"Belum pernah ku jatuh cinta, sekeras ini seperti padamu. Jangan sebut aku lelaki, bila tak bisa dapatkan engkau."- penggalan lirik lagu Menghitung Hari by ANDA.
______________________________________"Rum, bila nanti aku mengingkari janjiku, aku mohon, biarkan aku menjauh darimu. Bila perlu, aku akan menjauh dari kota ini."
"Untuk apa?"
"Untuk menghukum diri. Aku tidak mau menjadi lelaki bajingan yang sudah mengingkari tetapi ia tetap hidup bahagia di kota tempat janji nya ditanam."
Arum mendengar ucapan Mahajana dari balik telepon dengan pikiran yang tidak karuan. Setelah Arum mengatakan bahwa minggu depan ia akan pergi meninggalkan kota ini, Mahajana meminta Arum untuk bertemu. Rencana nya sore ini, Mahajana akan mengajak Arum berjalan-jalan sambil membawa "sesuatu".
"Aku akan mengatakan banyak hal nanti ketika berada kita bertemu sore ini. Jadi tunggu aku."
"Iya, akan aku tunggu."
"Oh iya, satu lagi."
"Apa?"
Terdengar suara kekehan Mahajana dari seberang telepon, "Tidak perlu berdandan ya, kau sudah cantik."
***
Kini, Mahajana dan Arum sudah ada di depan gedung BAT*. Sambil duduk di sebuah kursi berbentuk memanjang, Mahajana mendongakkan kepalanya untuk memperhatikan langit jingga berwarna kekuningan yang begitu cantik.
Di tangan Mahajana, sudah ada sebuah buku bersampul usang. Agaknya Mahajana lupa membersihkan buku tersebut sehingga debu-debu nakal bersemayam di sampulnya.
Disamping Mahajana, terdapat Arum yang sedang menikmati semilir angin sore, rambut perempuan itu dibiarkan tergerai sehingga helai demi helai surai cantik tersebut berkibar.
Mahajana melirik sebentar kearah Arum. Sama seperti dulu, sebuah kebiasaan yang selalu mendarah daging dan Arum selalu hafal; Mahajana selalu mencium mesra punggung tangan Arum setiap bertemu.
"Terima kasih sudah mau bertemu denganku." Ucap Mahajana sambil menggenggam erat tangan Arum. "Mungkin, ini adalah senja terakhir yang kita lihat berdua selama ada di kota ini."
Arum mengarahkan pandangannya ke langit. "Beruntungnya senja terakhir ini sangat cantik." Kemudian pandangan mengarah kepada sesuatu di pangkuan Mahajana. Sebuah buku. Tangan Arum menunjuk benda di pangkuan Mahajana tersebut. "Buku apa itu?"
"Oh, ini?" Tanya Mahajana. Kemudian ia menyerahkan buku usang itu kepada Arum. "Ini, untukmu. Buku yang isinya tentangmu, sejak awal kita berjumpa hingga sekarang. Simpanlah, agar kelak jika kita berjauhan, kau masih bisa mengingatku."
Saat tangan Arum ingin membuka lembar demi lembar buku itu, tangan Mahajana lebih dulu menahannya. "Lebih baik, kau baca buku ini ketika aku sudah pulang. Besok pagi, kau boleh membaca nya."
"Kenapa harus besok pagi? Kenapa harus menunggumu pulang dulu?"
Tangan Mahajana menggenggam jemari Arum. "Agar kau tidak melihat pipi ku berubah menjadi tomat segar."
***
"Aku berani melepas mu, sebab aku tahu bahwa kau akan kembali padaku Rum."
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]
RomansaBagi Mahajana, Arum adalah salah satu mimpi yang harus ia wujudkan. Arum, dan Arum. Tetap dan selalu Arum. "Arum, panjang umur selalu. Sebab salah satu mimpiku ada pada dirimu." ©Rahmaayusalsabilla Publish, 08 Januari 2024.