Tepat pukul dua dini hari, Arum terbangun karena ia hendak ke kamar mandi. Ia keluar kamar dan berjalan kearah kamar mandi dengan rambut yang begitu berantakan.
"Nok? Cepat sekali, sudah bangun."Arum menoleh kearah sumber suara. Bahrin sedang duduk di kursi dekat meja makan. Di tangan kanan Bahrin, ada sebuah air putih hangat. Arum heran, tidak biasanya Bahrin terbangun se-dini hari ini. Apalagi dengan keadaan wajah yang nampak nelangsa.
"Bapak? Bapak belum tidur?"
"Bapak habis ambil minum. Kau sendiri? Kenapa belum tidur?"
"Aku mau ke kamar mandi pak." Jawab Arum. "Bapak kenapa?" Tanya Arum kemudian, Bahrin mengusap wajahnya kasar. Dia tidak menjawab pertanyaan Arum, namun, sebagai seorang anak, Arum tahu bahwa ada sesuatu yang membuat ayahnya murung.
"Rum, kau masih ingin mencari mas Hendra?"
Arum mengangguk.
"Bapak tidak tahu bagaimana cara mengatakannya, tapi, jika sewaktu-waktu ibu mu berubah pikiran dan mengizinkanmu untuk pergi, lalu kau bisa membuktikan bahwa Hendra benar-benar masih hidup... maka, tolong bawa kakak pertamamu itu kembali kerumah ini. Bagaimananpun keadaan nya."
Ucapan Bahrin membuat mata Arum sedikit berair. Gadis itu mengangguk lagi. Mungkin, Bahrin juga sama sepertinya. Dua orang itu merasa bahwa Hendra masih hidup, meskipun entah dimana dan bagaimana kabarnya.
"Setidaknya, ia harus melihat seluruh peristiwa-peristiwa baik yang ada di dalam keluarga kita. Hendra harus melihat kedua adiknya sukses, menikah dan berjaya." Lanjut Bahrin. Arum terdiam cukup lama.
"Rum, bapak meridhoi mu untuk mencari mas Hendra. Tapi, bapak tidak dapat membohongi diri bapak sendiri, bahwa bapak khawatir bila kau pergi sendirian."
Ada seulas senyuman di bibir Arum. Senyuman yang membuat Bahrin mengingat masa muda Lasmi.
"Aku akan baik-baik saja, selama doa bapak dan ibu mengiringi langkahku. Sebab, doa kalian berdua yang selama ini menjaga diriku."
***Arum merasa sedikit terganggu tidurnya saat mendengar suara tangisan yang begitu kencang. Berkali-kali ia mencoba untuk menutup telinga nya dengan bantal, namun semakin Arum mencoba untuk menutup telinga nya, tangisan itu terasa semakin kencang.
Arum bangun. Ia berusaha mengumpulkan kesadaran nya. Lalu, berjalan keluar kamar dan mencari tahu dari mana asal tangisan itu. Betapa terkejutnya Arum saat melihat kamar Lasmi terbuka dan memperlihatkan perempuan baya itu menangis begitu kencang.
Arum masuk ke kamar Lasmi tanpa salam, tanpa permisi.
Tangan kanan Lasmi memegang sebuah foto berukuran kecil yang memperlihatkan potret masa kanak-kanak Hendra. Arum secara diam-diam ikut duduk di samping Lasmi. Tangan nya mengelus pundak ibunya itu.
"Ibu kangen mas Hendra ya?"
Lasmi menyeka air matanya.
"Kalau kau, menjadi seorang orang tua, lalu ada salah satu anakmu yang hilang entah masih hidup atau justru sudah tak bernyawa keadaannya, apakah kau akan menangis seperti ibu begini?"
Arum kemudian merengkuh tubuh Lasmi yang masih bergetar. Dia dapat merasakan pedih yang hati perempuan yang sudah beradu nyawa untuk membuatnya mampu hidup sampai saat ini. Dini hari ini, lagi-lagi, Lasmi menangisi Hendra. Anak pertamanya yang dahulu pernah membuat Bagja kabur berhari-hari karena rasa cemburu. Sebab, Hendra selalu diutamakan oleh Lasmi dan Bahrin.
"Ibu menyayangi ketiga anak-anak ibu. Termasuk Bagja juga." Ucap Lasmi di tengah-tengah isakan. "Bagja hanya masih egois. Dia selalu mengira, bahwa kasih sayang yang ibu dan bapakmu beri untuk dia, tidak sebanyak kasih sayang yang ibu berikan oleh Hendra."
"Bagja.... Bagja selalu merasa seperti anak yang terbuang saat dulu Hendra masih berada di tengah-tengah kita semua. Padahal, kasih sayang ibu sama rata untuk kalian semua."
Arum tahu itu. Arum tahu bahwa Lasmi menyayangi Bagja. Arum juga tahu, bahwa Lasmi adalah ibu yang adil. Mungkin, pada saat itu, Bagja merasa sedikit tersingkir.
Benar kata Lasmi, Bagja egois.
"Ibu sudah membagi rata kasih sayang untuk tiga anak-anak ibu, tapi, kenapa Bagja masih beranggapan bahwa ibu lebih menyayangi Hendra? Ibu kadang merasa gagal menjadi orang tua."
Pertanyaan ini, sudah sering terlontarkan dari mulut Lasmi. Tidak terhitung jumlahnya.
"Andaikan Bagja tahu, dulu, Hendra rela tidak membawa uang saku sekolah, karena semua uang sakunya ia berikan kepada Bagja. Banyak hal yang Hendra korbankan untuk kakak keduamu itu. Sayangnya, Bagja memang benar-benar egois.
"Ibu, ibu tidak pernah gagal menjadi orang tua. Ibu mendidik ketiga anak ibu dengan benar. Tidak pilih kasih dan sama rata. Jika suatu saat nanti aku menjadi orang tua, aku ingin menjadi orang tua seperti ibu."
Ucapan Arum, kembali membuat mata Lasmi berair. Dipeluknya tubuh anak bungsunya itu, perlahan, Lasmi merasa hatinya membaik. Arum adalah penyelamat hati Lasmi. Permata yang dijaga dan dirawat dengan kasih sayang penuh.
Arum, adalah anak yang kelak akan menyelamatkan keluarga kecil ini.
"Rum, yakinkan ibu bahwa Hendra masih hidup."
Arum tersenyum. "Selalu. Mas Hendra masih hidup. Aku yakin. Dan demi ibu, juga bapak, aku akan mencari mas Hendra.
_________________________________
You can follow my ig :
@rbiellaa.e
@rahmabiella.world
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]
RomanceBagi Mahajana, Arum adalah salah satu mimpi yang harus ia wujudkan. Arum, dan Arum. Tetap dan selalu Arum. "Arum, panjang umur selalu. Sebab salah satu mimpiku ada pada dirimu." ©Rahmaayusalsabilla Publish, 08 Januari 2024.