Yogyakarta, 1996
Arum merasakan bahwa dirinya seperti seekor ikan yang baru dibebaskan di lingkungan baru. Apa yang ada di sekelilingnya nampak baru dan juga aroma ruangan ini, jelas berbeda dengan aroma yang ada di rumahnya. Tidak ada Lasmi, Bagja, Laras.
Dan juga, Bahrin.
Sofa yang ia duduki sekarang, lebih empuk daripada sofa tua dirumahnya, jam yang berada di dinding kelihatan lebih bagus daripada jam dinding usang dirumahnya. Juga beberapa furniture yang ada di sana, kelihatan sangat mahal sekali.
"Rum, kok diam saja? Itu, dimakan dulu kue nya."
Arum tersadar. Ia mengambil satu kue lalu memasukkan nya kedalam mulutnya. Oh, begini ya rasanya kue orang kaya, begitulah kira-kira suara hati Arum.
"Bibi sudah lama tinggal disini sendirian. Yofi pulang juga tidak tentu, sesuka hati dia saja."
Arum tersenyum menanggapi ucapan Bi Rita, adik dari ibunya yang paling kecil.
Lasmi dan Laras sepakat, bahwa Arum akan dititipkan kepada Rita, dengan alasan, bahwa Rita adalah kerabat Arum. Jadi, Lasmi dan Laras tidak perlu mencemaskan Arum, sebab mereka yakin bahwa dalam pengawasan Rita, Arum pasti akan aman terkendali.
"Bagaimana keadaan Cirebon sebelum kau kesini Rum?"
Arum menelan kue yang ada di mulutnya lalu menjawab pertanyaan Rita. "Sama seperti dulu bi."
Rita membenarkan posisi duduknya agar terkesan lebih santai.
"Cirebon di zaman bibi dan di zaman mu itu kan berbeda. Kalau di zaman bibi, semua masih serba susah. Bibi, budhe mu, dan ibu mu kalau sudah malam biasanya akan menyalakan lentera. Dulu, kami sangat miskin Rum."
Arum mendengarkan dengan seksama. Kapan lagi dia bisa mendengarkan cerita masa lalu keluarganya?
"Saat kami masih berusia enam tahun, mimi* dan abah selalu menyuruh kami untuk tidur bersama-sama di ruang tengah, hanya beralaskan tikar yang cukup besar. Abah akan menceritakan dongeng-dongeng Nusantara sampai kami bertiga tertidur."
Ada helaan nafas panjang yang keluar dari mulut Rita.
"Bibi adalah anak bungsu, banyak yang bilang, anak bungsu hanya bisa merepotkan kedua orang tuanya saja. Dan, mungkin, ada benarnya juga. Sebab, diantara ibu mu, budhe mu, cuma bibi yang selalu ngotot ingin melanjutkan sekolah sampai ke jenjang SMA. Nyatanya, mimi dan abah hanya mampu menyekolahkan bibi sampai SMP saja."
"Memangnya, ibu tidak lanjut sampai SMA ya bi?" Tanya Arum. Rita menggeleng, "Tidak, ibu mu hanya sampai kelas dua SMP. Itu pun adalah pendidikan paling tinggi menurut ibu mu. Berbeda dengan budhe mu, yayu Laras, dia hanya menyelesaikan pendidikan sampai kelas empat SD saja. Setelah itu, dia ikut menjadi petani teh di daerah Bandung bersama dengan pakdhe mu."
Arum mengernyitkan dahi. "Pakdhe?"
"Kau memangnya belum pernah mendengar cerita tentang pakdhe mu?"
Arum menggeleng. Entahlah, baik ibunya dan budhe nya tidak pernah bercerita bahwa Arum memiliki seorang pakdhe. Arum kira, budhe nya, alias Laras, adalah anak pertama.
"Sudah lama sekali, bibi juga tidak tahu kabar pakdhe mu. Dulu, dia pamit ingin mencari kerja, tapi entahlah, sampai sekarang ia tak pernah berkabar. Banyak yang bilang, beliau sudah meninggal."
Arum jadi ingat Hendra, kakaknya yang diyakini banyak orang meninggal ditelan samudra.
"Bi, apakah bibi tahu keberadaan mas Hendra?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]
RomanceBagi Mahajana, Arum adalah salah satu mimpi yang harus ia wujudkan. Arum, dan Arum. Tetap dan selalu Arum. "Arum, panjang umur selalu. Sebab salah satu mimpiku ada pada dirimu." Dan bagi Arum, Mahajana adalah salah satu alasannya untuk tetap hidup...