୨୧⋆BUNGA MEREKAH. ༶

9 1 0
                                    

Hujan melanda sunyi dini hari. Dari luar, terdengar juga suara katak yang nampaknya riang dengan kedatangan air-air yang turun menghujam bumi. Hujan kali ini membuat suasana dini hari dua kali lipat dinginnya. Sementara itu, dikamar, Mahajana sedang sibuk menatap langit-langit kamarnya. Sejak pukul sebelas, matanya tak kunjung mau terpejam dan Tuhan tidak kunjung membawa nya kedalam alam mimpi.

Suasana yang tadinya sunyi senyap itu berubah ketika bunyi telepon menggema di dalam kamar. Mahajana beranjak dari tempat tidurnya lalu berjalan kearah nakas untuk mengangkat telepon tersebut.

"Halo?"

Dari seberang telepon, terdengar suara seorang lelaki yang begitu Mahajana kenal.

"Halo. Eh, maaf aku menganggu kau malam-malam begini."

"Kau rupanya. Ada apa Aryo?".

Penelepon itu adalah Aryo. Entah apa sebabnya lelaki itu menelepon Mahajana di dini hari begini.

"Tidak terlalu penting agaknya, aku cuma ingin sedikit bercerita."

"Ada apa?"

Terdengar helaan nafas yang panjang dari seberang sana.

"Tadi sore, ibuku pulang. Dia menemui ku, juga dengan nenek ku."

"Oh ya? Baguslah kalau begitu. Bukankah kau sendiri yang bilang padaku bahwa sudah lama sekali ibumu tidak pulang?"

"Iya, aku memang pernah bilang begitu. Tapi, yang ini berbeda bung."

Mahajana bingung. "Berbeda bagaimana?".

"Ibu ku datang bersama dengan pria jas coklat. Gaya nya mantap betul, dia memakai barang-barang mahal yang bahkan jelas-jelas mana mungkin aku punya."

"Iya baiklah, lalu?"

"Ibuku bilang pada nenek, bahwa dia akan segera menikah lagi dengan seorang pemilik pabrik batu bara yang tidak lain adalah lelaki jas coklat itu."

"Kau tahu, patah hati aku mendengarnya. Tanpa rasa bersalah dan rasa kasihan, ibu berbicara begitu di depan Emak. Kulihat, tangan ibu dipenuhi emas dan dilehernya ada kalung yang menggantung. Ku akui, ibu memang bertambah cantik."

"Lalu, apa kata nenekmu?"

"Tentu nenek tidak setuju. Mereka berdua sempat beradu mulut. Kau tentu paham dengan keadaan keluargaku. Kau juga tahu tentang egoisnya orang tuaku. Begitulah kira-kira."

Mahajana terdiam.

"Bapakku entah kemana, ibuku sibuk dimabuk asmara oleh lelaki pemilik pabrik batu bara. Mereka berdua lupa dengan aku. Dianggapnya, aku hanyalah sebuah angin lalu. Ada dan tidak ada, tidak akan berpengaruh."

"Kau adalah korban keegoisan orang tuamu. Kurangnya komunikasi membuat ibu dan ayahmu renggang. Ditambah dengan ayahmu yang sekarang pergi tak berkabar dan tak berpamitan."

"Ya itulah. Betul memang ucapanmu. Tetapi, sebelum ayah pergi, dia sempat bilang pada Emak, katanya 'tidak perlu cari tahu keberadaanku' begitu katanya. Keluargaku sudah lebih hancur daripada dulu. Ibuku bahkan sudah tidak menganggap ku sebagai anaknya. Agaknya begitu."

"Jangan bilang begitu. Kau masih punya banyak kesempatan untuk memperbaiki keadaan keluargamu. Percayalah, tidak semua gelap malam itu menyeramkan, sebab di gelap malam ada bintang paling terang yang bersinar. Nah, kau jadilah seperti itu. Kau tidak boleh terus menerus menjadi gelap malam, kau harus jadi bintang. Bintang yang nanti akan menyatukan keluargamu kembali."

Dari seberang telepon, Aryo terdiam.

Mahajana kembali berucap. "Bung, semua butuh waktu. Luka menganga tidak akan langsung mengering dan sembuh, bunga tidak akan langsung mekar, kepompong tidak akan langsung menjadi kupu-kupu, dan kesedihan tidak akan langsung menjadi kebahagiaan apabila kau tidak berusaha untuk bangkit dan merubahnya. Untuk itu, bangkitlah perlahan."

ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang