Minggu depan, tepatnya pada hari Rabu pagi yang sedikit basah, Arum sudah bersiap dengan tas, beberapa koper dan baju rapih yang ia kenakan.
______________________________________
"Sudah semua? Baju tidak ada yang tertinggal?"
"Tidak, semua nya sudah lengkap Budhe."
"Baiklah kalau kau sudah yakin."
Arum membalikkan badan, Lasmi memandangi Arum sambil menahan tangisnya. Tidak rela melihat air mata perempuan yang bertaruh nyawa melahirkannya, Arum memeluk tubuh Lasmi lalu setelah itu ia bersujud di kaki wanita tercinta nya sembari meminta doa-doa baik yang akan menjadi pengiring langkah barunya.
"Bu, aku mohon pamit. Tolong, doakan aku agar selalu baik dan selalu ingat dengan ibu juga Sang Maha Pencipta. Aku akan kembali lagi kesini dengan keadaan yang baik. Restui aku Bu, cuma restu ibu yang bisa membuat perjalanan rumit ku kelak akan dimudahkan."
Lasmi memerintahkan Arum untuk bangun, lalu ia menangkup pipi anak gadisnya. "Nak, bila memang tujuanmu baik, Gusti Allah pasti akan memudahkan perjalananmu. Ibu percaya, bahwa kau anak yang tidak pernah macam-macam. Tanpa kau minta, ibu selalu dan akan terus mendoakan mu Rum. Jaga dirimu baik-baik. Pulanglah jika segala yang kau cari sudah selesai, ingat, ibu akan selalu menjadi rumah untukmu."
Kedua perempuan itu berpelukan, membuat Laras yang melihatnya menahan haru.
"Jangan lupa berkabar, jangan lupa pulang. Tempatmu sesungguhnya adalah disini nak." Bahrin berdiri di belakang Arum. Tangannya mengelus kepala Arum dengan kasih sayang. Arum berbalik badan, lalu mendekap tubuh Bahrin erat-erat.
"Pak, aku mohon ridhoi perjalananku."
Bahrin menahan air matanya. "Selalu, selalu bapak ridhoi."
***
"Tidak mau sarapan dulu Mas?"
"Tidak Bun, nanti telat."
Mahajana mengambil jaket kulitnya lalu bergegas menyusul Arum dengan mobil milik Bayu. Ia berharap, Arum masih berada di rumah, ataupun jika memang ia sudah pergi, setidaknya belum jauh. Sebab Mahajana belum mengucapkan salam perpisahan.
"Semoga dia belum terlalu jauh."
***
"Semoga, kamu betah ya dengan Bibi mu di sana. Bi Rita sangat senang bila ada yang menemani. Ya, sekalian cari kerja begitu maksud Budhe."
Arum, tidak terlalu fokus dengan ucapan Laras. Matanya sibuk melihat lalu lalang kendaraan, sesekali mobil yang ditumpangi oleh dirinya harus berhenti mendadak. Arum protes pada si supir, yang tak lain dan tidak bukan adalah Bagja. Rencananya, Arum akan turun di stasiun Kejaksan. Lalu setelah itu, biarlah Arum melanjutkan perjalanan nya. Sendirian.
Tidak tega sejujurnya hati Bagja. Biarpun kesehariannya dengan Arum hanyalah bertengkar dan beradu mulut, nyatanya Bagja belum rela bila Arum pergi. Hanya saja, gengsi Bagja yang setinggi pegunungan Himalaya itu membuatnya enggan menangisi Arum seperti Lasmi.
Arum memeluk erat buku yang diberikan Mahajana pada minggu lalu. Sampai sekarang, buku itu belum kunjung Arum baca. Entah apa alasannya. Ngomong-ngomong, bagaimana keadaan Mahajana? Kemarin, Arum sempat berpamitan lewat telepon, dan Mahajana mengatakan bahwa dirinya sedikit tidak enak badan. Sedih hati Arum, padahal ia ingin memeluk Mahajana untuk terakhir kalinya.
***
STASIUN CIREBON.
Arum memandangi keadaan stasiun yang ramai bukan main. Beberapa diantara mereka ada yang sedang menunggu kepulangan, ada pula yang mengantar kepergian. Tidak jauh dari tempat Arum berdiri, ada seorang lelaki dan perempuan yang sedang berpelukan. Sepertinya si perempuan itu ingin menaiki kereta yang sama dengan Arum. Kemungkinan, lelaki itu adalah kekasih si perempuan. Ah, Arum jadi teringat Mahajana. Kemana kiranya kekasihnya itu? Apakah dia lupa, bahwa hari ini Arum akan pergi?
