Kini, Mahajana dan Arum berada di rumah Dayat juga Lisa yang tidak lain adalah rumah Emak. Setelah melihat Arum yang begitu berantakan, Mahajana membawa Arum ke kediaman Emak untuk membersihkan diri dan berganti pakaian.
"Untuk sementara, kamu pakai pakaian Emak saja. Emak masih punya baju-baju Emak waktu masih seusia kamu, kalau tidak salah Emak punya baju berwarna putih dan rok berwarna hitam begini. Tunggu dulu ya." Ucap Emak sambil berjalan kearah kamar. Arum menunggu di teras rumah sambil duduk bersebelahan dengan Mahajana dan menyandarkan kepalanya pada pundak kekasihnya itu.
"Sebenarnya, apa yang terjadi padamu?" Tanya Arum. Mahajana tersenyum sambil memandang kedepan. Ia mengelus pundak Arum. "Nanti akan aku ceritakan, tapi tidak sekarang."
Arum cemberut. "Kenapa harus nanti?"
"Aku tidak ingin membuatmu bertambah bingung. Nanti, saat semua sudah agak membaik akan aku ceritakan padamu. Tenang saja."
Emak keluar dari rumah sambil membawa beberapa pakaian untuk Arum gunakan.
"Mungkin, model pakaian ini tidak jauh berbeda dengan pakaian yang sedang kamu pakai, Rum."
Arum menoleh kearah Emak lalu mengamati pakaian yang perempuan paruh baya itu berikan. Jika dilihat, memang model dari pakaian itu hampir mirip dengan pakaian Arum gunakan. Tidak kelamaan berfikir, Arum mengatakan kepada Emak untuk meminjam pakaian itu.
"Mak, aku pinjam baju dan rok ini. Besok, aku akan kembali lagi."
Emak menggeleng. "Tidak, tidak usah dikembalikan. Untuk kamu saja, sebagai kenang-kenangan."
"Tapi—,"
"Nak, memang siapa yang ingin menggunakan baju itu? Emak? Emak sudah tidak pantas menggunakan baju secantik itu. Lisa? Anak itu lebih suka menggunakan celana daripada rok sejak dulu."
Arum tersenyum kearah Emak.
"Sekarang, ke kamar mandi, bersihkan dirimu lalu pakai baju ini." Ucap Emak yang langsung dibalas dengan acungan jempol oleh Arum. Ia masuk ke dalam rumah Emak dan segera menuju ke kamar mandi.
Emak kemudian duduk di samping Mahajana. Mereka berdua sama-sama melihat ke depan, tepat kearah sebuah tembok usang yang menjadi tempat Lisa dan Dayat sering bermain.
"Mak, aku minta maaf." Ucap Mahajana dengan pandangan kosong, menatap tembok tua di depannya.
"Sudah lama nak, jangan terus-menerus meminta maaf. Emak dan Abah sudah mengikhlaskan semua nya, jadi sudah ya...jangan membuat dirimu menjadi manusia paling bersalah di muka bumi." Jawab Emak sambil mengelus kepala Mahajana dengan sangat sayang. Mahajana menyandarkan kepalanya tepat di bahu Emak layaknya seorang anak yang ingin mengadukan keresahan kepada ibu nya.
"Tapi Mak, Emak pasti rindu kan dengan dia?" Tanya Mahajana. Emak menghela nafas berat. "Nak, setiap manusia yang hidup di muka bumi akan mengalami kehilangan. Semua nya, buka cuma Emak dan Abah saja. Nanti setelah kehilangan, akan ada rindu yang datang tak kenal waktu. Semua sudah ada yang mengatur. Kematian, kehidupan, semua nya sudah ada garisnya masing-masing. Bukan salahmu, bukan salah Emak, Abah, bukan salah siapa-siapa. Sudah ya,"
Mahajana memejamkan matanya, ia merasakan ada sesuatu yang menggenang di pelupuk matanya. Perlahan, genangan itu berubah layaknya air yang mengalir hingga membuat pipinya basah.
"Emak dengar, Praja dan kawan-kawan nya sudah mati. Benar itu?" Tanya Enak kepada Mahajana. Mahajana menggeleng. "Aku tidak tahu Mak, bisa jadi mereka hanya pingsan. Aku tidak membunuh mereka."
"Lalu, Dayat bilang kau hampir terbunuh oleh Coro di gang? Nah, itu bagaimana?"
Mahajana tertawa dengan suara yang parau. "Sudahlah Mak, aku tidak kenapa-napa, lihat kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]
RomanceBagi Mahajana, Arum adalah salah satu mimpi yang harus ia wujudkan. Arum, dan Arum. Tetap dan selalu Arum. "Arum, panjang umur selalu. Sebab salah satu mimpiku ada pada dirimu." Dan bagi Arum, Mahajana adalah salah satu alasannya untuk tetap hidup...