୨୧⋆Kota tempat bermimpi. ༶

2 1 0
                                    

"Ini memang kota tempatku di lahirkan dan kota tempatku menyusun segala impian dan harapan. Tetapi, ini bukan kota tempatku untuk menggapai segala impian. Bagaimanapun itu, aku harus keluar, menghirup udara lain, memijak jalan yang belum pernah aku kenali sebelumnya. Agar kelak, ketika aku kembali ke kota ini, sayap-sayap ku sudah semakin kuat dan aku mampu terbang lebih tinggi lagi

-Arumi.

______________________________________

Arum menatap satu persatu foto yang ia simpan rapih pada album foto. Mulai dari foto nya dengan kawan-kawan SMA nya, foto keluarganya yang hanya berjumlah dua, dan paling banyak adalah fotonya bersama Mahajana. Ia bahkan masih menyimpan beberapa foto bersama Mahajana di laci lemarinya. Sebanyak itu memang.

Hari ini, Arum berniat untuk pergi ke rumah Mahajana untuk berpamitan. Sebab, Minggu depan ia akan berangkat ke perantauan sesuai dengan tekadnya. Dengan langkah yang pasti namun hati yang nelangsa, Arum akan meninggalkan keluarganya, kotanya dan Mahajana. Kekasihnya yang amat ia sayangi. Gadis itu sudah menyiapkan dua lembar surat untuk Mahajana, dengan harapan bahwa lelaki itu mau membaca nya.

Di ruang tamu, Lasmi sedang duduk sambil meminum segelas air putih hangat. Semalam, badannya agak sedikit tidak enak, ditambah dengan matanya yang sembap karena tidak kuat bila harus berjauhan dengan Arum. Iya, Lasmi masih dihantui dengan kejadian Hendra yang menghilang di lautan saat akan berangkat merantau. Dan ia takut apabila Arum mengalami hal yang serupa.

Arum melangkahkan kakinya ke ruang tamu, dan duduk di samping Lasmi.

"Bu? Ibu sakit?" Tanya Arum. Punggung tangannya ia letakkan di kening Lasmi.

"Sakit? Tidak kok. Ibu sehat begini masa di bilang sakit."

Badan Lasmi terasa hangat. Arum juga dapat melihat bekas mata sembap Lasmi akibat menangis semalaman. Haru, itulah perasaan Arum. Dia sejujurnya masih ingin disini, bermanja-manja dengan Lasmi seperti saat ia kecil dulu. Menikmati pagi di halaman sambil duduk di bale bambu buatan mendiang ayahnya-Bahrin, atau sekedar adu mulut bersama Bagja. Hal-hal kecil itulah yang nantinya akan sangat dirindukan bila Arum sudah berada di perantauan.

"Jika bapakmu masih ada, tentu dia akan menentang hal ini." Lasmi meminum air hangat lalu memandang lurus- tepat ke arah pintu rumah.

"Tapi, kadang bapakmu lupa, bahwa anak perempuan tidak sebaiknya terlalu di manja Nok." Lanjut Lasmi lagi. Arum mendengarkan dengan seksama sambil menatap kosong ke depan. Pandangan nya mengarah ke bale bambu yang ada di halaman rumahnya. Bale yang menyimpan banyak kenangan nya dengan Bahrin.

"Ibu selalu bahagia atas apapun yang sudah anak-anak ibu peroleh. Ibu. . . Ibu juga mengizinkan anak-anak ibu untuk meraih impian nya, terutama kamu. Tapi, mengingat kembali kejadian yang menimpa mas mu, si Hendra itu, demi Allah ibu menjadi agak berberat hati."

Arum tahu apa yang dirasakan Lasmi. Arum juga paham mengapa Lasmi sebegitu melarangnya untuk pergi dari Cirebon. Lasmi menjelma menjadi seorang ibu yang egois dan keras kepala jika Arum sudah membicarakan persoalan rantau-merantau begini.

"Bu, tapi aku bisa menjaga diri. Ibu tahu sendiri, meskipun ini adalah kota kelahiran ku, tetapi kota ini bukanlah kota untuk aku meraih semua impianku. Kota ini tempat ku memulai mimpi, tapi kota ini bukan tempat ku untuk meraih mimpi."

Ucapan Arum membuat Lasmi menghela nafas panjang. Tidak, ia tidak ingin mematahkan satu persatu mimpi anaknya. Baginya, mimpi Arum sama berharganya dengan dirinya sendiri. Sebab, Lasmi melihat Arum, sama hal nya seperti melihat dirinya sendiri di masa muda. Dari caranya bicara, caranya tertawa, cara ia menyelesaikan masalah, bahkan caranya memikirkan masa depan ada pada diri anak perempuan nya.

"Nok, ibu masih belum bisa menerima kepergian kakak pertama dan juga ayah mu. Lalu, sekarang? Ibu akan di tinggalkan olehmu? Dunia rantau itu kejam, ibu tidak tega. Ibu tidak mau ada yang membuatmu terluka."

Lasmi menatap Arum dalam-dalam. "Siapa nanti yang akan menjagamu? Yang akan mengobati mu jika kamu terluka? Merawat mu ketika sakit? Dan membuatkan mu masakan? Ibu yakin, cuma ibu yang bisa."

Nyatanya, memang ucapan Lasmi itu benar.

"Bu, apa yang aku harapkan jika berada di kota ini terus?"

Lasmi tidak menjawab.

"Aku ingin membuat perubahan untuk keluarga kita. Tapi, pertama-tama, izinkan aku untuk pergi dulu. Doakan aku selalu bu, agar aku selamat dan bahagia. Sungguh, cuma doa ibu yang menjadi perisai diriku." Arum menggenggam jemari Lasmi. Ia melanjutkan ucapan nya, "Aku berjanji akan kembali kesini lagi jika apa yang aku mau berhasil diraih. Aku kembali ke rumah ini dan menemani ibu. Ibu, aku mohon percaya padaku."

"Ibu selalu percaya kepada anak-anak ibu, termasuk kamu. Tapi, apakah kau bisa menepati janji kepada dirimu sendiri? Apakah nantinya kau tidak akan tergiur pada uang-uang hasil jerih payah mu, lalu bukannya kembali kemari justru mengadakan pesta besar-besaran hingga lupa pada ibu?"

"Aku akan kembali kemari bu. Kembali lagi menjadi anak ibu."

Ibu dan anak itu bertatapan cukup lama, lalu berpelukan. Erat sekali. Sangat erat. Hingga mereka tidak sadar, bahwa sedari tadi Laras sudah memperhatikan mereka secara diam-diam sambil tersenyum haru.

______________________________________

You can follow my ig :
@rbiellaa.e
@rahmabiella.world

ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang