୨୧⋆TEKAD. ༶

6 3 0
                                    

Hujan lebat membasahi kota Cirebon malam ini. Suasana bertambah menakutkan ketika petir mulai menyambar dan membuat langit menjadi bercahaya. Malam yang biasanya terang bulan kini menjadi malam yang cukup mencekam. Di malam yang mencekam, kediaman Arum juga sedang dilanda gelisah. Pasalnya, Lasmi menangisi Hendra lagi entah untuk keberapa kali nya. Hati Arum nelangsa. Bagaimana cara nya agar Lasmi kembali menjadi perempuan yang ceria? Beberapa kali Arum mencoba, namun hasilnya tetap saja. Lasmi sudah terlanjur menjadi seorang ibu yang melankolia.

Arum serba salah. Jika ia pergi dari kota ini, tentu saja Lasmi akan bertambah sedih. Sebab ia akan melepas anak perempuan satu-satunya di dalam keluarga. Tetapi, jika Arum tetap disini, ia tidak akan kuat melihat seorang ibu yang sudah ikhlas ridho rahimnya di gunakan untuk Arum berdiam diri selama 9 bulan dan bertaruh nyawa untuk menghadirkannya ke dunia selalu murung.

Di dalam kamarnya, sambil duduk di pinggiran ranjang, Arum seperti sedang bertarung dengan pikiran dan hatinya. Tentu saja, Arum tidak akan tega meninggalkan Lasmi. Tetapi pertanyaan selanjutnya adalah ; apakah Arum tega melihat Lasmi menangis tersedu-sedu karena kehilangan anak sulungnya?.

Mungkin, Arum harus menjadi anak yang nekad. Diizinkan atau tidaknya ia untuk pergi dari kota ini ia tetap harus pergi. Ia tidak tahu harus mencari Hendra kemana, sebab keberadaan Hendra yang entah masih hidup atau sudah lama menghadap yang maha kuasa itu masih menjadi misteri. Tetapi, Arum yakin bahwa Hendra masih hidup.

Arum menundukkan badan. Ia mengambil sesuatu dibawah ranjang. Sebuah koper tua berwarna coklat yang sudah dari dulu ia simpan. Dulu, koper ini disimpan oleh Bahrin-ayah Arumi, di gudang. Sebuah informasi, Arum mengambil koper itu tepat pada pukul tiga dini hari saat Lasmi dan Bahrin sedang lelap-lelapnya tertidur. Agak sulit mengambil koper tua tersebut, sebab benda satu itu di simpan bersama dengan beberapa tas-tas rusak dan cukup banyak debu. Usaha Arum tidak sia-sia, koper tua itu berhasil ia ambil dan ia simpan tanpa sepengetahuan Lasmi dan Bahrin.

Arum berjalan kearah lemari dan mengambil beberapa pakaian miliknya. Ia juga memasukkan beberapa foto dengan Mahajana, foto keluarga satu-satunya dan potret masa kecilnya. Setelah selesai, Arum memberanikan diri untuk bertemu dengan kedua orang tua nya yang sedang berada di ruang tamu. Gadis itu membuka pintu kamarnya perlahan-lahan lalu berjalan menuju ruang tamu.

Diruang tamu, Arum melihat Lasmi yang sudah tenang tangisnya namun masih terlihat murung. Dia berjalan kearah Lasmi dengan wajah yang menunduk.

"Belum tidur Nok?*" Tanya Lasmi sambil berusaha tersenyum, tetapi mata nya yang sembap itu tidak bisa membohongi sesiapapun bahwa perempuan paruh baya tersebut sehabis menangis begitu hebatnya.

[Dalam bahasa Cirebon, "Nok" sama halnya dengan panggilan "Neng". Sebuah panggilan untuk anak perempuan.]

"Belum bu." Jawab Arum.

"Kenapa belum tidur? Sudah malam begini."

Arum memberanikan diri untuk menatap mata Lasmi yang masih menyisakan titik-titik air mata di sudutnya.

"Bu, pak, aku ingin pergi dari kota ini. A-aku.... Aku ingin merantau."

Terkejut Lasmi, begitu juga Bahrin. Kedua orang tua itu saling bertatapan lalu kemudian pandangan matanya mengarah lagi kearah Arum yang masih menunggu jawaban Lasmi.

"Apa kurangnya rumah ini? Kenapa kau ingin pergi?" Tanya Bahrin. Arum menggeleng, "Bukan begitu pak, rumah ini nyaman sekali untukku. Tetapi, aku tidak mau melihat ibu bersedih terus-menerus. Aku akan mencari mas Hendra pak. Aku yakin mas Hendra masih hidup pak."

Ucapan Arum yang penuh tekad itu membuat Bahrin terdiam untuk beberapa menit sebelum akhirnya ia menggeleng tegas.

"Arum, kamu lebih baik disini." Bahrin masih berusaha menahan Arum.

ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang