୨୧⋆Kenangan Masa Lampau.༶

8 1 0
                                    

Perjalanan yang mereka berdua tempuh akhirnya sampai juga ke tujuan. Mahajana memberhentikan mobilnya tepat di pekarangan rumah Arum. Mahajana turun lebih dulu dan membukakan pintu mobil untuk Arum. Di ruang tamu, Lasmi sudah menunggu Arum sejak tadi sambil cemas bukan main.

"Arum, aduh syukurlah kau sudah pulang." Ucap Lasmi sambil mendekat kearah anaknya. Perempuan itu melihat kearah Mahajana yang sedari tadi sudah tersenyum sambil mengulurkan tangannya agar bisa bersalaman dengan Lasmi.

"Lho, Mahajana? Kok bisa kemari dengan Arum?" Tanya Lasmi heran. Mahajana tersenyum.

"Saya bertemu Arum di pasar bu. Kebetulan saya juga mendapat amanah dari bunda untuk memenuhi kebutuhan dapur. Dan saya tidak tega melihat anak ibu harus pulang sendirian lalu menunggu hujan reda. Untuk itu, saya menyuruh Arum untuk naik ke mobil agar dia tidak berlama-lama menunggu." Tutur Mahajana. Ucapan Mahajana menang bukan kenyataan dari apa yang sebenarnya terjadi. Memang berdosa membohongi orang tua, tetapi jika ia mengatakan sejujurnya kepada Lasmi, sudah pasti perempuan yang sudah melahirkan kekasihnya itu akan panik bukan main.

"Oh, begitu." Ucap Lasmi sambil mengangguk. "Eh, mari, masuklah dulu. Ibu buatkan teh manis untukmu." Lasmi kemudian menyuruh Mahajana untuk masuk dan duduk diruang tamu.

Mahajana tersenyum santun. Lelaki itu masuk lalu duduk di sofa nyaman milik Arum sambil menunggu kekasihnya menyimpan belanjaan di dapur. Tidak lama, Arum menghampiri Mahajana sambil membawa sebuah kotak P3K dan beberapa kapas untuk membersihkan luka di wajah dan tangan Mahajana.

"Rum, tidak usah."

"Luka ini harus diobati."

Mahajana mendorong tangan Arum pelan. Sangat pelan. "Tidak, luka ini akan sembuh dengan sendirinya."

"Mau sembuh bagaimana? Aku ingin obati saja kau menolak."

"Rum," panggil Mahajana. "Aku sebelumnya pernah terluka. Lebih sakit, lebih berdarah, lebih parah, dan lebih perih dari ini. Tapi, aku membiarkannya mengering dengan sendirinya. Meskipun masih ada sisa rasa sakit yang aku rasakan, tapi luka itu bisa sembuh dengan sendirinya. Ya, walaupun aku harus melewati banyaknya purnama."

Lama Arum memandangi mata Mahajana dan kata-kata yang Mahajana ucapkan barusan. Sebab, gadis itu merasa bahwa ucapan Mahajana memiliki arti tersendiri yang tidak Arum pahami.

"Arum, sudah pulang kau rupanya. Eh, ada tamu? Aduh, maaf ya rumah nya berantakan."

Arum menoleh kearah sumber suara. Laras, sedang berjalan menghampirinya sambil membawa beberapa camilan kering di dalam toples. Perempuan berkebaya itu memperhatikan Mahajana dari penampilan rambut hingga ke kaki nya.

"Kawannya Arum ya?" Tanya Laras. Mahajana menggeleng. "Bukan bu, saya-,"

"Silahkan diminum. Maaf jika lama menunggu." Lasmi datang sambil membawa nampan berisi teh manis.

"Eh, kok cuma satu teh nya? Untuk ku mana? Untuk anakmu juga mana?" Tanya Laras sambil bergurau. Ibunda Arum itu kemudian berjalan lagi kearah dapur dan meninggalkan Laras, Mahajana juga Arum. "Kalau tahu ingin kedatangan tamu begini, aku kan membuat kue kering lebih banyak lagi." Ucap Laras sambil menatap toples-toples kering yang isinya tinggal sedikit.

"Tidak perlulah repot-repot, saya cuma sebentar disini." Jawab Mahajana merasa tidak enak. "Saya cuma mau mengantar Arum."

"Baik sekali sampai diantar. Ngomong-ngomong, kau kawannya Arum?"

"Bukan." Mahajana menggeleng. Dia kemudian mengulurkan tangannya seperti mengajak Laras berjabat tangan. "Perkenalkan, saya Ganantara Hardika Mahajana. Cukuplah kiranya panggil saya dengan nama Mahajana saja, saya kekasih Arum."

ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang