Separuh Hati 9

616 111 14
                                    


"Mas kamu antar dulu makan malam ini buat Mama." Suara lembut Dhea terdengar membuat Suhendra yang sedang menonton televisi menoleh menatap istrinya.

Dhea sudah selesai menyiapkan makan malam untuk mereka dan juga sudah ada dua rantang yang ia siapkan berisikan lauk pauk dan makanan ringan yang rutin ia siapkan untuk Wenda.

"Biar Mang Dimang aja yang antar." Sahut Suhendra yang langsung dibalas tatapan penuh peringatan oleh istrinya. Suhendra menghela nafasnya lalu memeluk bahu kecil istrinya. "Kamu tahu sendirikan setiap berjumpa denganku, Mama selalu ngajak ribut." Keluhnya yang dibalas tawa halus oleh Dhea.

"Kamu juga sih suka banget ngebantah Mama!" Dhea kembali memastikan jika semua makanan yang dia siapkan sudah ia masukkan ke dalam rantang.

"Mau sampai kapan kamu berusaha ngebuka hati Mama, Sayang?" Suhendra sangat kasihan pada istrinya yang sampai detik ini masih belum mampu meluluhkan hati Ibunya. "Kamu bisa berhenti kalau kamu lelah." Lanjutnya sambil mengusap lembut kepala istrinya.

Dhea memiringkan tubuhnya menatap sang suami dengan senyuman lembut. "Aku enggak pernah ngerasa lelah Mas. Sejak menerima lamaran kamu aku sudah tahu jika konsekuensi ini harus aku tanggung jadi kamu tenang saja aku kuat kok." Ujar Dhea dengan senyuman lebarnya.

Suhendra sontak memeluk istrinya. "Aku tahu terkadang kamu masih merasa bersalah pada almarhumah Chintya tapi sungguh Sayang kita tidak mengkhianati Chintya." Suara Suhendra terdengar lirih. "Aku masih mencintai Chintya dengan tulus bahkan sampai akhir hayatnya. Sebelum aku kembali jatuh cinta padamu."

Dhea bisa merasakan kedua matanya yang memanas, mereka memang akan selalu seperti ini jika sudah membahas perihal Chintya. Mungkin banyak yang menghujat mereka terutama Dhea tapi demi Tuhan, Dhea tidak pernah mengkhianati sahabatnya. Ia akui dirinya salah karena menerima lamaran Suhendra tapi semua itu ia tebus dengan mencintai Ali meksipun akhirnya Wenda sama sekali tidak membiarkan Dhea merawat dan membesarkan Ali tapi demi Tuhan Dhea berani bersumpah jika cinta kasihnya pada Ali tidak berbeda sama sekali dengan Aldi, putra kandungnya.

"Mami sama Papi ngapain?" Suara berat Aldi terdengar membuat Suhendra dan Dhea segera melepaskan pelukan mereka. Keduanya serempak menyeka sudut mata masing-masing.

Aldi sudah menarik kursi dan bersiap untuk menyantap makan malam saat suara lembut Dhea terdengar. "Kamu sudah mengunjungi Adikmu Mas?" Tanya Dhea yang membuat Aldi mendongak menatap Ibunya.

Suhendra segera pamit sambil membawa rantang yang akan ia antarkan kepada Ibunya. Ia tidak ingin berada diantara istri dan anak tirinya ketika mereka membahas tentang putra kandungnya. Suhendra hanya ingin bersikap netral itu saja.

"Sudah ketemu juga dikantor siang tadi." Jawab Aldi sebelum menyendoki nasi juga lauk pauk didepannya.

Dhea kembali bangkit dan datang dari arah dapur membawa dua rantang lagi dan ia letakkan disamping putranya. "Mami sudah menyiapkan makan malam untuk adik kamu. Tolong kamu antar ya Mas?" Senyuman Dhea begitu hangat dan lembut membuat Aldi seketika tidak tega menolak permintaan Ibunya.

"Tapi aku mau makan Mi."

"Sudah nanti kamu bisa makan bersama Ali." Sahut Dhea kembali memaksa halus putranya untuk segera pergi menyambangi rumah Ali.

Dengan helaan nafas berat, mau tidak mau Aldi beranjak meraih rantang dan segera berangkat ke kediaman Ali meninggalkan nasi di dalam piringnya. Dhea tersenyum lebar di dalam hati wanita itu terus memanjatkan doa supaya suatu hari nanti keluarga mereka bisa berkumpul dan hidup rukun bersama.

Amin..

***

Kening Ali tampak berkerut saat mendapati Aldi datang mengenakan pakaian rumahan serta dua rantang yang ia letakkan diatas meja ruang tamu milik Ali.

"Ngapain?" Tanya Ali begitu tiba di ruang tamu.

Aldi yang sedang membalas pesan kekasihnya mendongak menatap Ali lalu mengarahkan pandangannya pada dua rantang didepannya. "Nyokap gue nyuruh antar ini buat lo." Aldi sengaja menekankan kata nyokap gue didepan Ali seolah mempertegas pada Ali jika Dhea hanya Ibunya.

Ali mengangukkan kepalanya. "Bilang terima kasih sama nyokap lo." Balas Ali santai. "Titip salam juga buat bokap gue!" Kini giliran Ali yang menekankan kata bokap gue, menunjukkan pada Aldi jika Suhendra hanyalah Ayahnya.

Aldi sontak memperlihatkan ekspresi datarnya sebelum beranjak pergi ia kembali berhadapan dengan Ali yang masih setia menunggu kepergiannya. Terlihat sekali Ali tidak menginginkan dirinya berada terlalu lama di kediamannya.

"Gue dengar lo lagi ngerencanain proyek baru bersama tim pembangunan?" Tanya Aldi berusaha santai namun Ali tahu jika saudara tirinya ini sangat penasaran dengan proyek yang sejak dipresentasikan oleh Prilly sontak menjadi buah bibir.

Ali tak langsung menjawab pria itu justru mengantongi kedua tangannya ke dalam saku celana pendek yang ia kenakan. "Kenapa? Penasaran banget kayaknya lo sama urusan gue."

"Gue masih wakil direktur kalau lo lupa."

Ali tertawa pelan namun terdengar seperti ejekan ditelinga Aldi. "Mana mungkin gue lupa sama wakil gue sendiri. Lo kan kacung gue." Seringai Ali tampak tajam namun Aldi berusaha untuk terlihat tenang.

Ali kembali tertawa menghilangkan seringaian tajamnya tadi. "Walaupun kacung tapi suara dan dukungan gue cukup penting di perusahaan."

Ali mengangukkan kepalanya tanda menyetujui apa yang baru saja Aldi katakan. "Tapi tetap keputusan mutlak ada ditangan gue." Balasnya sambil memperlihatkan tangan kanannya pada Aldi.

Ali hanya bisa menghela nafasnya, berdebat sampai subuh pun sepertinya Ali tidak akan membiarkannya menang jadi lebih baik dia pulang. "Gue cabut!" Aldi bersiap untuk pergi namun pria itu kembali menghentikan langkahnya. "Laura titip salam buat lo. Katanya lo sombong banget udah tiba di Indonesia tapi nggak jumpai dia. Harap maklum cewek gue lagi kambuh manjanya." Aldi tampak menyeringai licik sebelum beranjak meninggalkan Ali yang terpaku dengan garis rahang yang tampak memegang kaku.

Laura?

Nama yang sudah cukup lama tidak Ali dengar. Wanita yang pernah menjadi cinta pertama Ali namun berakhir dalam pelukan Aldi. Laura lebih memilih Aldi yang menurutnya lebih dewasa dan pemikiran yang matang daripada Ali yang usianya hanya selisih bulan dengannya.

Ali masih mengingat bagaimana Laura tersenyum lebar ketika berhasil menjerat hati Aldi dan mereka resmi berpacaran. Meskipun sudah bertahun-tahun yang lalu namun rasa sakitnya masih Ali rasakan sampai saat ini.

Wajar jika Laura tidak bisa menghubungi dirinya karena Ali yang memilih memutuskan semua komunikasi diantara mereka bahkan ketika kembali ke negara mereka saja, Ali memilih untuk tidak memberitahukan sahabat sekaligus cinta pertamanya itu.

"Bik!" Ali berteriak memanggil asisten rumah tangganya. "Bibik bisa makan makanan ini atau bagikan ke siapa saja." Perintah Ali sambil menunjuk dua rantang yang dibawakan Aldi tadi.

Ali kembali berjalan menuju ruangannya. Jika saja Aldi tidak membangkitkan rasa sakit hatinya mungkin ia akan dengan senang hati menyantap masakan Dhea. Meskipun tidak dekat namun hubungannya dengan istri baru Ayahnya juga tidak bisa dikatakan buruk hanya saja Ali sangat tidak menyukai anak kandung dari Ibu tirinya itu.

Ali kembali larut dalam pekerjaannya, sejujurnya ia sudah cukup lelah namun setelah membahas Laura ia yakin dirinya tidak akan bisa beristirahat dengan nyaman malam ini jadi lebih baik ia bekerja saja.

*****

Jangan kasih kendor vote dan komennya yaa, tag teman kalian biar peluang kalian dapatin pdf gratis dari aku semakin besar. Kalian bisa bebas milih mau pdf yang mana.

Pengumumannya di akhir cerita ini yaa..

Separuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang