Mahajana kini sedang berada di depan halaman rumah Arum. Arum mengatakan bahwa ia harus sedikit berdandan untuk memoles wajahnya dan berganti pakaian. Meskipun sudah berkali-kali ditawarkan untuk masuk dan duduk diruang tamu, namun Mahajana tetap menolak dengan alasan lebih baik duduk di luar sambil menikmati sinar matahari pagi.
"Ini, diminum dulu." Seorang perempuan paruh baya mendekat kearah Mahajana sambil membawa teh manis hangat. Dia adalah Laras.
"Lho, bude. Tidak usah repot-repot, saya juga cuma sebentar disini." Tolak Mahajana baik-baik.
"Sudah dibuatkan begini. Diminum saja, sambil menunggu Arum selesai berdandan."
Lasmi masuk kembali ke dalam rumah, meninggalkan Mahajana yang sedang duduk di kursi beranda rumah Arum.
Pekarangan rumah Arum yang dipenuhi oleh bunga, memanjakan mata Mahajana. Sesekali, Mahajana melihat sepasang kupu-kupu berwarna putih saling berkejaran lalu hinggap pada kelopak bunga.
"Kalau pagi, memang banyak kupu-kupu putih yang suka berkejaran."
Mahajana terkejut. Ia menoleh kearah pintu dan berdirilah Bahrin di sana. Sebagai lelaki baik-baik, Mahajana berdiri lalu menyalami tangan Bahrin. Lelaki paruh baya itu sepertinya baru saja kembali dari sebuah acara resmi, sebab ia masih menggunakan sebuah baju batik bermotif Mega Mendung dan celana hitam.
"Mau mengajak Arum berjalan-jalan?"
Mahajana mengangguk. "Iya, untuk itu saya meminta izin kepada bapak. Bapak mengizinkan atau tidak?"
Bahrin tertawa renyah. "Ya tentu mengizinkan. Bapak percaya, kau mampu menjaga Arum. Tapi seperti biasa, jangan pulang terlalu sore."
Sumringah hati Mahajana. Beberapa menit kemudian, Arum menghampiri Mahajana dengan dandanan rapih dan...aduhai cantik sekali.
"Cantik." Puji Mahajana saat melihat Arum. Baginya, baju milik Emak itu sangat pas dan cocok di badan Arum. Mahajana jadi penasaran, mungkinkah postur tubuh Arum saat ini sama saja dengan postur tubuh Emak saat muda dulu?
"Baiklah, ayo pergi." Ucap Mahajana kemudian sambil mengulurkan tangannya untuk Arum genggam. Dengan senang hati, Arum menerima uluran tangan dari Mahajana.
"Ah, tapi begini. Kita harus berjalan kaki lagi untuk sampai kerumahku. Apakah Tuan Puteri mau berjalan kaki?" Tanya Mahajana memastikan. Arum mengangguk. "Tidak apa-apa, aku juga sudah terbiasa berjalan kaki."
Mahajana tersenyum, ia kemudian menggenggam tangan Arum sepanjang perjalanan menuju rumahnya.
***
Mahajana sudah rapih dengan kemeja coklat dan celana panjang berwarna serupa. Untuk bagian dalam, ia sengaja menggunakan baju putih polos. Gaya Mahajana sudah cukup mantap paripurna seperti Rano Karno saat bermain film. Bau tubuhnya semerbak mewangi, ia yakin bau nya akan mengalahkan jenis-jenis pengharum ruangan manapun. Yakin. Sangat yakin seratus persen.
Di dalam mobil, Arum juga sudah siap. Bibirnya ia poles sedikit lagi agar terlihat lebih segar.
"Sudah siap?" Tanya Mahajana. Arum mengangguk. Lelaki menjalankan mesin mobil dan mereka berdua segera meninggalkan pekarangan rumah lalu menuju kearah Alun-alun Kasepuhan
***
Mahajana fokus mengemudi sementara Arum berusaha melawan rasa bosan nya dengan melihat beberapa toko yang berada di pinggiran jalan. Mata Arum begitu takjub ketika melihat sebuah toko aksesoris. Sekilas, Arum melihat gelang manik-manik yang sengaja dipajang di sana. Sudah dari dulu Arum menginginkan gelang itu, tetapi setiap uangnya terkumpul ada saja keperluan lain yang membuatnya harus mengurungkan niat untuk membeli benda kecil indah tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]
RomanceBagi Mahajana, Arum adalah salah satu mimpi yang harus ia wujudkan. Arum, dan Arum. Tetap dan selalu Arum. "Arum, panjang umur selalu. Sebab salah satu mimpiku ada pada dirimu." Dan bagi Arum, Mahajana adalah salah satu alasannya untuk tetap hidup...