୨୧⋆JANJI & PEMBUKTIAN. ༶

10 1 0
                                    

Pagi-pagi sekali, Mahajana harus membawa Samson ke bengkel mang Koko. Rupanya, motor kesayangan itu merajuk lagi setelah beberapa hari ini dipakai oleh Bayu. Padahal, oli selalu diganti dan Samson juga mendapat perawatan yang amat intensif seperti seekor Kucing Persia.

Namun, seperti kata Ratna, "Namanya juga motor tua. Sudah sering sakit-sakitan, selalu ada saja keluhannya."

Mahajana menghela nafas lelah ketika sampai di depan bengkel Mang Koko.

"Mang, Mang Koko. Samson ngambek lagi." Ucap Mahajana sambil sedikit berteriak.

Tidak berselang lama, seorang lelaki dengan celana pendek dan kaos abu-abu keluar sambil membawa secangkir kopi yang berada ditangannya.

"Aduh, kumat maning?"  ["Aduh, kumat lagi?"]
Tanya Mang Koko. Lelaki paruh baya itu meletakkan kopinya di atas kursi lalu segera melakukan pengecekan kepada Samson.

"Motornya sih bagus, tapi kok sering mogok? Ganti saja deh. Beli motor baru." Ucap Mang Koko. Mahajana menggaruk tengkuknya. "Mahal mang. Lagipula, Samson ini kan sudah menemaniku sejak jaman SMA, masa iya mau ganti."

"Ya tapi, sudah waktunya untuk ganti. Motormu ini sudah sakit-sakitan."

Mahajana menarik kursi lalu duduk. Ia memperhatikan Mang Koko yang sedang sibuk membongkar motornya.

"Mang." Panggil Mahajana.

"Kenapa?"

"Dulu, waktu mamang menikahi Bi Asti, umur mamang berapa tahun?"

Mang Koko mencoba mengingat-ingat. "Berapa ya, seingat mamang, umur dua puluh."

"Masih muda sekali."

Mang Koko terkekeh. "Zaman dulu menikah muda itu hal yang wajar. Apalagi di keluarga Mamang. Kakak-kakak mamang juga menikah muda semua kok."

"Memang kau mau menikah muda?" Tanya Mang Koko pada Mahajana. Mahajana menggeleng. "Tidak dong. Uang tabungan belum cukup begini, masa mau menikah."

"Mamang kira kau mau menikah muda. Sebab, zaman sekarang masih ada yang memilih untuk menikah diusia yang cukup muda daripada keluar dari kenyamanan lalu mengadu nasib di kota orang sebagai seorang pekerja atau mahasiswa."

Mahajana mengangguk setuju. Nyatanya, memang begitu adanya. Sebagian besar dari penduduk di desanya lebih memilih berumah tangga diusia yang muda. Memang, semua orang punya pilihannya masing-masing, tetapi Mahajana begitu menyayangkan pilihan orang-orang tersebut. Apalagi jika yang memilih menikah diusia muda itu adalah perempuan yang bisa dibilang, 'dipaksa' menikah dengan pria kaya raya, yang jarak umurnya jauh sekali. Omongan tetangga bukanlah halangan, yang penting ekonomi naik.

"Mamang cuma ingin memberitahu, jika sewaktu-waktu dipikiran kau terbesit ingin menikah muda, sebaiknya pikir dulu sepuluh kali. Kalau perlu, pikir seratus dua puluh satu kali lagi. Sebab menikah itu bukan perkara bermesraan saja. Menikah itu ibadah seumur hidup, apalagi kau ini lelaki. Tak perlulah Mamang jelaskan apa tanggungjawab lelaki kita sudah menjadi suami sebab kau pasti sudah tahu dan paham."

Mahajana menyimak nasehat Mang Koko. Mirip seperti seorang anak yang sedang diberikan siraman kalbu oleh ayahnya.

"Menikahlah ketika kau sudah siap. Siap yang dimaksud adalah, siap lahir-batin, siap menjadi seorang pemimpin alias kepala keluarga, siap bertanggung jawab, siap menjadi tulang punggung, siap mengayomi istri dan siap menjadi seorang ayah yang baik untuk anak-anakmu kelak—"

"Punten, Bi Asti."

Suara seorang perempuan membuat Mahajana dan Mang Koko secara kompak menoleh kearah warung Bi Asti. Seorang perempuan dengan rambut terurai berdiri sambil mencari-cari keberadaan pemilik warung.

ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang