang umur selalu. Sebab salah satu mimpiku ada pada dirimu." Dan bagi Arum, Mahajana adalah salah satu alasannya untuk tetap hidup...