"Ingat pesan ibu ya," Lasmi memeluk erat tubuh putrinya lagi. Kali ini, ia memberikan kecupan berkali-kali pada kening dan kedua pipi Arum. Hal yang sudah lama tidak Arum rasakan.
"Jangan pernah lupa dengan kehidupanmu disini. Pulanglah jika kau merindukan kami." Ucap Bahrin. Arum menyeka air matanya. Dia tidak boleh menangis terlalu lama.
Sebelum benar-benar, menaiki kereta yang akan membawanya menjauh dari tanah kelahirannya, Arum sempat menoleh kebelakang, siapa tahu diantara kakaknya, Laras dan Lasmi yang sedang melambai, ada Mahajana yang sedang berusaha mengejarnya. Namun nihil. Lelaki itu tidak ada di sana sama sekali.
"ARUUUUUM!"
"RUM, TUNGGU DULU!"
Mata Arum mencari cari sumber suara. Seorang lelaki berlari kearahnya lalu tanpa rasa malu terhadap sekitar, ia memeluk Arum dengan sangat erat. Mahajana, lelaki yang ditunggu-tunggu akhirnya datang untuk memberikan salam perpisahan kepada Arum.
"Aku kira, kau tidak akan datang." Ucap Arum sambil membalas pelukan Mahajana.
"Maaf, aku telat." Jawab Mahajana. Ia kemudian memberikan sesuatu kepada Arum. Sebuah foto yang menampilkan dirinya dan Mahajana yang sedang duduk di sekitaran gedung BAT. Itu adalah foto terakhir nya dengan Arum.
"Simpan ini Rum, itu adalah kenangan terakhir kita di kota ini."
Tangan Arum menerima foto tersebut dari tangan Mahajana. Ia merasa waktu begitu cepat sekali berputar, padahal, rasanya baru hari kemarin dia menikmati masa kecil di kota ini, bertemu Mahajana lalu menjalin romansa. Kini, Arum harus merelakan masa mudanya untuk pergi meninggalkan kota kecil ini demi sebuah harapannya.
"Jaga dirimu baik-baik, jangan pernah melupakan kenangan mu di kota ini Rum. Dan, aku mohon kembali lah jika semua nya sudah selesai. Aku akan menunggumu."
Arum sebenarnya sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menangis hari ini. Tetapi, perkataan Mahajana membuat matanya panas seketika. Sekuat apapun usaha Arum untuk menahan air matanya, nyatanya anak sungai yang muncul dari sudut mata gadis itu begitu deras. Ia merengkuh tubuh Mahajana lalu menjadikan dada bidang lelaki tersebut sebagai tempat untuk meluapkan tangis.
"Dan kau jangan pernah mengingkari janjimu untuk terus berbahagia. Aku adalah orang yang akan tersenyum lebar bila melihat kau bahagia, jangan jadikan kepergian ku dari kota ini sebagai kesedihan untukmu, Mahajana. Denganku, ataupun tanpa aku sekalipun, hidupmu harus berjalan. Cari bahagia mu ya, aku selalu mendoakan mu."
Mahajana menghapus air mata kekasihnya. "Begitupun kamu Rum, berjanjilah juga bahwa sejauh apapun pengembaraan mu, sebanyak apapun pengalaman mu di tanah rantau, dan semaju apapun kehidupanmu nanti disana, ingatlah...bahwa kota ini adalah tempat kelahiran mu. Jangan lupa kembali. Berbahagialah, doaku mengiringimu. Dan, aku mencintaimu Rum."
"Sampai bertemu lagi Mahajana."
"Sampai bertemu lagi, Arum."
______________________________________
You can follow my ig :
@rbiellaa.e
@rahmabiella.world
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]
RomanceBagi Mahajana, Arum adalah salah satu mimpi yang harus ia wujudkan. Arum, dan Arum. Tetap dan selalu Arum. "Arum, panjang umur selalu. Sebab salah satu mimpiku ada pada dirimu." Dan bagi Arum, Mahajana adalah salah satu alasannya untuk tetap hidup...